Garuda Napas

Garuda Napas

Pengadilan pun tinggal menetapkan tercapainya homologasi itu.

Maka yang juga harus dicatat sebagai tonggak penting adalah apa yang terjadi akhir Desember 2021. Waktu itu pengadilan niaga tidak langsung memutuskan Garuda pailit. Keputusan hari itu mengatakan: \"memberi kesempatan kepada Garuda untuk mengajukan proposal penyelesaian utang\".

Lalu Garuda diminta menawarkan proposal itu kepada semua kreditor. Diberi waktu hampir 6 bulan. Kreditor harus memikirkan untuk menerima atau menolak.

Di luar pengajuan PMN, proposal itu sebenarnya biasa-biasa saja. Misalnya: Garuda hanya akan menerbangi rute-rute yang menguntungkan saja. Garuda akan menggunakan pesawat yang menguntungkan saja. Lalu akan memperbaiki kinerja dan proses bisnis.

Dengan proposal seperti itu, \"Dalam tiga tahun Garuda akan untung lagi,\" ujar Irfan pada media. “Insya Allah bisa [untung], makanya terbanglah pakai Garuda jangan yang lain. Jadi kami bisa laba. Kalau nggak untung ngapain [mengajukan proposal perdamaian],” katanya seperti ditulis Bisnis Indonesia.

Salah satu yang bisa membuat untung adalah: apabila Garuda mengoperasikan 70 pesawat –dari yang sekarang 30 pesawat. Berarti harus sewa pesawat lagi. Tapi Irfan menegaskan sistem sewa pesawat yang akan datang berbeda dengan yang lalu.

Di masa lalu, sebelum Irfan, sewa pesawat Garuda dianggap terlalu mahal. Sistemnya juga kurang menguntungkan Garuda. Belum lagi komisi dan ceperannya. Itu yang tidak akan dilakukan lagi oleh Irfan.

Adakah Pertamina dan Angkasa Pura akan berani meminjami lagi bahan bakar dan sewa bandara? Itu tidak diatur dalam homologasi. Itu terserah pada masing-masing pihak.

Sisi kurang baiknya: homologasi ini terjadi pada saat harga bahan bakar melonjak tinggi. Juga di saat Lion Air sudah lebih dalam lagi merasuk ke semua rute. Bahkan grup Lion sudah menambah satu anak lagi: Super Air Jet.

Saya, dengan sungkan, sering menjadi penumpang Super Air Jet itu. Bukan sungkan pada Garuda, tapi pada para pramugarinya: saya ikut disebut sebagai penumpang milenial di situ.

Kesulitan lain: bagaimana bisa menyewa pesawat. Sekarang ini persewaan pesawat kembali ramai. Laris manis. Rebutan.

Berakhirnya pandemi Covid-19 membuat semua perusahaan penerbangan bangkit. Tidak mudah bagi Garuda mencari persewaan yang murah di tiga tahun mendatang. Yang dulu disewa Garuda pun sebenarnya masih di Indonesia, tapi sudah disewa Lion.

Lalu apa kabar Pelita? Yang sudah telanjur punya izin penerbangan umum? Dan sudah mulai sewa pesawat? Sudah pula punya dirut baru yang direkrut untuk membawa Pelita sebagai pengganti Garuda?

Tentu tidak perlu disesali. Bahkan seharusnya Pertamina lebih bersyukur. Punya anak perusahaan penerbangan bukanlah ekspansi yang baik bagi Pertamina.

Soal telanjur keluar biaya, begitulah bisnis. Kadang yang seperti itu tidak bisa dihindari. Katakanlah Pertamina rugi Rp 100 miliar untuk mempersiapkan Pelita jadi Garuda Baru. Misalnya. Itu lebih baik daripada rugi Rp 100 triliun kelak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: