Mendagri Tegaskan Ambil Opsi Pemilihan

Mendagri Tegaskan Ambil Opsi Pemilihan

JAKARTA -Sidang rakyat yang menolak adanya pemilihan langsung di Daerah Istimewa Jogjakarta, nampaknya tidak mendapat respon berarti. Di tengah berlangsungnya sidang rakyat itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan bahwa pilihan pemerintah dalam draf RUU Keistimewaan Jogjakarta adalah tetap pemilihan. “Pemerintah tetap memilih pemilu, namun melalui DPRD,” kata Gamawan di sela-sela pembahasan revisi UU Parpol di DPR, kemarin (13/12). Opsi pemilihan oleh DPRD ini adalah draf baru. Namun, Gamawan menyatakan bahwa draf RUUK Jogja tidak akan disampaikan pada saat ini. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat,” ujar dia. Menurut Gamawan, dipilihnya opsi pemilihan melalui DPRD merupakan hasil pemikiran panjang. Pemerintah melalui Kemendagri terus mendengarkan berbagai masukan, berbagai komentar sejumlah pihak. Model ini, dianggap paling ideal karena tetap mengakomodasi pilihan rakyat. “Ini kan juga ujian bagi bangsa untuk menaati sistem yang ada,” ujar dia. Mengapa tidak mengakomodasi permintaan warga Jogja? Menurut Gamawan, setiap pihak memang boleh beraspirasi. Namun, ada mekanisme, bahwa pemilihan kepala daerah harus dilakukan melalui proses yang demokratis. “DPRD wakil rakyat juga, itu sudah demokratis,” sebut dia. Jika saat ini, suara DPRD Jogja juga meminta penetapan langsung, Gamawan mengisyaratkan tidak ambil pusing. Menurut dia, saat ini substansinya merupakan pembahasan RUU. Posisi Kemendagri saat ini hanya berhubungan dengan DPR terkait pembahasannya. “Kalau DPRD kan buat Perda, bukan Undang Undang,” sindirnya. Aspirasi dalam sidang rakyat itu, kata Gamawan, tidak bisa dianggap sebagai suara masyarakat Jogja. Dari segi kuantitas, yang hadir dalam sidang rakyat itu hanya mencapai angka ribuan. “Kalau angkanya 3,5 juta, baru kami pertimbangkan,” ujarnya. Di bagian lain, Juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengaku, Presiden SBY sempat menyaksikan  tayangan televisi yang menyiarkan langsung jalannya sidang rakyat itu. Meski begitu, belum ada sikap yang diambil berkaitan dengan jalannya sidang rakyat itu. “Belum ada arahan dari Bapak Presiden. Sementara masih menunggu perkembangan,” kata Julian, kemarin. Agenda SBY kemarin memang cukup padat. Setelah membuka Rapat Kerja Kejaksaan di Istana Negara, sekitar pukul 11.00 SBY meninjau persiapan timnas sepakbola Indonesia yang akan bertanding melawan Filipina, Kamis (16/12). Kemudian pukul 13.00, SBY menerima peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) XLV Lemhanas di Istana Negara. Sekitar pukul 15.00, presiden bertolak ke Lanud Halim Perdanakusuma untuk memulai kunjungan kerjanya di Jawa Timur. Julian mengatakan, sikap pemerintah masih menunggu proses pembahasan RUUK Jogja yang akan dibahas di DPR. “Nanti akan kita lihat bagaimana hasil akhirnya,” tuturnya. Dia mengharapkan, keputusan yang diambil merupakan yang terbaik bagi Jogjakarta. Sementara itu, Mensesneg Sudi Silalahi mengungkapkan, draf RUUK Jogja sudah dikirimkan Kemendagri ke Sekretariat Negara. Namun Presiden SBY belum menandatangani Ampres (amanat presiden) draf RUU itu sebelum dikirimkan ke DPR. Wakil Ketua DPR berharap persoalan yang tengah melanda Jogjakarta tetap disikapi dengan kepala dingin. Berbagai perkembangan politik yang terjadi, termasuk sidang rakyat Jogjakarta, lanjut Pram, tidak boleh sampai menimbulkan hal “hal yang kontraproduktif. “Semua harus bisa dikomunikasikan dengan baik,” katanya. Pram — begitu dia biasa disapa mengingatkan keputusan final dari pembahasan RUU Keistimewaan Jogjakarta ini bukan hanya domain pemerintah saja. Pembahasan RUU masuk wilayah DPR. Sejauh ini, DPR sendiri belum menentukan sikap apa-apa, karena masih menunggu draf RUU dari pemerintah. Pram yakin cara pandang sebagian besar penghuni DPR pasti akan berbeda dengan cara pandang pemerintah. “Tentunya fraksi “fraksi akan memiliki sikapnya masing-masing. Tidak semuanya mendukung pemerintah,” kata mantan Sekjen DPP PDIP, itu. Ketua DPP PKB Muhaimin Iskandar juga meminta masyarakat Jogjakarta  tidak terlampau emosional menyikapi RUU Keistimewaan Jogjakarta, karena prosesnya masih panjang. “Percepatan diskusi sambil mencari solusi, masih sangat butuh waktu. Karena itu terbuka lah semua pemikiran,” katanya di Gedung DPR. Muhaimin optimistis pasti bisa tercapai titik tengah yang bisa mengkombinasikan hak sejarah masyarakat Jogjakarta dengan alam demokrasi. “Pasti ada titik tengah, meskipun bentuknya saya belum tahu,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, itu. (bay/pri/fal)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: