Dosen ITB: Kemunculan Gunung Laut di Selatan Pacitan Sudah Terprediksi 17 Tahun Lalu

Dosen ITB: Kemunculan Gunung Laut di Selatan Pacitan Sudah Terprediksi 17 Tahun Lalu

Ilustrasi gunung laut-Pixabay-

BANDUNG, RADARCIREBON.COM – Dosen Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Mirzam Abdurrachman menanggapi fenomena kemunculan gunung bawah laut di sekitar Pacitan, Jawa Timur.

Mirzam mengatakan, munculnya gunung bawah laut Pacitan yang baru saja ditemukan bukan hal baru.

BACA JUGA:Gempa Bumi Turki Tewaskan Mantan Pemain Chelsea

Gunung bawah laut yang berada di perairan selatan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, ternyata sudah diidentifikasi sejak 2006.

Gunung bawah laut Pacitan yang memiliki keindahan ini juga ternyata minim potensi letusan.

Ia menyebut, gunung api yang berada di Pulau Jawa sangat erat kaitannya dengan subduksi yang ada di selatannya.

BACA JUGA:Bonceng Tiga, Lalu Srempetan dengan Sepeda Motor Lain, Satu Bocah Meninggal Dunia

"Subduksi dimulai kurang lebih sejak 55 juta tahun lalu sehingga menghasilkan magmatisme yang kemudian muncul ke permukaan sebagai gunung api yang terbentang dari Jawa Barat hingga Jawa Timur," kata Mirzam, Sabtu 18 Februari 2023.

Kemudian, secara sederhana orang akan berpikir jika gunung api akan selalu memanjang dari barat ke timur.

Ternyata, distribusi gunung api tersebut tidak sepenuhnya membentuk garis lurus.

BACA JUGA:Inilah 5 Pemenang Program Hyundai StarHunter, Berhak Bawa Pulang STARGAZER

"Hal ini disebabkan oleh kompleksitas dari kondisi zona subduksi di selatan Pulau Jawa," kata Mirzam.

Kompleksitas gunung api tersebut berasal dari beberapa hal seperti laju subduksi yang mencapai 6,7 hingga 7 cm per tahun.

Kemudian, adanya perbedaan umur lempeng yang memasuki tiga bagian Pulau Jawa, hingga komposisi kerak lapisan terluar Pulau Jawa yang berbeda.

Selain itu, terdapat hal menarik yang disebut Roo Rise atau oceanic plateu dengan dimensi luas 25.000 km2 dengan ketebalan rata-rata 15 km.

BACA JUGA:Pemerintah Provinsi Jawa Barat Intens Sempurnakan Pengusulan Inggit Garnasih sebagai Pahlawan Nasional

Hal tersebut menyebabkan palung mundur ke arah utara sejauh 60 km. Mundurnya palung ini merupakan akibat dari masuknya roo rise ke Palung Jawa sejak 1,1 atau 1,3 juta tahun lalu.

Selain itu, lanjut dia, masuknya roo rise ke palung menimbulkan gangguan yang memunculkan tonjolan dari Jawa Timur hingga selatan Lombok yang diinterpretasikan sebagai gunung bawah laut.

BACA JUGA:Tekan Lakalantas di Pasar Tegalgubug, Kapolsek Arjawinangun Pimpin Langsung Penertiban Kendaraan

Sebenarnya terdapat lebih dari satu tonjolan dan jika diperhatikan lebih teliti terdapat 5-10 tonjolan.

Ia menyimpulkan, kemunculan gunung api di selatan Pacitan ini merupakan efek kompleksitas zona subduksi di selatan seperti komponen yang tidak homogen, perbedaan umur lempeng, dan roo rise yang mengganjal hingga timbulnya gangguan.

Jika dianalisis lebih dekat, roo rise yang masuk ke dalam palung akan terkerat sebagian.

BACA JUGA:Manchester United Laris Manis, Giliran Emir Qatar Ajukan Penawaran Pembelian

Sebagian slab yang bertemu lempeng di pulau Jawa akan menimbulkan buoyant roo rise fragment yang akan menimbulkan tonjolan dan sebagian slab masuk ke dalam.

Sebagian slab yang masuk akan menentukan bahaya atau tidaknya gunung tersebut.

Ia menuturkan bahwa slab yang masuk masih cukup dangkal (10-15 km) sehingga menyebabkan potensi "gunung api" ini tidak seperti potensi gunung api yang aktif di Pulau Jawa pada umumnya.

BACA JUGA:Trayek Diserobot, Sopir Angdes di Arjawinangun Protes

"Slab yang masuk baru mulai meleleh itu bukan pada kedalaman 10-15 km. Ini bukan tempat yang ideal. Kedalaman ideal lempeng samudera meleleh pada kedalam 120-180 km seperti gunung di Pulau Jawa lainnya," katanya.

Ciri-ciri yang menunjukkan gunung api seperti adanya panas merupakan akibat dari tumbukan dua buah lempeng di zona akresi.

"Jadi secara teoritis, harusnya itu posisinya bukan gunung api yang definitif kita pelajari, tapi ini morfologinya seperti kerucut gunung api, karena tadi adanya gangguan, panasnya dari collision tumbukan yang menghasilkan panas," katanya.

BACA JUGA:Gerakan Anti Sampah “Yok Kita Gas”: BRI Sasar Pengelolaan Sampah Terpadu di Pasar Kesesi Pekalongan

Untuk memonitor agar kejadian ini bisa dihindari, dibutuhkan kolaborasi antar disiplin ilmu.

Dia berharap ITB dan civitas akademika di Indonesia dapat mengambil peran dan tidak menyerahkan semua hal terkait isu kebencanaan dari hulu ke hilir ke pemerintah. (jun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reportase