Apapun Persoalannya, Selamatkan Ponpes Al Zaytun, Terlalu Beresiko untuk Ditutup

Apapun Persoalannya, Selamatkan Ponpes Al Zaytun, Terlalu Beresiko untuk Ditutup

Ponpes Al Zaytun terlalu berisiko untuk ditutup.-Mahad Al Zaytun-radarcirebon.com

INDRAMAYU, RADARCIREBON.COM - Walau terus dilanda gonjang ganjing dan penuh kontroversi, banyak pihak berharap agar pemerintah bisa menyelamatkan Mahad Al Zaytun.

Terlalu mahal untuk menutup pondok yang terletak di Gantar, Indramayu ini. Selain memiliki aset triliunan rupiah, juga yang terpenting menyelamatkan lembaga pendidikannya.

Ada sekitar 10 ribu orang yang terlibat di pondok Al Zaytun. Selain santri, di pondok itu juga ada dewan guru, karyawan, dan civitas lainnya.

Belum termasuk warga sekitar pondok yang sangat tergantung kepada Ponpes Al Zaytun. Di antaranya para petani penggarap yang tinggal di Kecamatan Gantar dan sekitarnya.

BACA JUGA:Mahfud MD Diminta Merapat ke Panji Gumilang, Agung Sidayu: Sedih Saya Kalau Dia Ngawur

“Apapun persoalannya, pesantren Al-Zaytun harus diselamatkan. Sebab, inilah pesantren moderen dan terbesar di Asia Tenggara,” tulis Ridhazia melalui unggahannya di media sosial Facebook.

Menurutnya, Pesantren Al Zaytun tidak boleh runtuh. Apalagi hanya gara-gara kontroversi yang melilit sang pendiri dan sekaligus pemimpinnya, Syech Panji Gumilang.

Jika ditemukan indikasi pidana, ungkap dia, secepatnya perkaranya dibawa ke pengadilan.  Polisi pun secepatnya menyegerakan merampungkan perkara yang melilit Panji Gumilang.

“Kontruksi hukum dibuat terang benderang. Siapa tersangka, siapa saksi dan dua alat bukti mencukupi dugaan pidana itu dimejahijaukan oleh kejaksaan,” saran Ridhazia.

BACA JUGA:Walau Banyak Kasus Jerat Panji Gumilang, Al Zaytun Tetap Bernyanyi

Gerak cepat penegak hukum, menurutnya itu penting dilakukan. Hal ini seiring semakin memanasnya situasi di akar rumput.

Dia melihat, publik terbelah di antara yang berbeda pendapat. Sebab tidak tertutup kemungkinan jika persoalan hukum tidak pasti dan keputusan hakim tak mengikat, gelombang aksi berpotensi akan brutal. “Apalagi media sosial yang ikut pula mengobarkan suasana panas,” tandasnya.

Ridhazia jug menyarankan masalah khilafiyah juga segera diselesaikan. Perbedaan pendapat, pandangan, atau sikap di antara para tokoh ulama, sepantasnya MUI mempertemukan langsung pihak-pihak yang berbeda pendapat itu.

“Membuka ruang diskusi yang memungkinkan dibuatkan formula pendapat ulama. Yang tidak menimbulkan masalah yang sama di kemudian hari,” sarannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: