Kasus dr Ayu Kesalahan Penyidik

Kasus dr Ayu Kesalahan Penyidik

JAKARTA - Bebasnya dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, SpOG dan dua rekannya mendapat perhatian dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Kompolnas menilai pemidanaan terhadap dr Ayu cs merupakan kesalahan para penyidik. Akibatnya, penyidikan menjadi tidak fokus karena penyidik tidak memahami substansi kasus. Kesalahan para penyidik itu diungkapkan oleh anggota Kompolnas M Nasser menyikapi dikabulkannya Peninjauan Kembali yang diajukan oleh dr Ayu cs. Penyidik Polres Manado yang menangani kasus tersebut tidak bisa membuktikan keterkaitan antara tindakan operasi Caesar yang dilakukan dr Ayu dengan Emboli yang terjadi pada pasien. \"Baik penyidik maupun jaksa tidak bisa menyampaikan dalil yang membuat dr Ayu bisa dipersalahkan atas meninggalnya pasien,\" ujarnya kemarin. Hasil visum maupun kesaksian ahli pada pengadilan menyatakan jika korban meninggal dengan penyebab tunggal emboli pada bilik kanan jantung. Sejak awal penyidikan, kedua hal itu memang tidak terbukti berkaitan. Karena tidak terbukti, maka yang disidik dan masuk BAP adalah ketiadaan izin praktik dan dugaan pemalsuan surat persetujuan tindakan operasi. Anehnya, hal itu diiyakan saja oleh jaksa dengan menyatakan berkas peyidikan P-21 (sempurna). Tidak heran, Pengadilan Negeri Manado menyatakan dr Ayu cs bebas murni karena pidana yang dituduhkan tidak relevan. Dari sisi penyidikan, lanjut Nasser, tampak jelas ada upaya memaksakan agar delik formil dijadikan delik materiil. Jika memang surat persetujuan operasi itu palsu, seharusnya dr Ayu cs dikenakan pasal pemalsuan yang merupakan delik formil. Kenyataannya, penyidik menjadikannya dasar untuk menuntut Ayu secara materiil karena ada kematian. Nasser mempertanyakan, mengapa penyidik tidak memeriksa proses anastesi yang dilakukan terhadap korban. Menurut pria yang juga dokter spesialis kulit dan kelamin itu, pengaruh anastesi sangat besar dalam sebuah operasi. Kalau memang benar berawal dari kesalahan anastesi, maka kepala bagian anastesi juga harus bertanggung jawab. Lebih jauh, direktur rumah sakit juga harus ikut dimintai pertanggungjawaban jika ada anak buahnya yang dituduh bersalah, sesua dengan UU Rumah sakit. Namun, kenyataannya pengembangan ke arah anastesi maupun pertanggungjawaban struktural tidak pernah dilakukan. \"Ini main mata barangkali,\" lanjutnya. Secara keseluruhan, Nasser menilai kasus Ayu terjadi karena penyidik Polres Manado kebingungan dalam menangani kasus pidana medis. Akibatnya, penyidikan kasus Ayu disamakan dengan penyidikan kasus pidana umum. Pihaknya merekomendasikan agar Bareskrim memberi perhatian khusus terhadap kasus-kasus semacam itu. Caranya, memberi pendidikan ekstra kepada penyidik di setiap polres tentang hukum pidana kesehatan. \"Harus ada penyidik khusus di tiap polres untuk kasus kesehatan, minimal satu orang. Kasus dr Ayu terjadi antara lain karena ketidaktahuan, ignorance,\" tambahnya. Sementara, Kementerian Kesehatan membuat panduan praktik dokter untuk dibagikan pada seluruh dokter. Tindakan ini dinilai sebagai upaya antisipasi agar tidak terjadi kejadian serupa. Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, panduan pelayanan tersebut dibuat pihaknya berdasarkan standar yang telah ditetapkan dirjen Kemenkes. Sehingga, dengan panduan ini para dokter diingatkan kembali mengenai aturan pelayanan yang benar. \"Panduan sudah dibuat, mungkin juga telah disebarkan. Standar pelayanan dari dirjen,\" ungkap Wamenkes kemarin. Selain pembuatan panduan tersebut, upaya lainnya yang dilakukan Kemenkes ialah peningkatan kompetensi dokter. Peningkatan ini menurutnya telah dilakukan jauh sejak lama sebelum kasus ini ada. Namun, yang lebih ditekankan olehnya adalah perbaikan jenis komunikasi yang digunakan. \"Komunikasi dokter akan diperbaiki. Kita tahu komunikasi ini sangat penting. Pasien juga pasti ingin menjalin komunikasi yang baik, ingin didengarkan keluhannya,\" ungkapnya. (byu/mia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: