Anggap Rektorat IAIN Tak Berprikemanusiaan
CIREBON - Himpunan Mahasiswa Sosial (Himasos) IAIN Syekh Nurjati kembali bersuara lantang atas sikap tidak transparan atas hasil investigasi kasus tewasnya Abdul Qodir Jaelani (AQJ). Menurut mereka, kampus sudah tak lagi berkeprimanusiaan, karena tidak menanggapi dengan baik kasus meninggalnya AQJ. \"Ini kasus serius, harus segera diselesaikan secara tuntas. Namun pihak kampus lelet, tidak sigap dan terkesan memperlama,\" ujar Ketua Himasos IAIN Syekh Nurjati, Asep R Padilah, kemarin. Asep berjanji, pihaknya akan melayangkan surat pada Polres Kuningan dan Polres Cirebon untuk secara total mengusut kasus tersebut. Mengingat, pihaknya telah kecewa pada rektorat yang tidak segera menyelesaikan permasalahan ini. \"Kami terus mengawal, bila memang rektor tidak bisa diharapkan, maka kepolisianlah harapan kami,\" lanjutnya. Setelah ada hasil dari kepolisian, Himasos akan kembali menuntut pihak kampus untuk bertanggung jawab atas meninggalnya AQJ. Termasuk juga pemberian sanksi pada pihak yang nanti terbukti terlibat dalam kasus meninggalnya AQJ. \"Kami dan mahasiswa lainnya tidak akan sedikit pun pergi dari kasus ini,\" tukasnya. Terpisah, juru bicara tim investigasi IAIN, DR Sugianto SH MH memilih untuk bungkam saat ditanya mengenai hasil investigasi yang dilakukan timnya terkait kasus meninggalnya Abdul Qodir Jaelani. Dirinya hanya menegaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan hasil investigasi pada IAIN dan tidak diberikan kewenangan untuk memberitahu hasil investigasi itu. \"Tim investigasi sudah menyerahkan hasilnya ke lembaga dan kami tidak diberikan kewenangan untuk ekspos,\" tukasnya. Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui sambungan teleponnya, Rektor IAIN Syekh Nurjati, DR H Maksum Mukhtar MA tidak memberikan jawabannya. KEKERASAN HIMAPEKA SUDAH BERLANGSUNG LAMA Aksi kekerasan dalam program Diklatsar Mahapeka ternyata tidak terjadi kali ini saja. Sebelumnya, AIY (21) warga Kelurahan Kalijaga, Kecamatan Harjamukti, yang kini mengajar di sebuah Madrasah Ibtidaiyah di Kalijaga, pernah menjadi korban kekerasan seniornya saat Diklatsar Mahapeka November 2009 silam. Saat ditemui di kediamannya, JN (47) ayah kandung AIY, mengaku kecewa terhadap perkembangan Mahapeka sekarang. Padahal, dulu saat kasus tersebut menimpa anaknya, pihak Mahapeka dan rektorat sudah berjanji akan mengubah sistem pengkaderan di organisasi itu. Namun akhir-akhir ini ia mendengar di media, ternyata peristiwa memilukan kembali terjadi dan lebih parah. “Mungkin kurang pengawasan. Seharusnya, saat sudah ditemukan kasus yang menimpa anak saya, pihak rektorat melakukan pengawasan lebih ketat,” ujar ayah empat anak itu. Menurutnya, permasalahan antara pihaknya dan rektorat maupun Mahapeka, sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Dia menceritakan, saat itu dirinya kaget melihat anaknya yang sehabis mengikuti Diklatsar selama kurang lebih dua minggu, ternyata saat ditemui sedang terkapar dengan luka lebam di sekujur tubuh dan kaki yang bengkak. Akhirnya AIY langsung dibawa ke RS Ciremai untuk mendapat tindakan lebih lanjut. “Semua orang tua pasti marah kalau melihat anaknya dibegitukan,” bebernya. Lebih jauh, setelah kejadian tersebut, dia melarang keras anaknya untuk aktif di organisasi seperti Mahapeka dan menyarankan untuk fokus kuliah untuk masa depannya. “Saya kaget kok sekolah keagamaan ada yang seperti itu,” tukasnya. (kmg/dri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: