Tolak Revisi, Perda Miras Tetap Berlaku
KEJAKSAN– DPRD Kota Cirebon mengambil sikap tegas terhadap surat klarifikasi yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang ditujukan kepada Wali Kota Cirebon Drs H Ano Sutrisno MM. Dalam isi surat tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta wali kota dan DPRD Kota Cirebon mengubah Perda Nomor 4 tahun 2013 tentang larangan minuman keras (miras) hingga nol persen di Kota Cirebon. Atas hal itu, dewan mengambil sikap tetap mempertahankan perda larangan miras hingga nol persen. Ketua DPRD Kota Cirebon HP Yuliarso BAE mengatakan dewan telah mengambil sikap untuk tetap mempertahankan perda larangan miras hingga nol persen. Dengan demikian, perda miras tidak akan mengalami revisi. Meskipun ada surat klarifikasi dari Kemendagri, dewan tidak akan berubah sikap. “Tidak ada revisi perda larangan miras hingga nol persen. Perda itu dibuat atas kesepakatan bersama dan keinginan masyarakat Kota Cirebon,” ujarnya, Kamis (27/3). Sikap demikian, menjadi garis kebijakan yang dikoordinasikan bersama unsur terkait lainnya. Baik internal DPRD Kota Cirebon maupun Pemerintah Kota Cirebon. Meskipun berkomitmen tidak mengubah perda larangan miras hingga nol persen di Kota Cirebon, Yuliarso tetap akan mengajak seluruh wakil rakyat, pemkot, pengusaha dan ormas Islam untuk duduk bersama membahas hal itu. Setidaknya, sikap dewan diambil menjadi salah satu pijakan dalam rapat pembahasan melibatkan semua unsur terkait nanti. Selama ini, keberadaan perda larangan miras hingga nol persen di Kota Cirebon, tidak berdampak sama sekali terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini menunjukan masyarakat tidak terpengaruh dengan keberadaan perda tersebut. Dengan tetap mempertahankan perda larangan miras hingga nol persen, sama dengan upaya melakukan sikap dalam mewujudkan kota wali di Kota Cirebon. Salah satu wujud nyata dari perwujudan tersebut, dengan adanya perda larangan miras hingga nol persen. Hal itu, lanjutnya, menjadi salah satu ciri khas kebanggaan bagi Kota Cirebon Yuliarso menilai, antara perpres dan perda harus saling menghormati. Memasuki era otonomi daerah seperti saat ini, semua kebijakan tidak harus turunan dari pemerintah pusat. “Semua sudah otonomi daerah. Yang harus kita hormati itu perda. Dewan ingin perda itu tetap melarang mihol hingga nol persen,” ulasnya. (ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: