Cirebon Rawan Cuci Otak
CIREBON – Aksi bom bunuh diri di Masjid Adz-Dzikra Mapolres Cirebon Kota 15 April lalu memunculkan banyak spekulasi, terutama soal siapa yang ada di balik gerakan radikal itu? Tak sedikit kalangan yang kemudian mengaitkannya dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Selain Bandung, Cirebon merupakan daerah yang aktif dalam dinamika pertumbuhan gerakan sosial dan keagamaan. Tidak terkecuali bagi gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh anggota NII. Bahkan, wilayah Cirebon daerah umpan atau tempat rekrutmen para calon anggota NII. Berdasarkan pengakuan beberapa korban NII yang bercerita kepada Radar, meskipun Cirebon menjadi tempat rekrutmen atau “mencuci otak”, proses untuk ”hijrah” atau dibaiat harus dilakukan ke Bandung. Dari beberapa mantan anggota NII yang berhasil diwawancarai Radar, untuk di Kota Cirebon, wilayah Harjamukti dan Kesambi yang sering digunakan untuk pergerakan mereka. Kenapa Kecamatan Harjamukti dan Kesambi? Sumber Radar menyatakan, daerah Harjamukti dijadikan salah satu wilayah sasaran mereka, karena banyaknya kaum urban (pendatang) di daerah tersebut. Di wilayah ini banyak berdiri perumahan, dimana warganya cenderung individualis, kurang memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya. ”Warga perumahan itu sering cuek dengan tetangganya dan lingkungan sekitarnya,” kata Im (33), yang mengaku pernah didatangi orang yang mempunyai pemikiran tentang pendirian NII. Sedangkan untuk Kecamatan Kesambi, karena anggota NII membidik korbannya di kalangan pelajar dan mahasiswa yang banyak berdiri di wilayah ini. ”Di Kesambi itu banyak sekolah, kampus, kos-kosan yang penghuninya mahasiswa dan pelajar. Mereka menyasar kalangan mahasiswa dan pelajar yang masih labil dalam pemahaman agamanya,” katanya. Sumber Radar di lingkungan aparat penegak hukum mengakui jika gerakan NII sebenarnya sudah sejak lama, namun baru sekarang menjadi perbincangan hangat oleh publik secara nasional. Namun begitu belum ada langkah-langkah tertentu untuk menghentikan gerakan NII yang dianggap sebagai negara dalam negara dan mengancam keutuhan NKRI. Untuk sebaran di Kota Cirebon, menurut sumber tersebut, jumlah anggotanya hingga saat ini dibawah 1000 orang, namun tidak secara detail dijelaskan titik-titik yang menjadi basis mereka. Namun aparat hingga saat ini terus melakukan pemantauan gerakan mereka tidak terkecuali kampus-kampus, apalagi mahasiswanya sebagian besar termasuk urban dan sasaran mereka biasanya dari luar daerah. Namun untuk basis gerakan, menurut sumber tersebut, lebih besar di Kecamatan Kesambi dan Harjamukti, selain terdapat kampus juga banyak tempat kos-kosan yang lebih memudahkan NII untuk masuk. MAJALENGKA Selain di Cirebon, kelompok NII juga sudah menjamur di Kabupaten Majalengka. Ini diakui oleh AN (36), salah satu warga desa di Kecamatan Jatiwangi saat berkunjung ke kantor Radar Majalengka Rabu (27/4). Bahkan pria berambut keriting ini mengatakan, untuk di Kecamatan Jatiwangi saja dulu sedikitnya ada sekitar 30-an orang ikut gerakan NII termasuk dirinya. Pola yang dikembangkan jaringan itu, lanjut AN, dengan mengajak sejumlah pemuda terutama mahasiwa untuk mengikuti pengajian yang temanya tentang kehilafahan Islam. Setelah itu jika ada yang tertarik, NII terus memberikan doktrin yang kuat agar orang tersebut bisa “hijrah” mengikuti gerakan atau perintahnya. Bagi orang yang sudah terjerat dengan gerakan itu mereka diwajibkan untuk berinfak dengan menghalakan segala cara termasuk mencuri barang milik orang tuanya untuk kemudian diserahkan sebagai dana perjuangan. ”Kasus ini sempat dialami keponakan saya, hampir 6 bulan ia terseret gerakan ini, awalnya saya sempat curiga dengan tingkah dia termasuk mengatakan kafir kepada orang tuanya. Setelah itu ia sering menjual perhiasanya dengan alasan tak jelas. Setelah diselidiki ternyata ia nyaris direkrut gerakan tersebut. Beruntung saya dapat menyadarkannya dan almahdulilah sekarng keponakan saya sudah kembali normal,” terangnya kepada Radar kemarin. Diakui dia berdasarkan penelusuran dirinya diduga cukup banyak warga Majalengka yang terjerumus dengan gerakan itu. Yang perlu diingatkan oleh masyarakat sebut dia adalah harus waspada dan hati-hati terhadap kegiatan berkedok pengajian. Jika ada hal yang ganjil atau mencurigakan lebih baik segera menghindar atau melaporkannya kepada yang berwajib. Akademisi IAIN Syekh Nurjati, Drs Achmad Kholiq MAg memilih berhati-hati menyikapi persoalan NII. Menurutnya, mencermati NII sebenarnya lebih kepada dari 2 arah, yakni NII ekstrim dan NII moderat. NII ekstrem merupakan NII yang tidak mengedepankan diskusi secara mendalam akan tetapi lebih kepada reaktif dan radikal. Sedangkan NII moderat adalah memiliki pemikiran yang bisa diajak untuk berdiskusi. Namun demikian, kata kandidat profesor, mencuatnya NII ke publik bisa saja karena ada setting sosial yang memungkinkan untuk itu. Meskipun begitu, dirinya tidak setuju jika kemunculan NII malah gampang mengkafirkan orang dan memusuhi pemerintah, karena Islam tidak pernah mengajarkan permusuhan kepada orang, apalagi orang tua, termasuk pemerintah. Akan tetapi Islam adalah Rahmatan Lil Alamin. ”Jika NII memusuhi orang tua, maka yang salah bukan Islamnya, dan itu bukan ciri-ciri Islam,” pungkasnya. Kapolres Cirebon Kota (Ciko) AKBP Asep Edi Suheri saat ditanya tentang NII di wilayahnya, tidak bisa memberikan keterangan banyak. Bahkan dalam pesan singkatnya, Kapolres membutuhkan waktu untuk memberikan penjelasan. ”Mohon waktu ya kang,” ujarnya melalui SMS yang diterima Radar. (sud/pai/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: