Sebagian PKL Mulai Jualan Lagi

Sebagian PKL Mulai Jualan Lagi

KEJAKSAN- Ratusan pedagang kaki lima merasa kecewa. Pasalnya, saat menggelar aksi di Gedung Balai Kota Cirebon, kemarin (8/9), mereka tidak bisa bertemu dengan Wali Kota Cirebon, Drs Ano Sutrisno MM. Wakil Wali Kota, Drs H Nasrudin Azis SH dan Sekretaris Daerah Kopta Cirebon, Drs Asep Dedi MSi tidak menemui kerumunan massa. Hanya Kabag Perekonomian Sekretariat Daerah, Drs Agus Mulyadi MSi dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Drs Andi Armawan yang akhirnya menghadapi dan berdialog dengan para pedagang. Salah satu pedagang, Asep, merasa kecewa karena tidak ada kejelasan mengenai nasib dirinya. Sejak adanya penertiban tanggal 9 Agustus lalu, dirinya tidak berjualan di ruas Jl Kartini. Padahal, berdagang merupakan mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. “Ya, kami di sini ingin agar kami tetap bisa berjualan,” tuturnya. Massa pedagang mulai mengepung kantor Balai Kota Cirebon sejak pukul 10.00 WIB. Mereka berorasi dan meminta pemerintah kota Cirebon agar mengubah kebijakan tentang larangan berjualan di kawasan Kartini dan Siliwangi. Kebijakan tersebut dianggap diambil sepihak, karena para pedagang tidak pernah dilibatkan. Para pedagang juga menyayangkan kebijakan tersebut, lantaran Wali Kota Cirebon Drs Ano Sutrisno MM seolah melupakan janji kampanyenya. “Kami bukannya tidak mau diatur, tapi kan caranya tidak seperti ini. Kita tahu aturan. Tapi kalau ada kebijakan-kebijakan yang lain, ya tolong kita dilibatkan, tolong kita diajak bicara,” tutur koordinator lapangan, Erlinus Thahar. Sementara Kepala Satpol PP Kota Cirebon Drs Andi Armawan mengatakan pihaknya tidak pernah melarang para pedagang untuk tidak berjualan. Aktivitas berdagang, kata Andi, silakan saja dilakukan oleh para pedagang tetapi di lokasi yang sudah ditetapkan. “Silakan berjualan di tempat-tempat yang diizinkan. Di tempat lain masih boleh,” ujarnya. Lebih lanjut dikatakan Andi, alangkah lebih baik bila permasalahan ini segera dibicarakan bersama-sama antara para perwakilan pedagang duduk bersama dengan para pemerintah untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Sementara itu, kecewa lantaran tidak bisa menemui wali kota, wakil wali kota, dan sekretaris daerah, akhirnya massa mendatangi kantor DPRD Kota Cirebon. Di gedung DPRD, para pedagang menyayangkan pernyataan salah satu wakil rakyat yang justru mendukung program relokasi. “Anggota DPRD itu dipilih oleh rakyat, lalu kenapa mendukung relokasi? Bukannya memperjuangkan hak kami,” ujar pedagang lainnya, Asep Rambo. Kedatangan ratusan pedagang kaki lima itu akhirnya membuat rapat internal yang sedang digelar oleh wakil rakyat dihentikan. Di hadapan massa pedagang, Ketua Sementara DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno SIP MSi mengatakan, pihaknya siap untuk mendampingi para pedagang mencari solusi. Termasuk juga memfasilitasi para pedagang untuk berkomunikasi dengan pemerintah Kota Cirebon. DPRD, kata Edi, akan segera memanggil pemerintah Kota Cirebon untuk menyelesaikan permasalahan itu. “Hak para pejalan kaki harus dihormati. Di sisi lain, masyarakat yang hendak mencari nafkah juga harus dilindungi. Dan sekarang ini tinggal bagaimana pengaturannya. Nanti setelah alat kelengkapan selesai dibentuk, Perda No 9 tahun 2003 itu akan segera kami revisi dan kami siap untuk mendampingi para pedagang,” bebernya. Setelah mendengarkan upaya yang akan dilakukan oleh wakil rakyat, para pedagang pun akhirnya membubarkan diri. Namun, karena masih belum ada keputusan pasti tentang izin berdagang di kawasan Jl Kartini dan Siliwangi, para pedagang pun akhirnya memutuskan untuk tetap berjualan. “Prinsipnya kita akan tetap berjualan. Karena tidak ada titik temu, ya kita tetap akan berjualan,” tukas salah satu pedagang, Suhendi. Sementara itu, anggota DPRD asal Partai Demokrat, H P Yuliarso BAE mengatakan, bicara penertiban, semuanya kembali pada aturan yang ada. Dalam perda No 9 Tahun 2003 itu, diketahui bahwa trotoar merupakan hak pejalan kaki. Maka dari itu, pedagang kaki lima, memang tidak diizinkan untuk berjualan di atas trotoar. “Tapi ini kan bukan berarti melarang mereka untuk berjualan di ruas jalan tersebut,” tuturnya. Dikatakan Yuliarso, masih banyak solusi yang bisa diberikan oleh pemerintah Kota Cirebon selain memindahkan para pedagang ke BAT. Yuli menjelaskan, bisa saja, pemerintah menyiapkan lokasi khusus di kawasan tersebut untuk para pedagang kaki lima. “Bisa dibuat tenda-tenda di Jl Kartini atau Siliwangi. Ya dibuat saja tempat yang tidak kumuh dan kalau siang hari harus bersih,” lanjutnya. Kalaupun kesulitan mencari lahan, kata Yuli, bisa saja pemerintah Kota Cirebon meminta para pengusaha yang beroperasi di kawasan Kartini-Siliwangi untuk menyiapkan sebagian kecil dari lahan usahanya untuk para pedagang kaki lima. Sehingga, para pedagang tetap bisa berjualan, dan hak para pengguna jalan tetap diberikan. “Apalagi pengusaha ini kan punya fungsi sosial untuk warga sekitar, jadi ya mereka pasti mau. Yang terpenting sekarang itu bagaimana pemerintahnya,” bebernya. Pihak Disperindagkop, lanjut Yuliarso, harus bisa melobi para pedagang yang berada di sekitar Jl Siliwangi dan Kartini. Bila para pengusaha tersebut dioptimalkan untuk turut membantu penataan dan pembinaan PKL, maka Yuliarso yakin permasalahan tentang PKL ini bisa selesai. Apalagi, jumlah para pedagang di sekitar Kartini dan Siliwangi tidak begitu banyak. “Di situ ada hotel, banyak restoran, tempat yang lainnya. Suruh saja mereka menyediakan sedikit tempat untuk para PKL, ditata yang bagus, dibuatkan tenda, jadi mereka tetap bisa berjualan, penataan kota juga tetap terlaksana,” tukasnya. (kmg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: