Adji: Modusnya Mengubah Mata Anggaran saat Peralihan Dewan Lama ke Dewan Baru

Adji: Modusnya Mengubah Mata Anggaran saat Peralihan Dewan Lama ke Dewan Baru

Awas APBD Gate 2004 Terulang KEJAKSAN- Pengadaan 4 unit mobil jenis Nissan X-Trail untuk muspida plus bisa berdampak hukum. Pengalihan mata anggaran yang semula untuk membeli bus pemkot tapi kemudian dialihkan untuk beli mobil dinas (mobdin) muspida dinilai melanggar hukum. Cara-cara ini bisa saja berujung proses hukum, seperti yang pernah terjadi dalam kasus APBD Gate 2004. Analisa ini disampaikan oleh mantan anggota DPRD Kota Cirebon periode 2009-2014 Drs Priatmo Adji. Adji yang pernah duduk di badang anggaran (banggar) itu mengaku harus angkat bicara karena berperan dalam perubahan APBD 2014. Dia secara terang-terangan menuding proses perubahan mata anggaran persis dengan kasus APBD Gate 2004, di mana terjadi pada saat peralihan anggota DPRD lama ke anggota DPRD baru. “Di situlah peluang pemkot untuk mengubah APBD-P secara sepihak yang telah disetujui antara DPRD dan pemkot dalam sidang paripurna,” terang Adji. Adji mencontohkan, dalam APBD Gate 2004 terdapat kejanggalan anggaran terjadi antara bulan Juli dan Agustus 2004 (peralihan DPRD lama ke DPRD yang baru), yakni adanya penggelembungan anggaran sampai selisih Rp3,3 miliar. Kemudian adanya perubahan belanja Rp54 juta menjadi Rp500 juta. Dan munculnya pengeluaran sampai 2 kali Rp320 juta dari penerbitan SPM yang hanya sekali. Bagaimana dengan pengadaan mobdin oleh pemkot tahun 2014? Politisi PDIP ini menjelaskan, pembelian kendaraan baru yang terjadi pada bulan Agustus dan September 2014 di antaranya adanya perubahan yang semula bus (kendaraan besar) menjadi kendaraan sedan atau Jeep atau sejenisnya. Kemudian adanya perubahan belanja sesungguhnya, lebih besar dari anggaran pada APBD Perubahan yang sudah disetujui di sidang paripurna. “Jadi, modusnya sama, mengubah anggaran yang disetujui bersama dalam rapat paripurna secara sepihak, dan nilai anggarannya melebihi anggaran yang telah ditetapkan,” beber Priatmo Adji. Karenanya, dia menuding pemkot telah melanggar perda dan PP No 105/2000 pasal 2 dan 3 tentang melarang menggunakan anggaran melebihi APBD yang ada. Maka dari itu, sambung Adji, bila sampai mobdin tersebut dipinjamkan ke muspida, dirinya hanya bisa memberi saran agar muspida berfikir ulang untuk menerima kendaraan itu. Adji mendesak kepada instansi vertikal yang mendapat jatah mobdin untuk segera mengembalikan atau ikut mempertanyakan dari mana anggaran untuk membeli mobil-mobil tersebut. “Belum lagi persoalan mobdin yang dihibahkan ke muspida ternyata juga tanpa pemberitahuan ke DPRD. Ini sungguh keterlaluan. Sudah memberikan hibah ke muspida, tapi masih saja wali kota memberikan mobdin baru pinjam pakai. Mestinya pilih salah satunya, bukan malah kedua mobil dinas diberikan begitu,” tandasnya. Dirinya juga mengingatkan pemkot, sebaiknya anggaran pembelian mobdin digunakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas kesehatan, seperti untuk mencegah atau mengobati penyakit HIV/AIDS yang setiap tahun selalu bertambah. Sedangkan akademisi Unswagati Sigit SH MH menilai instansi vertikal yang mendapat biaya operasional dari APBN tidak pantas menerima bantuan dari instansi daerah. Dia juga khawatir pemberian mobdin itu akan akan berdampak pada independensi instansi-instansi tersebut. “Dan jangan-jangan nanti malah dihibahkan seperti yang baru dilakukan. Kalau seperti itu, pemkot menghapuskan aset-aset yang dibiayai dari pajak daerah. Jelas sekali ini menyakiti hati rakyat. Gratifikasi tidak hanya berbentuk uang tunai, menjual pengaruh juga bagian dari gratifikasi,” pungkasnya. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: