Jokowi Tidak Perlu Takuti KMP

Jokowi Tidak Perlu Takuti KMP

Relawan Ingatkan 8 Tuntutan, Jika Gagal akan Digoyang JAKARTA - Presiden terpilih Joko Widodo dan para pendukungnya mestinya tidak meratapi dominasi Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR-MPR. Sebab, dominasi KMP di parlemen itu sebenarnya sudah sejalan dengan keinginan awal Jokowi saat dia mulai membangun koalisi partai politik (Parpol) menuju pentas pemilihan Presiden tahun ini. “Saya yakin, semua orang masih ingat dengan pernyataan Jokowi tentang koalisi parpol yang dibutuhkannya untuk maju ke pentas Pilpres. Jokowi waktu itu menegaskan, dia butuh koalisi ramping dan menghindari koalisi gemuk. Nah sekarang keinginan Jokowi sudah tercapai, harusnya seneng dong,” ujar Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, Minggu (12/10). Pilihan Jokowi pada koalisi ramping, lanjut politisi yang akrab disapa Bamsoet ini, otomatis mendorong sebagian besar parpol bersekutu dan berseberangan dengannya selama proses menuju pelaksanaan Pilpres maupun pasca Pilpres. Fakta ini harus diterima sebagai konsekuensi logis dari pilihan politik Jokowi. “Artinya ketika pilihan itu teraktualisasikan, dengan adanya dominasi KMP di DPR-MPR, sudah sepatutnya Jokowi dan para pendukugnya tidak meradang. Sebab, fakta dominasi KMP itu sudah sejalan dengan keinginan awal Jokowi,” tuturnya. Namun yang terjadi, kata Bamsoet, malah sebaliknya dan sungguh memprihatinkan, karena dominasi KMP itu justru dikecam para pendukung Jokowi. Terlebih lagi, dan cukup menyedihkan karena KMP dicurigai ingin menjegal program pemerintahan Jokowi. Bahkan, lebih konyol lagi, KMP dicurigai punya agenda memakzulkan Jokowi. “Kecurigaan itu bukan hanya berlebihan, tetapi sudah men­jadi angan-angan yang sama sekali tidak relevan. Bayangkan, pelantikan Jokowi saja belum terlaksana tetapi banyak orang begitu sering me­nyua­rakan kecurigaan tentang kemungkinan pemak­zulan. Mereka seakan-akan sudah bisa menebak tindak inkon­stitusional apa yang akan dilakukan Jokowi,” paparnya. Bamsoet beranggapan, kecenderungan ini tentu saja amat menggelikan. Karena KIH sebagai koalisi pendukung Jokowi-JK, seperti lupa bahwa kewajiban bagi pemerintah dan DPR untuk menjalin komunikasi akan meminimalisasi potensi kesalahan yang mungkin saja bisa dilakukan presiden. “Melantik itu kerja MPR dan mengawasi kerja pemerintahan itu tugas DPR jadi sudah sesuai dengan rel-nya masing-masing. Lalu kenapa mesti paranoid, seakan-akan KMP bakal berbuat semena-mena dengan dominasinya di parlemen. Saya rasa pikiran itu sangat terlalu jauh,” pungkasnya. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Dradjad H.Wibowo menilai ketakutan yang muncul soal mayoritas KMP di Parlemen dinilai sebagai hal yang tak terlalu berdasar. Justru, hal itu telah dieskploitasi oleh sejumlah pebisnis untuk memperoleh keuntungan dari naik turunnya harga saham. “Dari sisi politik, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) sebaiknya fokus di kabinet. Sementara KMP, dimana PAN di dalamnya, fokus di parlemen. Nanti ya kemudian kita akan bisa berkompetisi tapi bisa bekerja sama. Obama dengan kongres berkompetisi tapi bekerja sama. Bahkan Obama terakhir itu menarik senator dari partai Republik menjadi menteri pertahanan, Chuck Hagel,” jelas Dradjad. Hal demikian bukan yang pertama kali di AS. Sebab kata Dradjad, sudah ada 7 presiden dari Partai Demokrat yang menarik anggota Partai Republik sebagai menteri. “Artinya perbedaan antara KMP dengan KIH ini jangan dijadikan sebagai country race yang bisa membuat ekonomi mengalami pelemahan,” tegasnya. Menurut Drajad, ketakutan yang seakan tersebar seandainya KMP mayoritas di Parlemen, dipengaruhi oleh media massa yang terlalu membesarkan perbedaan ini. Plus ada juga pengaruh dari konglomerat yang melihat ada kesempatan bisnis di balik perpecahan politik itu. “Tapi sebenarnya, realitasnya kalau kita lihat praktik di beberapa negara, pemerintahan minoritas tetap bisa berjalan. Yang saya contohkan yang terbaik adalah sistem presidensial di AS Clinton, Obama, pernah tidak mayoritas dan menguasai di kongres, tapi jalan kok, anggarannya juga jalan. Tergantung kepiawaian politik dari pemerintah,” pungkasnya. Sementara pemerhati politik Ray Rangkuti yang juga ikut tergabung di Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia untuk Jokowi-JK ini menggolongkan delapan tuntutan rakyat.  “Ada 8 tuntutan kami kepada Jokowi. Pertama dia harus mampu menuntaskan kasus penculikan aktivis, kedua kasus pembunuhan Munir, ketiga menuntaskan skandal Bank Century. Keempat penuntasan kasus Lapindo, kelima kasus pengemplang pajak, keenam pemberantasan mafia migas, ketujuh mafia impor bahan pokok dan kedelapan mampukah dia tidak terus menumpuk utang,” kata Ray Rangkuti, Direktur Nasional Lingkar Madani (LIMA) Indonesia dalam Diskusi bertema “Politik Bohong dan Jegal-Jegalan, Mampukah Jokowi Bertahan” di Tong Tji Tea House, Cikini, kemarin (12/10). Menurut Ray, bila perlu Gerakan Dekrit Rakyat mengajak dan menantang Hashim Djojohadikusumo untuk ikut serta menuntut Jokowi dengan delapan agenda tersebut. Hal itu didasari pernyataan adik Prabowo Subianto itu yang mengaku siap mengkritisi pemerintahan Jokowi-JK. Bila Hashim bersedia, kata Ray, maka berarti Hashim dan koleganya memang tidak ada yang terlibat dalam hal-hal yang dituntut Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia tersebut, “Kami mengajak Pak Hashim untuk ikut mengkritisi, menuntut presiden Jokowi dengan 8 agenda kami tadi. Harapan kami Pak Hashim bersedia, yang berarti kepentingan dia mengkritisi Jokowi murni untuk kepentingan rakyat, bukan bertujuan untuk melakukan politik balas dendam. Juga kalau dia bersedia, maka dapat kita simpulkan tidak ada orang-orang dia atau tokoh-tokoh Koalisi Merah Putih yang terlibat dalam masalah yang kita tuntut untuk dituntaskan presiden Jokowi,” tegas Ray. Selain itu, jika gerakan rakyat tidak terpuaskan di pemerintahan Jokowi, ucap Ray, justru akan dimanfaatkan oleh rivalnya di Koalisi Merah Putih akan dijadikan ruang untuk melakukan pemakzulan. “Ada dua syarat yang diperbo­lehkan di dalam pengambilan keputusan pemakzulan. Perta­ma, adanya tindakan yang dilakukan oleh presiden atau wakilnya karena melangggar konstitusi, misal korupsi atau kejahatan lainnya. Kedua ada­lah sikap politik. Yang kedua ini lah yang selalu dipakai oleh lawan politik di parlemen, yak­ni dengan memanfaatkan gejo­lak di masyarakat atau ketidak­­sukaan publik terhadap kinerja pe­­mimpin negerinya,” tukasnya. Pembicara lainnya, Arif Susanto, peneliti senior dari  Indonesian Institute for Development and Democracy (INDED) menjelaskan bahwa Jokowi menang karena besarnya dukungan rakyat. Sehingga Jokowi jangan sekali-sekali mengecewakan rakyat. “Modal utama Jokowi adalah dukungan rakyat atau kegembiraan berdemokrasi. Jangan sampai ini menjadi dukacita,” tuturnya. Selain delapan tuntutan yang diungkapkan Ray Rangkuti, Arif lebih menyoroti dalam jangka pendek adalah pembentukan kabinet. “Maka kabinetnya minimal harus mempunyai integritas atau bersih dari perilaku korupsi. Karena koalisi terbesar Jokowi adalah bersama rakyat. Bukan PKB, PDIP, Nasdem atau Hanura. Kepercayaan dan harapan rakyat terhadap Jokowi bisa menguap hanya untuk urusan kabinet,” imbuhnya. “Untuk itu, kalau sayang terhadap Jokowi-JK, mitra koalisi jangan membebani syarat apapun untuk menempatkan kadernya yang ‘bermasalah’ di kabinet,” tandasnya menambahkan. (dms/dil)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: