Penetapan Komisi Hampir Pasti Voting

Penetapan Komisi Hampir Pasti Voting

Gagal Sepakati Musyawarah Mufakat JAKARTA - Mekanisme pemi­lihan alat kelengkapan di DPR sangat mungkin berlangsung dengan sistem pemungutan suara terbanyak atau voting. Lobi pimpinan fraksi dengan pimpinan DPR dalam rapat konsultasi kemarin (14/10) tidak mampu menyepakati pemilihan paket dengan sistem musyawarah mufakat. Jadwal sidang paripurna DPR yang sejatinya membahas penetapan komisi dan badan di DPR kemarin ditunda, digantikan rapat konsultasi. Sejak pukul 11.00, pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi kembali membahas komposisi beserta badan di parlemen. Selama lebih dari dua jam rapat, tidak banyak keputusan yang dihasilkan. Upaya kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mengusulkan agar mekanisme paket ditetapkan melalui musyawarah mufakat tidak mampu terealisasi. “Kita ingin profesional saja dengan musyawarah mufakat, tapi belum ketemu,” ujar Miryam S Hariani, anggota Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, seusai rapat konsultasi kemarin (14/10). Menurut Miryam, hampir semua pimpinan yang berlatar belakang Koalisi Merah Putih (KMP) menginginkan mekanisme paket dan langsung ditetapkan masing-masing fraksi. Usul itu ditolak sejumlah fraksi parpol dari KIH. “Kami minta agar ini di-pending dulu, tapi pimpinan telanjur ketok palu,” ujarnya. Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima menyatakan, belum ada keputusan final terkait dengan mekanisme pemilihan pimpinan komisi. Sejumlah fraksi di KIH meminta agar paket pemilihan pimpinan fraksi ditentukan dengan musyawarah mufakat. “Kita akan lobi lagi antar pimpinan DPR dan pimpinan fraksi untuk menentukan musyawarah mufakat di sistem paket,” kata Aria. Menurut Aria, sistem paket memang menjadi aturan dalam mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapannya. Namun, alangkah baiknya jika pengisian paket itu dilakukan dengan musyawarah mufakat. “Paketnya dimusyawarahkan, komposisi diambil secara musyawarah,” ujarnya. Upaya lobi, lanjut Aria, adalah salah satu usaha Fraksi PDIP untuk bisa “mendapatkan kursi pimpinan alat kelengkapan DPR. Jika lobi menemui jalan buntu, Aria menyatakan fraksinya siap menerima kenyataan tidak mendapatkan kursi pimpinan komisi. “Kalau tidak dapat pimpinan, ya kita siap beroposisi dalam parlemen.”Kita berani karena sudah terbiasa menjadi oposisi,” tegasnya. Saat dikonfirmasi secara terpisah, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan bahwa tatib sudah mengatur mekanisme voting. Karena itu, posisi pemilihan pimpinan alat kelengkapan melalui voting tetap memenuhi syarat. “Tatib mengatur pemilihan musyawarah mufakat. Namun, apabila tidak disepakati, dilakukan voting melalui paket,” ujar Agus. Hal yang sudah diputuskan dalam rapat konsultasi, kata Agus, adalah”komposisi komisi beserta badan di DPR. Perubahan yang disepakati berupa penambahan jumlah anggota fraksi di badan legislasi. Dari sekitar 45-55 anggota di setiap alat kelengkapan, khusus baleg menjadi 75 anggota. “Itu sudah melalui persetujuan fraksi,” ujarnya. Peningkatan jumlah anggota di baleg, kata Agus, bertujuan untuk mendongkrak performa dalam tugas legislasi. Politikus Partai Demokrat itu menyatakan, pembahasan undang-undang di baleg diperkirakan lebih optimal jika jumlah anggotanya lebih banyak. “Ini belajar di periode kemarin. Kita mengalami kekurangan SDM di pembahasan UU,” katanya. Agus membantah bahwa hasil rapat konsultasi itu membawa KMP di belakang pimpinan DPR. Menurut dia, para pimpinan DPR bertindak berdasar mekanisme yang sudah ada. Mekanisme itu ditetapkan untuk dilaksanakan. “Kita jangan berwacana. Waktu itu kan banyak wacana komisi ditambah, tapi akhirnya tidak terbukti. Jadi, apa yang sudah digariskan kita laksanakan saja,” tandasnya. (bay/c6/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: