Komisi B Desak Pedagang Membayar
Erlianus: Boikot Bayar Retribusi karena Buruknya Pelayanan PD Pasar KEJAKSAN – Aksi boikot membayar retribusi yang dilakukan pedagang Pasar Perumnas, ternyata tidak membuahkan dukungan wakil rakyat. Malah, Komisi B DPRD melalui ketuanya, Hendi Nurhudaya SH meminta pedagang untuk tidak terlalu emosional dan segera membayar retribusi yang menjadi kewajibannya. “Saya berharap kepada pedagang untuk tetap membayar retribusi. Karena pembayaran retribusi adalah kewajiban dan perintah peraturan daerah (perda). Pedagang juga tidak usah terlalu emosional, karena keberadaan PD Pasar hanya pembina dan pengelola pasar. Retribusi kewajiban pedagang, pemkot berkewajiban membangun,” tegasnya kepada Radar, kemarin. Saat ditanya intimidasi yang dialami pedagang karena PD Pasar menerjunkan belasan satpam, Hendi justru melempem alias enggan berkomentar. “Masak sih, silakan tanyakan ke PD Pasar saja,” ujar wakil rakyat dari fraksi PAN itu. Hendi lebih senang membeberkan kronologis awal tentang persoalan Pasar Perumnas yang bermula pasca kebakaran. DPRD bersama Pemkot, sambungnya, mengalokasikan anggaran Rp1,4 miliar untuk perbaikan pasar dan dianggarkan melalui anggaran murni APBD 2011. Setelah dianggarkan, saat itu dari IPP (Ikatan Pedagang Pasar) datang ke dewan meminta supaya Pasar Perumnas kembali dibangun, karena dewan bukan lembaga teknis dan hanya bisa menganggarkan. Kemudian pihaknya mengundang dari Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, Sumber Daya Mineral (DPUPESDM) sebagai dinas teknis. Ternyata, hasil hitungan DPUPESDM, angka Rp1,4 miliar itu hanya dapat atap—atap pasar dan loss. Setelah itu, pihaknya meminta kepada pemkot untuk segera melaksanakan kegiatan itu dengan anggaran Rp1,4 miliar. Setelah itu, lanjut Hendi, ada perwakilan IPP meminta supaya Rp1,4 miliar dijadikan bantuan untuk uang muka pedagang. Karena keinginan mereka seperti itu, dewan meminta kepada IPP untuk menemui eksekutif, karena dewan tupoksinya hanya budgeting (menganggarkan), kontrol dan membuat peraturan. “Ternyata saat perubahan anggaran, anggaran itu belum digunakan. Karena waktunya singkat dan tidak memungkinkan akan selesai akhir tahun, apalagi proses tender butuh waktu 40 hari, dan tutup anggaran 15 Desember, jelas tidak memungkinkan. Maka dewan berencana kembali menganggarkan APBD murni tahun 2012 dengan jumlah anggaran sesuai kebutuhan,” jelasnya. Terpisah, penggiat Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Fahmina Institute, Erlianus Tahar mengatakan, aksi boikot membayar retribusi yang dilakukan pedagang Pasar Perumnas harus dicermati secara utuh. Menurutnya, keengganan pedagang membayar retribusi tentu ada sebabnya, karena sebagai korban kebakaran, pedagang Pasar Perumnas merasa nasibnya terabaikan, apalagi ketika mendengar dana revonasi pasar ternyata dicoret. “Jelas sekali mereka kecewa, anggaran yang sudah dialokasikan ternyata dicoret,” ungkapnya. Persoalan lainnya, ancaman banjir dan buruknya drainase pasar darurat, mau tidak mau akan membuat pedagang menjadi resah karena merasa terabaikan. “Yang membuat pedagang kecewa, ketika pihak PD Pasar diundang ke pasar, ternyata tidak pernah datang memenuhi undangan pedagang,” tegasnya. Untuk itu, pihaknya menilai wajar jika pedagang menolak membayar retribusi akibat buruknya pelayanan dari PD Pasar. Apabila penolakan membayar retribusi ini kemudian dianggap melanggar perda, sesungguhnya perda tersebut juga mengatur tanggung jawab pelayanan kepada pedagang. “Jadi siapa dulu yang melanggar?” ucapnya. Pihaknya juga menyesalkan sikap PD Pasar yang mengerahkan puluhan satpam, karena langkah itu termasuk bagian dari intimidasi, bukan menyelesaikan persoalan. Mestinya, PD Pasar berkaca diri apakah sudah memberikan pelayanan yang terbaik atau belum. (abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: