Golkar Ngotot Jatah E-2
Nama Subardi Mulai Digadang-gadang CIREBON - DPD Partai Golkar Kota Cirebon sepertinya tidak terima atas rencana Partai Demokrat yang bakal mendeklarasikan mantan Sekda Hasanudin Manap menjadi E-2 mendampingi Drs H Nasrudin Azis SH. Bahkan, PG terkesan ngotot merebut jabatan wakil walikota. Apalagi, kala itu PG menjadi partai pengusung pasangan Ano-Azis saat Pilwalkot 2013 lalu. Wakil Ketua DPD Partai Golkar, Lili Eliyah SH MH mengatakan, jika dilihat dari aturan UU nomor 1 tahun 2015, penentuan wakil walikota harus memperhatikan partai pengusung. “Etikanya itu dari partai pengusung. Tapi, itu kan pada akhirnya dikembalikan lagi pada etika walikota definitif, karena merupakan hak prerogatif walikota,” ujar Lili kepada Radar, Jumat (13/3). Menurutnya, untuk saat ini belum waktunya menentukan wakil walikota. Sebab, wakil walikota saat ini masih dijabat oleh Drs H Nasrudin Azis SH. “Kalau sudah dilantik tuh baru membicarakan siapa pengganti wawali,” terangnya. Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi DPD PG Kota Cirebon Herawan Effendi mengungkapkan, rencana pendeklarasikan Hasanudin Manap menjadi calon wawali oleh Bapilu PD tidak menjadi permasalahan. Sebab, secara pribadi maupun kepengurusan PG, hal seperti itu merupakan hak warga negara untuk menyatakan sikap politiknya. “Sebagai bentuk saling menghargai dan menghormati, kami PG tidak akan mencampuri urusan rumah tangga partai lain. Begitu pun sebaliknya partai lain jangan mencampuri PG. Pada akhirnya nanti, pak Azis yang punya prerogatif memilih siapapun yang dia mau,” ungkapnya. Alasannya, kata dia, secara aturan di dalam UU nomor 1 tahun 2015 tidak ada satupun pasal yang menyebutkan bahwa wakil walikota harus dari partai pengusung. Jadi, siapapun yang akan dipilih nanti menjadi kewenangan penuh walikota. “Yang jelas untuk PG sendiri, kita sudah mengantongi nama-nama bakal calon wawali dan kami akan usulkan lebih dari satu nama. Rencananya, hari Senin depan, kita akan menggelar konferensi pers siapa calon wawali yang diusung DPD PG melalui rapat pleno,” terangnya. Dia mengungkapkan, calon yang muncul dari PG jika tidak dirapatplenokan dipastikan tidak sah, karena tidak melalui mekanisme partai. Perlu diketahui, pada hari Sabtu yang lalu, pihaknya telah mengirimkan surat kepada ketua DPD PG agar segera menggelar rapat pleno, salah satu agenda dari rapat pleno tersebut, membahas situasi politik Kota Cirebon pasca wafatnya Walikota Drs H Ano Sutrisno MM. “Surat kepada ketua DPD ditandatangani sekitar 20 orang pengurus PG. Dalam surat tersebut, kami nyatakan apabila dalam waktu satu minggu sejak surat tersebut diterima tapi ketua DPD tidak melaksanakan rapat pleno, maka kami akan mengambil sikap termasuk menentukan nama-nama bakal calon wawali. Artinya, nama-nama yang muncul saat ini belum dirapatplenokan. Karena kita belum menggelar rapat pleno, di luar rapat pleno itu jelas melanggar aturan partai dan tidak sah,” jelasnya. Sementara itu, Ketua DPD Partai Golkar Toto Sunanto, hingga kini masih sulit dikonfirmasi. Dia beralasan masih ada di Jakarta. “Saya masih di Jakarta sedang rapat,” singkat dia dalam pesan SMS-nya. Terpisah, Bendahara DPC PDIP Kota Cirebon, Imam Yahya SFil.I mengaku kaget dengan munculnya nama mantan Walikota Subardi sebagai kandidat E2. Sebab, nama itu mendadak muncul. Tapi, kemungkinan besar kalau Nasrudin Azis meminta Subardi sebagai wakilnya itu sah-sah saja. Lain halnya ketika PDI Perjuangan yang meminta, karena secara etika politik PDIP saat pilwalkot dulu sebagai rival. Dia mempertanyakan jika Subardi maju sebagai E2, mampu menjalankan visi misi Ano-Azis yang sudah tertuang di dalam RPJMD. Bahkan secara legal standing sudah diperdakan. Tentunya semua ini dikembalikan lagi ke yang bersangkutan. “Soal layak atau tidaknya Subardi sebagai mantan walikota dua periode menjadi E2 bukan menjadi parameter politik. Tapi, apakah beliau bisa mengimplementasikan visi dan misi yang sudah tertuang di dalam RPJMD?” ucapnya. Secara kacamata politik, tambah Imam, kriteria yang dipilih Nasrudin Azis mencari pendamping E2 itu adalah orang yang bisa sejalan dalam mengimplementasikan semua program yang ada di dalam visi misi dan tertuang di dalam RPJMD. “Saya yakin, keputusan politik yang akan diambil Azis pasti mengandung risiko. Tapi, semua risiko itu tentunya sudah diperhitungkan secara matang,” ungkapnya. Menurutnya, calon wawali itu berasal dari partai politik. Sebab, dalam menjalankan roda pemerintahan, dibutuhkan komunikasi. Apalagi, mitra eksekutif adalah legislatif, sedangkan legislatif merupakan jabatan politik. “Apakah dengan memilih birokrasi mampu melakukan komunikasi dengan partai politik? Minimalnya, Azis mengambil wakilnya dari parpol,” ungkapnya. Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi PDIP Cicip Awaludin SH. Dia mengatakan, munculnya Subardi sebagai kandidat E2 hal yang wajar dalam kancah politik. Apalagi, Subardi merupakan mantan walikota dua periode. “Meski demikian, penentuan wawali sendiri diserahkan sepenuhnya oleh walikota definitif,” ucapnya. Untuk sementara, PDIP belum membicarakan siapa yang akan diusulkan menjadi wawali. Tapi, PDIP banyak memilik kader-kader yang berpotensi menjabat E2, seperti Ketua DPC PDIP Edi Suripno, Imam Yahya, termasuk dirinya. “Ya mungkin pembahasan untuk E2 di internal PDIP akan segera dibahas untuk menentukan E2,” katanya. JADI BUMERANG Terpisah, mantan Wakil Walikota Cirebon, Dr H Agus Alwafier By MM mengingatkan Drs Nasrudin Azis yang akan dilantik menjadi walikota definitif, agar tidak memilih calon pendamping dari unsur partai politik. Hal ini sangat rentan bagi Azis dalam menjalankan pemerintahan ke depan. Namun demikian, tetap saja hak prerogatif penuh ada di tangan Azis. Hanya saja, apabila Azis memilih calon wakil walikota dari parpol, maka pemerintahan Kota Cirebon ke depan bisa menjadi bumerang. “Saya kira akan lebih baik mengambil kader dari luar parpol, karena kecenderungannya gak tuntas, yang kalah bakal terus-menerus mengganjal,” ujarnya kepada Radar Cirebon. Belum lagi, apabila tidak cermat memilih antara walikota dan wakilnya, bisa tidak sinergis di kemudian hari, karena tarik menarik kepentingan. Hal ini terbukti terjadi di berbagai pemerintahan. Antara walikota dan wakilnya pecah karena berbeda pandangan. Untuk itu, Agus Alwafier menyarankan agar Azis memilih dari kalangan profesional, baik dari birokrat, tokoh masyarakat ataupun akademisi. Namun dengan catatan, mereka yang dipilih harus memiliki jaringan yang luas, luwes bergaul, cerdas dan bertanggung jawab. “Boleh juga dokter tapi yang berwawasan entreprenuer yang mampu menggerakan potensi daerah, sehingga Kota Cirebon lebih maju,” ungkapnya. Di sisi lain, dengan memilih kader dari luar partai, kinerja Azis dalam mengendalikan roda pemerintahan akan cenderung lebih stabil. Sehingga pemkot bisa berlari untuk memajukan Kota Cirebon. “Pak Azis akan lebih enjoy bekerja dibandingkan jika mengambil orang dari partai yang akan capek ditelikung dari sana-sini dan menanggung beban berat, sehingga tidak bisa berlari,” ujarnya. Ditanya apakah dirinya berminat mendampingi Azis? Agus Alwafier mengaku saat ini dirinya sudah meninggalkan politik praktis. Dia saat ini tengah fokus menjalankan politik alokatif, yakni politik dakwah, sosial, pendidikan dan bisnis. “Sekarang saya konsern di sini. Banyak tokoh profesional lain yang bisa pak Azis ajak untuk membangun Kota Cirebon yang bukan untuk mencari duit tapi untuk mengabdi,” ungkapnya. Hanya saja, Agus tak menyebut siapa yang pantas menduduki posisi E2 tersebut. “Saya tidak saatnya menyampaikan nama orang, tapi pasti pak Azis dengan cermat bisa memilihnya,” tuntasnya. (sam/jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: