Pencairan BOS Madrasah Amburadul

Pencairan BOS Madrasah Amburadul

Baru Tersalurkan di Tujuh Kanwil JAKARTA - Wajar jika banyak pengurus madrasah berteriak mengeluhkan pencairan dana bantuan operasional sekolah (BOS) madrasah terlambat. Pencairan dana BOS madrasah yang di kelola Kemenag tahun ini memang ambudarul. Dari total 34 kantor wilayah (kanwil), baru ada tujuh kanwil yang sudah mencairkan. Ketujuh kanwil Kemenag yang sudah mencairkan dana BOS untuk madrasah itu adalah Lampung, Gorontalo, Banten, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, NTT, dan Maluku. Sementara kanwil lainnya masih belum mencairkannya. Tahun ini alokasi dana BOS madrasah di Kemenag mencapai Rp 8 triliunan. Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan pemicu keterlambatan pencairan dana BOS untuk madrasah ini bermula dari kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kementerian yang dipimpin Bambang Brodjonegoro itu mengubah dana BOS di Kemenag dari kelompok bantuan sosial (akun 57) menjadi kelompok belanja barang (akun 52). “Aturan ini tidak berlaku di Kemendikbud. Sehingga pencairan dana BOS di Kemendikbud untuk sekolah-sekolah umum tidak ada keterlambatan,” jelasnya. Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar itu mengatakan, perubahan akun oleh Kemenkeu itu membuat uang dana BOS madrasah yang sudah di kanwil masing-masing tidak bisa disalurkan ke sekolah. Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenag Mochammad Jasin membongkar alasan kenapa ada perubahan dana BOS madrasah dari kelompok bansos menjadi belanja barang. “Perubahan ini atas masukan dari KPK dan BPKP,” kata Jasin. Dia menjelaskan penyaluran dana BOS madrasah yang selama ini masuk kategori bansos, ternyata mengalami kebocoran. Artinya dana BOS madrasah yang sudah disalurkan tidak tepat sasaran dan jumlah. Nah supaya kebocoran penyaluran dana BOS madrasah tidak terulang lagi, maka dimasukkan dalam kelompok belanja barang. “Perubahan ini bukan berarti seperti kita meminda uang dari satu brankas ke brankas lainnya,” ujar mantan pimpinan KPK itu. Setelah dana BOS madra­sah masuk kelompok belan­ja barang, otomatis penge­lolaannya semakin rumit. Bagi madrasah yang mendapatkan dana BOS lebih dari Rp 200 juta, maka harus membuat rencana penggunaan secara detail sekaligus ditenderkan. Misalnya untuk membeli alat tulis kantor (ATK), langganan internet, dan pembangunan atau renovasi sekolah harus dilelang. Sedangkan untuk madrasah yang mendapatkan dana BOS di bawah Rp 200 juta, pengelolaannya bersiwat swakelola. (wan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: