BI Beri Kelonggaran KPR Perbankan
Khusus bank dengan performa NPL baik CIREBON - Bank Indonesia (BI) memberi kelonggaran atau disebut dengan istilah relaksasi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Ini dilakukan guna menyangga perekenomian secara nasional khususnya dari sisi pembangunan. Namun perlu diingat aturan ini hanya berlaku dan bisa dijalankan bagi perbankan yang memiliki angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah yang masih aman. Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Cirebon M Abdul Majid Ikram mengungkapkan, dalam kata lain kebijakan ini tidak bisa dijalankan bagi perbankan yang memiliki NPL tinggi. Relaksasi di sini dalam arti kelonggaran yang diberikan pada masyarakat, misalnya pembiayaan yang sebelumnya 70 persen bisa sampai 80 persen, begitu juga dalam urusan Down Payment (DP). Ini mengingat daya beli masyarakat sangat menurun. “Kebijakan ini sebenarnya bersifat untuk mendorong kegiatan ekonomi yang salahsatunya dilatarbelakangi perlambatan ekonomi nasional yang dulu 5,8 persen kini target 5,4 persen saja termasuk bagus,” ungkapnya pada Radar Cirebon, kemarin (4/8). Kondisi ini, sambung Majid, coba diantisipasi dengan meningkatkan daya beli masyarakat yang mulai lemah juga dengan menekan inflasi. Soal kebijakan ini tidak ada target angka khusus, kebijakan ini lebih kepada upaya agar kondisi ekonomi tidak benar-benar terjun bebas, sebab tak dipungkiri kondisi ekonomi termasuk Cirebon sedang melambat hampir di semua sektor. “Bagi bank yang sudah lama berkecimpung soal ini (layanan KPR, red) sepertinya nggak masalah, cuma perbankan yang baru masuk ranah KPR memang harus berusaha lebih keras lagi,” ujarnya. Mengapa kebijakan ini hanya bisa dijalankan oleh perbankan dengan performa NPL baik? Ambang standar NPL adalah 5 persen, perbankan yang memiliki NPL di atas 5 persen tentu harus mencadangkan sebagian modal untuk jaga-jaga jika ada kredit yang macet, di Cirebon sendiri NPL kini diangka 3,9 persen naik tipis dari sebelumnya 3,5 persen. Untuk itu selain kebijakan ini BI juga mulai gencar menyosialisasikan untuk menambah prinsip kehati-hatian dalam kredit. Jangan sampai hanya berjalan baik dalam jangka pendek tetapi macet tengah jalan. Majid menambahkan, pertumbuhan kredit Cirebon juga melambat per Juni 2015 yang tak sampai 10 persen. Ini juga terjadi diskala nasional yang hanya sekitar 13 persen dari target 15 persen. Namun pertumbuhan kredit perbankan syariah justru naik 11 persen dari bank konvensional yang naik 9 persen. “Share kredit bank syariah memang lebih sempit, cuma mengapa meningkat banyak faktornya. Salahsatunya dalam kondisi ekonomi seperti ini, dimana nilai dolar menguat kredit perbankan syariah memang lebih aman, kita tahu berapa besar cicilan sampai akhir tenor. Kalau bank umum naik turun, bahkan cenderung naik tergantung kurs dolar,” pungkasnya. (tta)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: