Jatah Freeport Mengarah ke Ketua DPR

Jatah Freeport Mengarah ke Ketua DPR

Sudirman Said Lapor MKD JAKARTA- Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Sudirman Said membuktikan pernyataannya, untuk melaporkan seorang politisi DPR yang mencatut nama Presiden Jokowi terkait permintaan saham PT Freeport. Meski Sudirman tak menyebutkan nama ‘politisi kuat’ yang dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Ketua DPR Setya Novanto memberikan bantahan bahwa dirinya adalah orang yang dimaksud oleh Sudirman. Sudirman memenuhi janjinya dengan mendatangi ruang sidang MKD di gedung Nusantara 2 DPR sekitar pukul 10.00 WIB. Mengenakan jas hitam dengan kemeja putih tanpa dasi, Sudirman hadir mengatasnamakan diri sebagai masyarakat. Dirinya diterima beberapa anggota MKD, di antaranya adalah Wakil Ketua Junimart Girsang dan anggota Hardi Soesilo. Usai menyampaikan laporan, Sudirman menyatakan bahwa hanya ada satu anggota DPR yang dia laporkan terkait pelanggaran etik itu. Sudirman tidak menyebut nama, inisial, atau asal fraksi anggota DPR yang dia laporkan, demi memastikan kelancaran proses pemeriksaan di MKD. “Saya telah menjelaskan nama, waktu dan tempat kejadian dan pokok-pokok pembicaraan yang dilakukan oleh oknum anggota DPR dengan pimpinan PT Freeport,” ujarnya. Menurut Sudirman, anggota DPR itu tercatat tiga kali bertemu dengan pimpinan PT Freeport. Pertemuan itu dilakukan dengan seorang pengusaha swasta. Sejak pertemuan awal, petinggi PT Freeport bercerita bahwa ada indikasi anggota DPR itu ingin meminta sesuatu, demi memuluskan upaya perpanjangan kontrak karya PT Freeport. ”Pertemuan pertama dan kedua mengarah pada proses meminta sesuatu, yakni permintaan saham yang akan diberikan kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla,” ujar Sudirman. Sudirman menyebut mendapat informasi itu langsung dari pimpinan PT Freeport. Seperti halnya nama politisi kuat yang dimaksud, Sudirman juga tidak menyebut nama pimpinan yang dia maksud. Dia menyatakan bahwa pada Senin, 8 Juli 2015, pukul 14.00 hingga 16.00 WIB, pihak Freeport merekam percakapan pertemuan ketiga itu. ”Ada permintaan saham 20 persen, yang disebutkan diperuntukkan bagi Presiden sebesar 11 persen, dan wakil presiden sembilan persen,” ujarnya. Tidak hanya itu, oknum anggota DPR itu juga mendorong Freeport menjadi investor sekaligus off taker proyek listrik di Papua. Sebagai kompensasi, anggota DPR itu meminta saham sebesar 49 persen, sementara sisa 51 persen adalah milik PT Freeport. Sudirman menyebut temuan itu sudah dia sampaikan langsung kepada Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. “Presiden dan Wapres marah sekali mendengar kabar ini,” kata Sudirman. Ditanya terkait hubungan dekatnya dengan petinggi PT Freeport, Sudirman menyatakan bahwa hal itu terjadi sejak dia menjabat sebagai menteri ESDM. Sejak dirinya memulai proses negosiasi perpanjangan kontrak dengan PT Freeport, Sudirman meminta agar ada laporan terkait interaksi perusahaan dengan setiap pemangku kepentingan di Indonesia. “Ini untuk menjaga agar keputusan yang diambil bisa transparan, mengutamakan kepentingan nasional dan bebas dari kepentingan pihak yang akan mengambil keuntungan pribadi,” ujarnya. Demi menjaga azas-azas praduga tidak bersalah, Sudirman mengaku memang tidak menyebut nama anggota DPR itu dalam forum terbuka. Dirinya ingin memberikan kesempatan kepada MKD untuk bekerja sesuai aturan dan konstitusi yang telah diatur untuk lembaga yang dulunya bernama Badan Kehormatan DPR itu. ”Saya percaya MKD sebagai lembaga penegak kehormatan anggota DPR akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan demi menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR,” ujarnya. Sudirman berpandangan, upaya anggota DPR menjanjikan sebuah cara penyelesaian kepada pihak yang bernegosiasi dengan pemerintah, sambil meminta pembagian saham adalah hal yang tidak patut dilakukan. Namun, meski ada indikasi praktik korupsi dalam dugaan pelanggaran itu, Sudirman memilih tidak melaporkan hal itu ke penegak hukum. “Yang menilai korupsi itu penegak hukum. Saya melaporkan pelanggaran etika, tentu tempatnya di MKD,” ujarnya. MKD setelah menerima laporan dari Sudirman langsung menggelar rapat pleno internal MKD pada sore harinya. Selama kurang lebih satu jam menggelar rapat tertutup, diputuskan bahwa perlu dilakukan verifikasi terhadap berkas yang disampaikan Sudirman, terkait dugaan pelanggaran etik seorang anggota DPR. “Pak Sudirman baru menyerahkan transkrip rekaman. Kalau ada transkrip harusnya ada aslinya. Kami harap Pak Sudirman atau kuasa hukumnya segera menyerahkan hasil rekaman asli, supaya kita bisa verifikasi laporan itu,” ujar Junimart Girsang. Rekaman yang dimaksud, tentu harus sesuai dengan isi transkirp yang diberikan kepada MKD. Transkrip sepanjang tiga halaman itu memuat percakapan tiga orang yang dikabarkan adalah seorang anggota DPR, salah seorang pengusaha, dan seorang pimpinan PT Freeport. “Kita harus combine keduanya, karena kalau transkrip bisa saja isinya dipotong-potong,” jelas Junimart Girsang. Waktu yang diberikan untuk melakukan verifikasi rekaman adalah selama 14 hari sejak dimasukkannya laporan. Junimart menyatakan semakin cepat Sudirman menyerahkan rekaman, makin cepat para staf ahli di MKD melakukan verifikasi. “Apakah kasus ini berlanjut di pemeriksaan atau tidak bergantung pada verifikasi itu,” ujarnya. Junimart tidak mau terpancing saat wartawan bertanya apakah anggota DPR yang dilaporkan Sudirman berinisial SN. Dirinya hanya memastikan bahwa siapapun pihak yang terkait dengan kasus PT Freeport ini akan dipanggil dan dimintai keterangan. “Karena itu, tolong awasi dan kawal kami di MKD ini,” tutupnya. Saat dikonfimasi di gedung parlemen, Setya Novanto mengaku tidak tahu jika Sudirman menyampaikan laporan pelanggaran etik terkait anggota DPR. Belum ditanya terkait siapa pihak yang dimaksud Sudirman, Novanto memberi klarifikasi bahwa yang dimaksud Novanto bukan dirinya. ”Yang jelas saya selaku pimpinan DPR tidak pernah untuk bawa-bawa nama presiden atau mencatut nama presiden,” kata Setnov-sapaan akrab Setya Novanto. Menurut Setnov, bila bertemu dengan Presiden Jokowi, dirinya hanya membicarakan masalah kebangsaan. Namun, tidak jarang pula jika pertemuan keduanya juga menyinggung terkait kinerja menteri. “Kalau yang berkaitan menteri, saya mengatakan hal yang benar dengan tujuan yang baik untuk bangsa dan negara,” ujarnya. Setnov juga menyebut sering bertemu pejabat-pejabat menteri, termasuk Sudirman. Dia ingat betul bahwa saat di Surabaya, dirinya ditemui oleh Sudirman. “Saat acara di Surabaya, beliau menemui saya. Bertemu itu hal yang biasa, banyak sekali pertemuan, saya tidak ingat,” ujarnya. Dia mengaku menghargai langkah MKD yang sudah menerima Sudirman. Dirinya kembali menegaskan bahwa pimpinan DPR tidak ada sangkut pautnya dengan kasus yang dilaporkan Sudirman. “Clear. Kita tidak pernah bawa-bawa nama presiden,” tandasnya. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai kasus yang dilaporkan Sudirman merupakan pertaruhan bagi MKD dan DPR. Adalah sesuatu yang tidak wajar menjanjikan sesuatu dengan mengatasnamakan pihak lain demi keuntungan sendiri. MKD harus transparan dalam mengusut kasus ini. ”Kalau itu tidak ditindaklanjuti dan putusannya aneh, saya pikir bubarkan saja MKD, gak ada gunanya,” kata Desmond. Menurut Desmond, lamanya waktu bagi Sudirman untuk melaporkan dugaan pelanggaran itu kemungkinan karena ada intervensi. Karena itu, Desmond tidak percaya jika pihak yang dilaporkan oleh MKD adalah anggota DPR biasa. “Ini levelnya pimpinan Komisi atau pimpinan DPR. Buat apa melayani anggota biasa,” ujarnya. Namun, harus pula dilihat mengapa akhirnya Sudirman berani mengambil keputusan itu. Apakah karena terkait reshuffle, atau karena memang demi kepentingan nasional. “Kita harus hati-hati melihatnya. Konsekuensi laporan ini adalah, siapapun orangnya dia mau menjual negara,” kata Ketua DPP Partai Gerindra itu. Desmond tidak mau menuding apakah itu terkait dengan Ketua DPR atau anggota lain. Namun, jika memang Novanto menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mencatut, hal itu justru menjadi bumerang. ”Jangan-jangan malah dia. Malah kita yang curiga,” tandas Desmond. Sosok Novanto sendiri memang sudah menjadi kontroversi saat akan diajukan sebagai calon Ketua DPR. Ini karena, banyak rekam jejak yang menunjukkan bahwa Novanto memiliki indikasi keterkaitan dengan berbagai kasus hukum. Data yang pernah dihimpun Indonesia Corruption Watch menyebutkan, Novanto pernah menjadi tersangka dalam skandal cessie Bank Bali senilai Rp546 miliar. Pada tahun 2010, Setya juga diberitakan diduga terlibat dalam penyelundupan beras impor dari Vietnam, sebanyak 60.000 ton. Dalam kasus proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin menyebut ada keterlibatan Novanto dalam kasus terkait. Selain itu, nama Novanto pernah disebut dalam kasus korupsi pembangunan fasilitas lapangan tembah PON 2012, yang menyeret mantan Gubernur Riau Rusli Zainal. (bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: