BNN Bikin Lapas Buaya
JAKARTA - Rencana Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Budi Waseso membangun lembaga pemasyarakatan (lapas) yang dijaga buaya dan piranha mulai direalisasikan. Dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) kemarin (24/11), muncul gagasan BNN memiliki lapas atau tahanan sendiri. Budi Waseso menuturkan, dalam rapat ini dibahas penguatan lembaga terutama BNN, salah satu yang dipertimbangkan adalah apakah perlu untuk membangun lapas untuk pembinaan dan pengawasannya langsung di bawah koordinasi BNN. “Bisa dibilang sedang mempertimbangkan kemungkinan BNN membuat lapas sendiri,” ujarnya ditemui setelah rapat tersebut. Langkah awal, selain telah menyurvei beberapa penangkaran buaya, juga berupaya untuk mengevaluasi beberapa poin utama dari rencana membangun lapas ini. Seperti, lokasi dan anggaran. “Yang penting, program ini nanti harus berjalan,” tuturnya. Saat ini, telah ada tim khusus yang terdiri dari BNN, kepolisian, dan sejumlah kementerian yang membahas terkait penjara yang dijaga buaya. Belum ada keputusan yang diambil dari rencana ini. “Semua akan dibahas detilnya,” ujarnya. Sementara tentang tarik ulur bahwa pengguna narkoba yang tertangkap harus tetap dipindana juga menjadi perhatian khusus. Sebab, Kapolri Jendral Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Anang Iskandar telah membuat telegram rahasia (TR) kepada polsek, polres, dan Polda, agar para pengguna yang tertangkap tidak di penjara tetapi direhabilitasi sesuai dengan UU Narkotika. Namun, sepertinya kepala BNN tidak sependapat dengan hal tersebut. Menurut Budi Waseso, pengguna secara sadar pada awal mengunsumsi narkoba. Bisa jadi karena terpaksa. Namun, tidak ada dari mereka yang melaporkan ke polisi tentang pemaksaan menggunakan narkoba. “Artinya, ada unsur kesengajaan dan harus dipertanggungjawabkan. Itu ada pidananya lho,” kilahnya. Tentang TR Kapolri dan Kabareskrim, dia menjelaskan bahwa semua pihak bisa bebas berpendapat. Namun, tidak boleh atas pendapat pribadi. “Kalau masalah seperti ini, harus sesuai dengan undang-undang. Yang jelas belum ada kesepakatan,” paparnya. Kalau memang ada undang-undang yang belum beres, maka seharusnya mekanisme yang ditempuh adalah merevisi UU. “UU itu harus disempurnakan terlebih dahulu, terutama UU narkotika,” paparnya. (idr/end)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: