Ibu Menangis Tes DNA, Guru Harap Tak Ada Azan Lain
Dugaan Keterlibatan Ahmad Muhazan alias Azan di Bom Sarinah Nama Ahmad Muhazan alias Azan kini menjadi buah bibir. Hal itu wajar, karena Azan diduga kuat sebagai salah satu pelaku aksi pengeboman di kawasan Sarinah, pekan kemarin. Jasad pria 25 tahun itu pun ditolak di kampung halamannya, Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu. TIM Dokkes Polri melakukan tes DNA terhadap keluarga Azan, Senin (18/1). Tes DNA dilakukan secara tertutup di salah satu ruangan Kantor Desa Kedungwungu. Pihak keluarga yang menjadi sampel tes DNA adalah Maemunah (54), ibunda Azan. Maemunah tak mengeluarkan sepatah kata pun. Miftah Khariri mewakili keluarga, mengatakan tes DNA terpaksa dilakukan di kantor desa, mengingat kondisi keluarga yang kurang memungkinkan. Ayah Azan yaitu Saroni (55) saat ini tengah sakit parah. Maemunah juga kurang sehat. “Kalau harus menjalani tes DNA di Jakarta tentu tidak mungkin, apalagi dari sisi biaya juga akan keberatan. Sementara kalau dilakukan di rumah, takut membuat pihak keluarga tertekan. Jadi kami pilih di kantor desa ini biar lebih nyaman,” tutur Miftah. Sekitar pukul 11.00, Maemunah dihadirkan di kantor desa dengan didampingi petugas dari Polsek Krangkeng dan perwakilan keluarga. Maemunah terlihat menitikkan air mata ketika memasuki kantor desa, untuk kemudian masuk ke sebuah ruangan di bagian belakang. Usai pemeriksaan, Ketua Tim Dokes Polri, Kombes dr Putut menjelaskan bahwa tes DNA ini dilakukan dengan mengambil air liur ibu Maemunah. Selain mengambil air liur, pihaknya juga melakukan pencocokan data-data spesifik tentang Ahmad Muhazan. Baik data mengenai ciri-ciri fisik atau tubuh Azan, maupun data-data lain seperti tanggal lahir dan berbagai data lainnya. “Jadi data yang kami ambil dari pihak keluarga ini nantinya akan kami cocokan dengan data yang ada di Jakarta,” terang Putut. Sementara itu terkait pro kontra pemakaman jenazah Azan di Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, masih belum menemui titik temu. Sebagian warga ada yang menolak jenazah Azan untuk dimakamkan di desa tersebut, karena dianggap telah mencemarkan nama desa dengan melakukan tindakan peledakan bom di Jakarta. Meskipun demikian, sebagian warga lainnya menyatakan bisa menerima jenazah Azan, untuk dimakamkan dekat dengan tempat tinggal orangtua dan keluarganya. Kuwu Desa Kedungwungu Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Ahmad Fuadi SE DH mengatakan pihaknya akan mengadakan bahsul masail atau musyawarah bersama, untuk memutuskan yang terbaik. “Yang pasti saya akan mengikuti keinginan warga. Mana yang terbaik akan kita ikuti,” ujarnya. Sebelumnya, Maemunah berharap jenazah Azan bisa dimakamkan di Desa Kedugwungu. “Kami mohon maaf kalau memang Azan salah. Tapi kami mohon jenazah anak saya bisa dimakamkan di sini (Kedungwung),” ujarnya terbata-bata. Di lain tempat, pihak sekolah MTs Negeri Krangkeng Kabupaten Indramayu mengaku terkejut dan sama sekali tidak menyangka Azan akan seperti sekarang ini. Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Sugiro MPd mengatakan dirinya baru tahu kalau Azan ikut tewas dalam ledakan bom di Sarinah Thamrin Jakarta setelah melihat di TV dan membaca koran. “Kita tentu saja ikut prihatin dengan kejadian ini. Mudah-mudahan tidak akan terjadi kepada generasi selanjutnya,\" kata Sugiro, yang pada saat itu mengajar Bahasa Inggris. Sugiro mengaku pernah mengajar di kelas Azan pada tahun 2006 atau sebelum Azan lulus. Ia mengaku tidak mengetahui seperti apa Azan pada saat itu, karena termasuk anak yang biasa-biasa saja atau tidak menonjol. “Yang pasti anaknya tidak menonjol atau seperti kebanyakan anak lainnya. Tapi dia juga tidak nakal dan termasuk anak yang pendiam atau tidak banyak omong. Selain itu juga termasuk anak yang rajin beribadah,\" ujarnya. Sebagai guru yang pernah mengajar Azan, Sugiro juga mengaku kaget dan kecewa atas kejadian ini. Apalagi dalam pemberitaan di berbagai media terpampang jelas ijazah Ahmad Muhazan yang berasal dari MTs Negeri Krangkeng. Ia hanya berharap, hal ini tidak mengurangi minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di MTs Negeri Krangkeng. Menyinggung tentang adanya penolakan dari sejumlah warga Desa Kedungwungu, Kecamatan Krangkeng, terhadap jenazah Ahmad Muhazan, Sugrio mengaku kurang setuju dengan hal tersebut. Menurutnya, karena sudah meninggal maka jenazah Azan mestinya bisa diperlakukan sama. “Mestinya biarkan saja bisa dimakamkan di desa kelahirannya. Yang lebih penting adalah bagaimana memutus mata rantai agar apa yang telah dilakukan oleh Azan tidak menurun ke generasi di bawahnya,” ujar Sugiro. (oet)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: