DPUPESDM Tolak Ajuan Izin Fly Over

DPUPESDM Tolak Ajuan Izin Fly Over

Bappeda, KLH dan DPUPESDM Merasa Dilangkahi Kementerian PU KESAMBI– Rencana pembangunan fly over atau jalan layang di Jalan Wahidin-Jalan Slamet Riyadi mendapat tentangan masyarakat dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (DPUPESDM). “Kami menjalankan perintah walikota untuk berkomunikasi dengan provinsi dan Kementrian PU terkait fly over. Prinsipnya kami keberatan dan menolak,” tegas Kepala DPUPESDM, Ir H Yoyon Indrayana MT, kepada Radar, Kamis (21/1). Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon melalui DPUPESDM, kata Yoyon, telah membuat surat keberatan atas rencana pembangunan fly over Jalan Wahidin-Jalan Slamet Riyadi Krucuk. Pasalnya, rencana pembangunan fly over tersebut bukan proyek usulan dari Pemkot Cirebon. Kementerian PU seolah tidak ada koordinasi dengan Pemkot Cirebon. Padahal, pemkot ingin agar fly over dibuat untuk kereta api. Artinya, kereta api yang menggunakan jalur atas sementara kendaraan lain menggunakan jalanan biasa. Bila membangun flyover untuk mengurai kemacetan kota, setidaknya harus ada tujuh jalan layang baru di seluruh titik kemacetan Kota Cirebon seperti Jalan Kartini, Jalan Pangeran Drajat dan sejumlahruas jalan lainnya. “Keberadaaan tujuh fly over baru akan berakibat pada tata ruang dan pergerakan lalu lintas bertambah kacau,” tandas dia. Diungkapkan dia, persoalan ini dimulai dari kedatangan perwakilan Kementerian PU ke Kantor Lingkungan Hidup (KLH). Kunjungan ini banyak kejanggalan karena Kepala KLH Kota Cirebon, Ir Agung Sedijono MSi tidak mengetahui sejauh mana dan kapan studi kelayakan rencana pembangunan fly over itu disusun. Saat itu, Kementerian PU tiba-tiba mengajukan izin lingkungan dengan terlebih dulu membahas dokumen UKL UPL. “Mereka menyebutkan akan bangun fly over dari Jalan Wahidin ke Krucuk. Atas hal itu, saya langsung mengundang instansi terkait tingkat Kota Cirebon,” kata Agung. Dalam rapat besar itu, pembahasan meliputi dampak yang terjadi akibat pembangunan fly over. Mulai dari dampak dalam tahapan pra konstruksi, pembangunan, sampai operasional. Berkaitan dengan perencanaan, secara kelembagaan meminta pejabat Kementrian PU yang hadir, agar melakukan sosialisasi tingkat Kota Cirebon tentang rencana pembangunan fly over tersebut. Menurut informasi dari Kementrian PU, ujar Agung, alasan dibangun fly over di Jalan Wahidin-Slamet Riyadi menjadi kewenangan Kementerian PU karena statusnya jalan negara. Hal ini bertepatan dengan persoalan rel kereta api yang membuat macet lalu lintas Kota Cirebon. Karena Jalan Wahidin bukan jalan nasional, Kementrian PU akhirnya koordinasi dengan Pemerintah Kota Cirebon. Bila dipandang perlu, tukasnya, KLH Kota Cirebon akan menunda persetujuan dokumen UKL UPL sampai ada kata sepakat antara Kementerian PU dan Pemkot Cirebon. Di tempat terpisah, Kepala Bidang Fisik dan Lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Cirebon Arif Kurniawan ST mengatakan, Detail Enginering Design (DED) pembangunan fly over Jalan Wahidin-Slamet Riyadi sudah dibuat Kementerian PU tanpa ada tembusan ke Kota Cirebon. “Bappeda merasa dilangkahi,” katanya. Pasalnya, sebagai garda terdepan rencana pembangunan di Kota Cirebon, Bappeda baru mengetahui ada rencana fly over Jalan Wahidin-Slamet Riyadi saat rapat UKL UPL di KLH Kota Cirebon pada Desember 2015 lalu. “Tidak ada koordinasi dengan Pemkot Cirebon. Seharusnya mereka sosialisasi dulu agar ada kesepahaman semua pihak,” sesalnya. Organda Tidak Setuju DPD Organda Cirebon juga menolak pembangunan fly over. Menurut Wakil Ketua DPD Organda Cirebon, luas wilayah Kota Cirebon yang kecil dan perkotaan yang padat tidak cocok dibangun fly over. Dirinya lebih setuju proyek itu dialihkan ke pembangunan underpass untuk kereta api. “Kalau maksa fly over jaraknya begitu pendek, malah kacau nanti lalu lintasnya,” tuturnya. Masalah utamanya, kata Tobroni, adalah frekuensi lintasan kereta api dan seluruh perlintasan di Kota Cirebon double track. Wajar saja kalau terjadai penumpukan kendaraan di beberapa titik. Karena masalahnya adalah kereta api, jadi sebaiknya kereta api saja yang dibangunkan underpass. “Kalau pun dipaksakan dibangun fly over akan sia-sia. Manfaatnya tidak begitu dirasakan pengguna jalan. Tapi, ketika underpass dampaknya sangat positif,” katanya. Bila dibangun underpass, Tobroni yakin, persoalan lalu lintas Jl RA Kartini selesai dengan sendirinya. Tidak ada lagi utilitas yang menyebabkan penumpukan kendaraan seperti yang saat ini biasa terjadi. Kemudian, sopir angkot juga tidak dirugikan karena jalur trayeknya tidak diubah. Rumah, makan, hotel dan mall pun tidak dirugikan. Soal kemacetan di dalam kota, menurutnya, itu merupakan konsekuensi dari sebuah kota yang menjadi destinasi. Bahkan, lima sampai sepuluh tahun mendatang, kemacetan di kota semakin parah. (sam)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: