Hartawan Melawan, Kumpulkan Bukti Kasus Bank Century

Hartawan Melawan, Kumpulkan Bukti Kasus Bank Century

JAKARTA - Kendati telah dijebloskan ke penjara, drama pelarian buron Bank Century Hartawan Aluwi belum berakhir. Lelaki yang terbukti melarikan uang nasabah Antaboga (instrumen investasi yang dijual di Bank Century) itu justru sedang mengumpulkan kekuatan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) kasusnya ke Mahkamah Agung (MA). Kuasa hukumnya berencana mengajukan PK itu pekan depan. Joko Sulakso, kuasa hukum Hartawan, menuturkan, kliennya divonis dalam kondisi inabsentia. Ketika itu, Hartawan tengah lari ke Singapura. Joko berpandangan, jalannya sidang dengan dakwaan bahwa Hartawan melakukan penipuan itu belum bulat. ”Saya pastikan, fakta yang terjadi tidak seperti dakwaannya,” paparnya kemarin. Apalagi, lanjut dia, selama ini jaksa penuntut umum (JPU) hanya mendapatkan bukti dari PT Anta Boga Delta Sekuritas dan sejumlah pihak lainnya. Namun, lanjut dia, belum ada bukti dari Hartawan. Karena itu ada sejumlah hal yang belum terkuak. ”Padahal, Hartawan juga memiliki sejumlah data,” tuturnya. Lalu, apa bukti baru yang akan diajukan tersebut? Dia menuturkan, bukti itu telah dimiliki sebagian. Sisanya, semua masih dikumpulkan dan itu akan digunakan dalam pengajuan PK. ”Keluarga Hartawan sedang mengumpulkan semua bukti baru itu. Tunggu saat sidang PK nanti ya,” ujarnya. Dia mengatakan, peran Hartawan dalam kasus penipuan nasabah Bank Century itu tergolong kecil. Sebab, ada pihak lain yang mengatur semua upaya tersebut. ”Kami tidak ingin menyudutkan orang lain. Tapi kenyataannya Robert Tantular (eks pemilik Bank Century) yang memiliki peran utama terjadinya penarikan uang nasabah,” ungkapnya. Apakah Hartawan merasa tidak mengambil uang nasabah sebanyak Rp408,4 miliar? Dia mengungkapan bahwa soal itu pihaknya masih membahasnya dengan tim kuasa hukum. ”Itu masih kami cari informasinya,” jelasnya. Karena itu pula, Hartawan juga belum membayar denda Rp10 miliar yang menjadi vonis pengadilan. ”Harus dilihat, apakah berubah atau tidak di sidang PK. Tapi, kalau untuk hukuman badannya, klien kami telah menerimanya,” paparnya. Selain itu, dia menilai janggal penangkapan kliennya. Sebab, lanjut dia, beberapa bulan sebelumnya Hartawan sudah menginginkan untuk menyerahkan diri ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Kuasa hukum juga sudah berkomunikasi dengan Kejagung. ”Kami telah membahas upaya penyerahan diri itu dengan jaksa, tepat sebelum Hartawan ditangkap,” katanya. Namun, secara tiba-tiba pemerintah Singapura tidak memperpanjang permanent resident. Akhirnya, Hartawan mencoba mendatangi Kedutaan Besar Indonesia di Singapura. ”Secara mendadak, ditangkaplah Hartawan oleh Bareskrim,” jelasnya. Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad justru tidak mengetahui bila kuasa hukum Hartawan sudah berkomunikasi terkait rencana penyerahan diri tersebut. ”Saya tidak mengetahui ada keinginan serahkan diri,” jelasnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin. Dia mempertanyakan siapa jaksa yang diajak berkomunikasi oleh kuasa hukum Hartawan. ”Dengan siapa membahasnya, sebagai Jampidum saya malah tidak mendengar itu,” jelasnya. Terkait rencana untuk mengajukan PK, Jampidum justru mempersilahkan. ”PK itu hak setiap warga negara. Justru dengan mengajukan PK tentunya proses hukum lebih cepat dan lebih jelas,” ujarnya. Jampidum akan selalu siap untuk menghadapi proses hukum yang diajukan terpidana. ”Kami siap-siap saja,” paparnya mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) tersebut. Lalu, bagaimana proses penyitaan aset dari Hartawan? Dia menerangkan bahwa sebenarnya vonisnya untuk Hartawan hanya pidana badan selama 14 tahun dan denda Rp10 miliar yang dapat diganti dengan penjara enam bulan. ”Tapi, uang hasil penipuannya tetap akan diupayakan bisa kembali ke nasabah yang tertipu,” jelasnya. Caranya, nanti semua barang bukti berupa aset hasil penipuan itu akan dikumpulkan. Lalu, dilakukan lelang untuk aset tersebut seperti surat berharga dan rekening bank di Hongkong. ”Semua hasil penipuan itu akan dibagi secara rata pada para korban. Saya harap para korban lebih bersabar,” ujarnya. Kadivhumas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menuturkan, upaya pencarian terhadap dua buronan terakhir kasus Bank Century Anton Tantular dan Hendro Wiyanto juga terus dilakukan. Bahkan, sebenarnya lokasi dari kedua pelarian ini telah terendus. ”Tunggu waktunya saja,” bebernya. Karena khawatir keduanya kabur dan berpindah negara kembali, Polri tidak bisa mengumumkan lokasi dan berbagai upaya yang dilakukan untuk menangkap. ”Ini masih rahasia,’ papar mantan Kapolda Banten tersebut.  (idr/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: