Ketika Guru Semakin Sering Disalahkan

Ketika Guru Semakin Sering Disalahkan

Persoalan kekerasan terhadap siswa di bangku sekolah menjadi perhatian khusus. Dibalik pro kontra hukuman fisik kepada siswa, guru juga fungsi mendidik. Di mana di dalamnya ada reward and punishment. TUGAS seorang guru sangat mulia. Guru profesional harus memiliki kemampuan melakukan tugas mendidik dengan baik. Tapi terkadang, dalam pelaksanaan di lapangan ada aspek tertentu yang membuat guru melakukan tindakan fisik. Sanksi ini terkadang kerap salah arti. Tidak sedikit guru yang berurusan dengan aparat hukum gara-gara menjatuhkan sanksi kepada siswa. \"Memang untuk dibilang baik semua guru itu baik. Cuma ada metode mendidik yang kadang berbeda,\" ujar Ajeng Tias, siswi SMAN 2 Cirebon. Terkait hukuman fisik yang terkadang diterapkan guru, sebagai siswa Ajeng tak mempersoalkan. Hanya saja, dia juga menyarankan agar guru punya batasan. Pada beberapa hal, tindakan keras tidak serta merta membuat siswa itu bisa menjadi baik. \"Kalau siswa bandel dan membuat guru jengkel, boleh saja dihukum fisik. Tapi ada batasannya. Jangan kontak fisik yang berlebih,\" sarannya. Sebagai siswa, Ajeng memahami masing-masing guru memilik karakter yang berbeda. Ada guru yang membuat siswa takut, dengan caranya yang  cenderung keras. Ada juga guru yang berhasil membuat siswa respect tanpa harus bertindak keras. Hal tersebut diamini siswa lainnya, Ranaldi Candra Wibowo. Dia mengungkapkan, siswa punya kewajiban mentaati aturan yang ada. Kalau melanggar, sudah sewajarnya menerima hukuman. Tetapi, siswa juga bisa membedakan hukuman mendidik dan hukuman yang dilatarbelakangi emosi. “Selagi itu masih wajar hukumannya ya gak apa-apa, kita terima kalau berbuat salah,\" tutur Ranaldi. Salah seorang guru di SMAN 2 Cirebon, Dra Mumun Maemunah menambahkan, keberadaan dan peran guru ibarat orang tua siswa saat di sekolah. Oleh karenanya, selain mengajar dan memberi ilmu, guru pun baiknya mendidik siswa dengan kasih sayang. Sehingga, tindakan kekerasan dalam bentuk apapun, tidak dibenarkan dalam proses pendidikan. Bagaimanapun juga guru diharapkan mampu memanusiakan manusia. Mumun mengaku prihatin terkait kasus kekerasan oleh oknum guru yang terjadi beberapa waktu lalu. Menurutnya, tindakan kekerasan terlebih kontak fisik yang tidak sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM), bukan dijadikan sebagai alasan memberikan hukuman. \"Diharapkan jangan sampai terulang kembali di sekolah-sekolah lainnya. Bagaimanpun ini tanggung jawab kita bersama memberikan sesuatu yang terbaik,\" tuturnya. Mumun menilai, guru tak cukup sebagai petransfer ilmu kepada siswa saja. Tapi juga berperan penting dalam pembentukan karakter siswa saat di sekolah. Sekolah sudah punya aturan, siswa harus menaati dan orang tua siswa pun harus paham. Yang harus ditekankan, guru bukan saja mentransfer ilmu saja tapi juga memberikan pendidikan karakter kepada siswa. Sementara itu, Psikolog Linda Wati MPSi meminta para guru mengubah pendekatan terhadap siswa, khususnya berkaitan dengan pemberian hukuman. Dewasa ini, praktek kekerasan terhadap peserta didik tidak dibenarkan. Sebab, jamannya sudah berbeda dan tuntuannya pun berbeda. Bila ada siswa melakukan pelanggaran, baiknya ditegur dan menanyakan alasan sampai melakukan pelanggaran tata tertib yang berlaku di sekolah. \"Sebagai guru itu tugasnya mendidik, tapi bila yang dididik tidak mau dengar perlu pendekatan lebih,\" ujarnya. Pendekatan yang dimaksud adalah komunikasi dengan orang tua siswa yang bersangkutan. Sebab, pada beberapa kasus anak menjadi trouble maker di sekolah, karena ada persoalan di rumah. Komunikasi dengan orang tua, bisa membuat penyelesaian masalah dengan baik. Termasuk bila ada pemberian sanksi. Orang tua akan memahami atas sanksi yang dijatuhkan. “Orang tua juga wajib memberi perhatian di rumah. Kalau di rumahnya baik, di sekolah juga akan baik,” tandasnya. Linda menekankan, bila masih ada guru yang berbuat kekerasan kepada siswa, ada hal yang harus diingat. Perbuatan kekerasan itu besar kemungkinan akan ditiru siswa tersebut di kemudian hari. Hal ini harus menjadi perhatian kalangan pendidikan. WIBAWA GURU SEMAKIN MENURUN Di lain pihak, kalangan pendidikan juga merasa ada degradasi dalam fungsi guru sebagai pendidik. Imbasnya, sangat dirasakan perbedaan mencolok dalam memberikan penghormatan dan ketaatan terhadap aturan. Banyaknya guru yang berurusan dengan hukum, membuat muncul kegamangan terhadap proses pendidikan di sekolah. Guru semakin terkesan formalitas dalam mengajar. Mereka terlalu hati-hati bahkan apatis terhadap fungsi sebagai pendidik. Para guru khawatir dilaporkan ke aparat hukum atas sanksi tertentu yang diterapkan kepada siswa. Kepala Dinas Pendidikan, Dr H Wahyo MPd mengaku sudah menangkap fenomena ini. Guru menjadi rawan dikriminalisasi. Kondisi guru dan penghormatan siswa terhadap pendidik saat ini berbeda dengan era dulu. Dahulu, proses transfer keilmuan berbanding lurus dengan sikap perilaku murid. Bahkan, penghormatan kepada guru sama seperti kepada orangtua. “Sejatinya guru merupakan orang tua di sekolah. Saya yakin dengan sangat, tidak ada satupun guru yang ingin menyakiti anak didiknya. Sanksi itu semata-mata hanya menegakan aturan disiplin,” ucapnya, akhir pekan kemarin. Kondisi penghormatan terhadap guru era dulu mengalami pergeseran nilai. Saat ini, ujar Wahyo, wibawa guru tidak lagi seperti sebelumnya. Bahkan, banyak siswa yang melakukan pelanggaran aturan, saat diingatkan justru melawan. Dengan kondisi demikian, akhirnya guru jadi segan menegakkan disiplin. Di keseharian mereka hanya menyampaikan pelajaran sesuai kewajibannya. Adapun paham atau tidak anak didik dalam menyerap pelajaran tersebut, dianggap risiko masing-masing. Persoalan seperti ini, perlu solusi segera. Bila tidak, lambat laun menjadi salah satu penyebab kemunduran kualitas generasi penerus dan pendidikan. Wahyo menceritakan, saat dia menjadi guru pada tahun 1990-an, murid yang melanggar aturan dihukum dengan disiplin. Hal ini tidak membuat marah orang tuanya. Bahkan, ketika anak didik tersebut melapor ke orang tuanya, justru anak didik tersebut dapat sanksi tambahan di rumah. Beda kondisinya dengan sekarang. Orang tua hampir selalu membalas sikap guru yang menegakan disiplin aturan itu dengan kemarahan. Contoh terbaru,ada guru yang dilaporkan ke pihak berwajib karena tindakan penegakkan disiplin di sekolah. “Wibawa guru harus kembali. Ini tanggung jawab semua pihak,” tegasnya. (mike dwi setiawati/yusuf suebudin)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: