Ramai-ramai Eksodus ke Sekolah Favorit

Ramai-ramai Eksodus ke Sekolah Favorit

SMAN 6 Buka Kelas Siang, SMPN 11 Bakal Ubah Lab IPA Jadi Kelas CIREBON - Penerapan PPDB online tahun 2012 yang disusul PPDB jilid dua, membawa dampak buruk. Kemarin, saat Radar berkunjung ke SMAN 6 Cirebon, proses pendaftaran ulang masih berjalan, beberapa anggota LSM pun masih ‘berkeliaran’ di lingkungan sekolah. Kepala SMAN 6 Cirebon, Drs Totong Muslihat N MM membenarkan, akan ada penambahan 90 siswa dari PPDB jilid 2. Hanya saja, karena keterbatasan kelas, akhirnya ruang-ruang seperti laboratorium dan aula dijadikan kelas. Bahkan, ruang kepala sekolah pun ‘dikorbankan’ untuk kelas. “Dari awal memang jumlah kelas sudah kurang. Dengan ditambahnya 90 siswa itu juga, kami sebenarnya bingung ingin ditempatkan di mana?” ujarnya. Akhirnya, diputuskanlah adanya kelas siang yang dimulai sejak pukul 13.00 WIB hingga 17.30 WIB. “Ya habis mau bagaimana lagi, tidak ada kelas lagi, untuk kursi saja kita kekurangan,” ujarnya. Untuk penerimaan siswa dari PPDB jilid dua, kata dia, pihak sekolah hanya mau menerima siswa yang mendapat rekomendasi dari Ketua DPRD, Drs Nasrudin Azis. Wakasek Kesiswaan SMAN 6 Cirebon, Susilowati mengatakan, hingga Sabtu kemarin, total siswa yg diterima masih berdasarkan kuota PPDB online. Pihak sekolah, kata dia, sebenarnya enggan untuk menggelar kelas siang. Hanya saja, karena siswa membeludak, maka kelas siang diadakan. “Ya bagaimana ya, kelas saja kurang. Jadi mau tidak mau siang. Kalaupun nanti ada orang tua yang protes, ya kita bisa apa, karena semua kelas sudah penuh,” ujarnya lagi. Saat Radar mengunjungi SMAN 6 Cirebon, Anggota Komisi C DPRD Kota Cirebon, H Sumardi rupanya sedang melakukan pemantauan. Melihat ada siswa yang belajar di ruang kepala sekolah, politisi PAN itu mengganggap adalah suatu hal yang memprihatinkan. “Kepala sekolah kan harusnya punya ruang sendiri, tapi ini kok malah jadi kelas,” ujarnya. Seharusnya juga, kata dia, siswa mendapatkan kenyamanan dalam pembelajaran. Apalagi, kata dia, siswa yang belajar di ruang kepala sekolah adalah siswa akselerasi. “Siswa itu kan harus mendapatkan perhatian dan kenyamanan dalam belajar,” lanjutnya. Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Drs Dana Kartiman yang juga sedang melakukan pemantauan mengatakan, sekolah memang harus melayani masyarakat, hanya saja, harus diperhitungkan juga kemampuan guru mengajar dan jumlah kelasnya. Melihat kondisi di SMAN 6 Cirebon, Dana mengaku prihatin. Dia mengatakan, ada alternatif solusi bila memang SMAN 6 Cirebon sudah tidak bisa menampung siswa. “Kalau sudah terpaksa sekali, ya siswa SMAN 6 Cirebon kita titipkan di sekolah lain. Soalnya kan banyak kursi di sekolah lain yang menganggur karena tidak dapat siswa,” jelasnya. Dia juga mengatakan, banyak alternatif lain yang bisa ditempuh. Dana juga menyarankan pada siswa yang sudah masuk ke satuan pendidikan melalui jalur yang resmi, tidak usah beralih ke sekolah lain. Sementara itu, berdasarkan sebuah sumber yang enggan disebutkan namanya, siswa yang beralih ke SMAN 6, SMAN 3 atau SMPN 6, kebanyakan adalah siswa yang tadinya sudah diterima di sekolah negeri, seperti SMAN 8, SMAN 9 atau SMAN 5. Bahkan siswa dari beberapa sekolah favorit seperti SMAN 4 Cirebon pun ikut hijrah ke sekolah favorit lainnya. “Karena ada kebijakan dibuka lagi, mereka pada pindah ke sekolah lain,” jelasnya. Sementara itu, dikonfirmasi, Kepala SMAN 8 Cirebon, Nendi SPd membenarkan bila tahun ini terjadi kekurangan siswa di sekolahnya. Ditemui di ruang kerjanya, Nendi mengatakan, SMAN 8 Cirebon kekurangan sekitar 104 siswa dari kuota yang ada. Dengan jumlah siswa 256 siswa, mau tidak mau akhirnya satu kelas hanya berisi 26 hingga 28 siswa. Karena, dari awal pembukaan pendaftaran, pihak sekolah sudah merencanakan 9 kelas. Apakah PPDB jilid 2 berpengaruh pada pengurangan siswa? Nendi mengatakan, kalau selama dibukanya PPDB jilid dua, baru ada 1 siswa yang mengundurkan diri. Menurutnya, kekurangan siswa, tidak hanya terjadi di SMAN 8 Cirebon. Tapi di sekolah lain seperti SMAN 9 Cirebon dan SMAN 5 Cirebon terjadi kekurangan. Bahkan, Nendi bersama kepala sekolah lainnya akan mengusulkan khusus untuk sekolah yang di-protect tidak menggunakan PPDB online. Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Pendidikan, SMAN 5 Cirebon masih kekurangan 51 siswa, SMAN 9 kekurangan 161 siswa dan SMAN 8 Cirebon kekurangan 104 siswa. Sementara, informasi yang menyatakan SMPN 11 kekurangan siswa, dibantah Staf SMPN 11, Rubimin SPd. Menurutnya, informasi itu justru terbalik, yang terjadi sebenarnya, SMPN 11 kelebihan daya tampung siswa, akibat banyaknya titipan dari sejumlah LSM, pejabat pemerintah dan partai politik. Dia mengaku, pihak sekolah tidak bisa menolak, karena saat pendaftaran PPDB dibuka kembali, banyak siswa yang terpaksa diterima karena pihaknya diancam oleh sejumlah oknum. “Kita di sini mendapat tekanan agar mau memasukkan anaknya bersekolah di sini,” jelasnya kepada Radar di ruang TU, Senin (23/7). Saat ini SMPN 11 sudah kelebihan daya tampung, dari yang semestinya 280 tempat duduk, kini berjumlah 337 siswa. Artinya, sudah kelebihan 57 siswa yang rata-rata titipan terbanyak dalam daftar adalah atas nama orang berinisial Jr. Pihak sekolah terpaksa menumpuk kelas dengan jumlah masing-masing satu kelas diisi 48 siswa. “Kalau masih belum bisa, laboratorium IPA akan kami jadikan kelas,” ungkap Rubimin. Lain hal di SMPN 7, para orang tua siswa protes dan menanyakan terkait adanya sejumlah biaya atribut sekolah yang dirasa cukup memberatkan orang tua siswa. Dari lembaran yang didapat, para orang tua siswa diminta untuk membayar uang sejumlah Rp740.000 untuk kepentingan pembelian atribut sekolah melalui koperasi sekolah. Namun harga-harga yang dicantumkan terkesan dimahalkan. “Topi aja Rp20 ribu, padahal di luar Rp10 ribu. Ini atribut emblem sekolah 2 pasang Rp55 ribu, mahal sekali, padahal di luaran Rp2 ribuan,” ujar salah seorang orang tua murid yang namanya minta tidak dikorankan. Dalam daftar koperasi tersebut, pihak sekolah seperti mengharuskan orang tua siswa agar membeli di koperasi terkait atribut sekolah, karena semuanya dipasang logo SMPN 7, seperti batik, kaus kaki berlogo, kerudung berlogo, sabuk sekolah, pas foto, kartu osis, asuransi. Dan yang anehnya, ada dana hibah sebesar Rp50 ribu untuk koperasi siswa sekolah. Pihak sekolah sendiri saat dimintai keterangan belum bersedia berkomentar mengenai adanya keluhan tersebut dan terkesan diam. Kepala SMPN 7 Agus Setyadiningrat SPd MM bahkan sampai siang hari belum terlihat berada di sekolah. SWASTA SIAP-SIAP GULUNG TIKAR Keputusan Pimpinan DPRD yang mengambil langkah untuk membuka kembali pendaftaran ulang PPDB mendapat sorotan tajam dari sesama anggota DPRD. Mantan Ketua Komisi C DPRD Kota Cirebon, Djoko N Poerwanto mengatakan, keputusan pimpinan DPRD tersebut seolah mengisyaratkan kehendak para pengambil kebijakan agar sekolah swasta gulung tikar. Joko menilai, langkah pimpinan DPRD adalah langkah blunder. “Ini suatu langkah blunder yang seharusnya tidak perlu terjadi. Implikasi dari kebijakan reaktif ini adalah penerimaan siswa baru yang tidak merata. Bahkan di SMA Widya Utama, seharusnya 6 kelas, ini baru 15 orang,” ujarnya, kemarin. Sekolah negeri saja, kata dia, sudah kekurangan siswa. Penumpukan siswa yang terjadi saat ini, kata dia, melebihi kapasitas ruang kelas yang tersedia. Misalnya, kata dia di SMAN 6 Cirebon, kelebihan sekitar 90 siswa, sementara ruang kelasnya kurang. Dengan dibukanya PPDB online jilid 2 ini, Djoko menilai tidak ada gunanya standar di suatu sekolah atau passing grade. Terlebih, dengan adanya wacana perlunya penambahan ruang kelas baru bahkan sekolah negeri baru, justru akan membuat semakin tipis kelangsungan hidup sekolah swasta. (kmg/aff)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: