Warga Desa Kemarang Cari Air Pakai Gerobak Hingga 2 KM

Warga Desa Kemarang Cari Air Pakai Gerobak Hingga 2 KM

GREGED - Meski tahun ini Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan jika tahun ini sebagian wilayah di Pulau Jawa, termasuk Cirebon terkena dampak badai La Nina, sehingga muncul istilah kemarau basah, namun tetap saja ada beberapa daerah yang mengalami krisis air. Seperti yang terjadi di Desa Kamarang, Kecamatan Greged dan sekitarnya. Sejak dua bulan lalu, warga sudah mengalami kesulitan mencari air bersih untuk keperluan mandi, cuci dan kakus. Begitu juga untuk konsumsi air minum sehari-hari. Mamah (50) warga RT 06 RW 03 Desa Kamarang, mengaku harus mengambil air bersih menggunakan jeriken yang diangkut pakai gerobak untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. “Saya dan tetangga yang lain, harus antre ambil air di mata air yang jaraknya 2 KM,” ucapnya. Bahkan, jika tidak memungkinkan untuk mengambil air, warga harus membeli kepada pedagang air dadakan. “Harganya satu jeriken Rp2.500,” jelasnya. Diakui Mamah, kekeringan atau krisis air bersih kerap terjadi setiap tahun. Manakala musim kemarau, baik bersifat basah atau kering, tidak berpengaruh. “Di sini setiap tahun, sumur-sumur yang dalamnya lebih dari 15 meter kering kalau sudah tidak ada hujan,” ungkapnya. Sementara, Kuwu Desa Kamarang, Kecamatan Greged, Nuryadi sudah berupaya agar kekeringan yang sering terjadi di desanya bisa diatasi. Salah satunya, membangun satu unit weslic atau tempat penampungan air yang jaraknya tidak jauh dari balai desa. “Meski tidak terlalu optimal, tapi cukup membantu,” terangnya. Pihaknya mengaku, banyak lembaga yang menawarkan program penampungan air bersih. Namun, minimnya lahan milik desa menjadi kendala bagi pemerintah desa untuk menerima program tersebut. “Kalau ada tanah milik desa, saya ambil. Tapi di sini kami tidak punya,” ucapnya. Terkait adanya mata air yang menjadi sumber satu-satunya air bersih untuk kebutuhan warga, Nuryadi mengaku jika lokasi mata air tersebut berada di atas tanah milik pribadi, sehingga desa tidak dapat melakukan intervensi terlalu jauh. “Pemilik tanah tidak mau menjual, tapi mempersilakan warga untuk mengambil air bersih,” pungkasnya. (jun)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: