Sudah 10 Tahun BIJB Kertajati Tidak Kelar-kelar

Sudah 10 Tahun BIJB Kertajati Tidak Kelar-kelar

MAJALENGKA- Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka, harus tetap jalan. Meski belum bisa dilakukan melalui APBN, bukan berarti pemerintah daerah tinggal diam. Pemprov dan DPRD Provinsi Jabar sudah menggelontorkan anggaran untuk pembangunan BIJB. Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat H Pepep Saeful Hidayat SIKom menyebutkan, tahun ini dianggarkan sekitar Rp200 miliar untuk penyertaan modal ke BUMD milik pemprov, termasuk di antaranya ke PT BIJB guna pelaksanaan pembangunan BIJB. Terkait tak adanya dana melalui APBN, maka pihaknya melalui komisi terkait akan segera melakukan pembicaraan dengan Pemprov Jabar untuk menentukan langkah-langkah strategis terkait kelanjutan pembiayan BIJB dari APBD Provinsi Jawa Barat. Menurutnya, jika pembiayaan pembangunan BIJB batal diambil alih pemerintah pusat melalui APBN, maka hal ini tentu membuat dana di APBD Provinsi tahun 2016 yang telah diplot untuk penyertaan modal tersebut bisa terserap sesuai rencana awal. Mengenai ketidakberanian pemprov untuk menganggarkan pembangunan BIJB secara mandiri, dia berpandangan jika langkah yang diambil pemprov sudah tepat. Sebab, meskipun di APBD provinsi nilai silpa setiap tahunnya mencapai triliunan rupiah, itu tidak lantas bisa begitu saja dialihkan untuk membangun BIJB. “Titik beratnya, pembiayaan untuk pembangunan BIJB ini harus tetap jalan, karena ini merupakan langkah strategis bagi percepatan pertumbuhan pembangunan dan perekonomian masyarakat di Jawa Barat,” ujar politisi PPP ini. Dia menerangkan, kalau pembiayaan BIJB dilakukan secara penuh oleh pemprov dalam waktu yang berdekatan, akan mempengarui faktor-faktor lain seperti kekuatan fiskal pemprov dalam membiayai program-program dan kegiatan pembangunan dalam rangka pencapaian target-target yang sudah tertuang dalam dokumen perencanaan. Sementara itu, akademisi pascasarjana Universitas Majalengka (Unma) DR H Diding Bajuri MSi menyebutkan, keterlambatan pembangunan BIJB salah satunya disebabkan dukungan anggaran APBD provinsi yang kurang memadai. Apalagi pendanaan dari APBN tidak jadi dengan berbagai alasan. Di samping itu, Pemrov Jabar juga belum mendapatkan konsorsium modal pihak ketiga yang kuat. “Faktor yang paling dikhawatirkan dan disayangkan adalah masih lemahnya sinergitas Pemrov Jabar dengan kabupaten  dan kota pendukung proyek BIJB khususnya Kabupaten Majalengka,” ujar Diding. Sehingga dengan tidak jadinya pendanaan BIJB oleh APBN, Pemrov Jabar harus merekonstruksi ulang segala hal yang menyangkut penyelesaian persoalan BIJB. Mulai dari penentuan investor, pembebasan lahan,  serta koordinasi dan kerja sama dengan Pemkab Majalengka. Sehingga kelanjutan pembangunan BIJB lebih pasti dan selesai sesuai target waktu yang ditentukan. Sementara aktivis Forum Mahasiswa Edukatif, Sandis Susanto menyebutkan berbagai faktor menjadi alasan Presiden mengambil alih pembiayaan pembangunan BIJB oleh pemerintah pusat, saat melakukan kunjungan kerja Januari 2016 lalu. Kemudian wacana yang dicetuskan lewat pernyataan itu tentu tidak bisa berjalan begitu saja, karena perlu penganggaran dalam APBN sedangkan APBN pada waktu itu sudah disahkan jauh-jauh hari. Sehingga peluangnya bisa didorong untuk masuk ke APBN perubahan. Di waktu yang bersamaan, muncul persoalan baru dimana kondisi fiskal negara sedang kurang bagus bahkan pemerintah pusat meminta seluruh jajaran di provinsi dan daerah mengencangkan ikat pinggang. Sehingga keinginan Presiden belum bisa terealisasi. Sementara pembangunan terus berjalan karena ditarget selesai sesuai jadwal yang telah direncanakan dan hal itu membutuhkan dana. “Mau tidak mau proyek yang akan berdiri di atas lahan yang telah dibebaskan oleh pemprov tersebut jangan sampai terbengkalai,” ujarnya. Pengamat sosial E Saepudin menilai, selama ini progres pembangunan BIJB dinilai lamban jika melihat dari mulai tahapan perencanaanya hingga saat ini sudah lebih dari 10 tahun. Sehingga, wajar apabila ketika ada kunjungan Presiden Jokowi berencana untuk mengambil alih kelanjutan pembangunan proyek ini agar dibiayai APBN, walaupun akhirnya tidak jadi. Padahal, jika dari dulu pemerintah provinsi punya inisiatif untuk menganggarkan pembiayaan pembangunanya secara mandiri melalui APBD Provinsi setiap tahunya dengan mekanisme penyertaan modal, maka persoalan kebutuhan dana untuk membangunnya bisa lebih terprogram. “Kalau dari awal dianggarkan secara rutin lewat APBD Provinsi, mungkin bisa terprogram setiap tahunya. Apalagi kalau tidak salah silpa di APBD Provinsi setiap tahunya mencapai triliunan rupiah. Keuntungannya, ketika dibiayai mandiri oleh Pemprov, maka pengelolaan nantinya bisa dihandel oleh BUMD bentukan provinsi, tinggal siapkan SDM-nya,” ujarnya. Sebelumnya, Direktur Teknik PT BIJB Yon Sugiono Kahfie mengatakan pemerintah pusat urung mengambil alih pembangunan BIJB. Akibatnya, PT BIJB selaku BUMD Provinsi Jawa Barat yang ditugasi melakukan percepatan pembangunan bandara harus kembali ke konsep semula. “Ketika ada kunjungan Pak Presiden (Jokowi, red) ke lokasi BIJB Januari lalu, ada keinginan percepatan pembangunan diambil alih pemerintah pusat melalu APBD. Setelah itu tidak ada kelanjutan, kemudian ganti menteri. Melihat kondisi keuangan negara yang sedang kurang stabil, maka keputusannya kembali ke skenario awal,” ujarnya. Kronologi awal pembiayaan pembangunan bandara sesuai MoU antara Pemprov dan Kemenhub. Yakni sisi udara berupa runway, taxiway, dan sebagainya ditangani Kemenhub. Sedangkan sisi darat seperti pembangunan terminal dan sarana pendukung ditangani Pemprov Jabar. Komposisi pembiayaan equity adalah 70 persen oleh PT BIJB melalui penyertaan modal dari APBD provinsi serta mencari investor swasta lain, dan 30 persen dari pinjaman sindikasi perbankan. Empat perbankan yang sudah menjajaki pembicaraan adalah Bank Mandiri, Bank Mandiri Syariah, Bank bjb, dan bjb Syariah. Sehingga pihaknya memandang perlu menjajaki kerja sama dengan sejumlah investor yang ingin ambil bagian dalam proses pembangunan BIJB. Di antaranya BPJS Ketenagakerjaan melalui Danareksa, serta Taspen yang berminat invetasi di bandara yang diproyeksi menjadi yang terbesar di Jawa Barat itu. Hal itu semua dilakukan untuk mempercepat pembangunan BIJB yang ditargetkan beroperasi di bulan November 2017. Sedangkan saat ini secara keseluruhan progres pembangunannya masih di angka 13 persen. Meski demikian, pihaknya menargetkan hingga akhir tahun ini progres pembangunan bisa mencapai 40 persen lebih. (azs)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: