Baru Masuk Bayar Rp1,7 Juta; Kepsek: Bukan Pungutan, Itu Infak

Baru Masuk Bayar Rp1,7 Juta; Kepsek: Bukan Pungutan, Itu Infak

KEJAKSAN – Pelaporan sejumlah orang tua siswa atas beragam pungutan yang dibebankan, diklarifikasi Kepala SDN Kebon Baru IV, H Tamsil Kartika SPd. Menurutnya, keuangan yang dibebankan kepada orang tua siswa sifatnya infak. \"Bukan pungutan, itu infak dan bisa diangsur. Sampai dengan sekarang juga uang yang masuk baru sekitar Rp6 jutaan, RAB (Rencana Anggaran Biaya) juga ada,\" tutur Tamsil, saat ditemui Radar di ruang kerjanya, Kamis (15/9). Tamsil juga mengklarifikasi poin-poin laporan orang tua siswa. Menurutnya, persoalan ini mencuat ke publik karena orang tua siswa belum menerima penjelasan secara rinci. Pihak sekolah juga tidak bermaksud menutup-nutupi rincian keuangan, karena nantinya hal itu akan disampaikan juga. \"Ini persoalannya karena belum sempet dirinci. Dan memang disampaikan secara lisan, tapi tadi sudah saya panggil dan mengklarifikasi,\" tuturnya. Tamsil mengklaim, persoalan tersebut sudah dapat diatasi. Orang tua murid kelas satu, komite sekolah dan UPTD Pendidikan Kecamatan Kejaksan sudah diajak komunikasi untuk membahas persoalan itu. Kepala sekolah yang baru menjabat di SDN Kebon Baru IV ini mengklaim,  masalah sudah berhasil dituntaskan. Dikatakannya, perihal uang Rp1 juta yang dibebankan oleh siswa baru digunakan untuk membeli seragam berupa rompi, pramuka, batik, kaos kaki, foto dan lain-lain. Namun saat wartawan koran ini  meminta rincian harga seragam, Tamsil tak bersedia memberikan. Alasannya, rincian harga pembelian seragam sekolah tertinggal di rumah bendahara. \"Nanti akan saya beri,\" janjinya. Dalam kesempatan yang sama Wali Kelas I SDN Kebon Baru IV, Hj Muryani juga membantah memaksa siswa untuk membeli buku paket. Diuraikannya, pembagian buku paket yang langsung diterima siswa lantaran ada beberapa siswa yang tidak dapat buku paket dan menanyakannya kepada wali kelas. Klaim orang tua yang menyebut buku sudah diberi nama dan nomer absen, sebenarnya bukan buku paket tetapi buku pinjaman sekolah. Sedangkan untuk buku paket yang sifatnya tidak wajib, justru siswa sendiri yang meminta. “Jadi nggak ada itu jual dedet. Awalnya itu ada siswa yang beli, lalu siswa lainnya yang nanya, kenapa kok nggak dapat buku? Akhirnya buku itu dibagikan ke siswa lain juga,” kilahnya. Muryani mengaku, sebelum buku paket tersebut dibeli oleh orang tua siswa, sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu. Wali kelas tidak memaksakan bahwa buku itu harus dibeli, apalagi diwajibkan. \"Itu sunah, bisa dikembalikan kok kalau nggak mau,\" kata Muryani, menimpali. Namun, ada syarat tertentu bila buku itu akan dikembalikan. Pertama, buku itu harus bersih dari coretan nama atau apapun. Kedua, secara fisik tidak ada kerusakan dan harus utuh. Kemudian mengenai iuran Rp380 ribu, penggunaannya bukan untuk membangun perpustakaan. Tetapi, sebatas melakukan renovasi. Kemudian, iuran ini bisa diangsur. Sementara itu, Ketua Komite SDN Kebon Baru IV, Hj Hera Damayanti prihatin dengan persoalan ini. Dia memaklumi ketika orang tua siswa sampai mengadu ke media, atas beragam pungutan yang dibebankan sekolah. “Saya kira wajar saja orang tua melapor, karena merasa tidak puas dan ada kejanggalan. Jadi mereka mengadu dan membuka diri ke publik karena  tidak ada jalan untuk penyelesaian masalah ini,” tuturnya. Komite, lanjut Hera, turut merasakan kondisi psikologis orang tua murid yang ketika diminta sumbangan. Termasuk banyak orang tua yang keberatan, tetapi tak berani protes. (via)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: