Jangan Ada Lagi Mapel yang Dihapus Jelang UN

Jangan Ada Lagi Mapel yang Dihapus Jelang UN

JAKARTA–Diskriminasi juga terjadi di lingkungan pendidikan. Alih-alih persiapan jelang ujian nasional (unas), mata pelajaran (mapel) yang tidak diunaskan menjadi korban. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melarang praktek seperti ini. Diantara mapel yang kerap dikorbankan itu adalah sejarah dan PPKn. Fenomena penghentian mapel-mepal yang tidak masuk dalam jadwal unas itu, menjadi keresahan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid. ’’Kemendikbud tidak membenarkan adanya penghapusan seperti itu,’’ katanya di Jakarta Selasa (20/9). Dia menegaskan, dalam hirarki mapel, tidak ada mapel yang menjadi anak emas dan mapel nomor dua atau bahkan nomor tiga. Pejabat yang akrab disapa Fai itu menegaskan, semua mapel memiliki urgensi yang sama. Meskipun tidak menjadi bagian dalam unas. Fai menjelaskan, proses pendidikan dan anak-anak justru akan dirugikan ketika mapel seperti PPKn dan sejarah itu dihapus karena mementingkan unas. Sebab menurut pejabat dari kalangan non-PNS itu, PPKn dan sejarah merupakan mapel yang penting untuk penanaman budi pekerti dan karakter. Dia mengakui ketika mapel-mapel itu dihapus, tetap memenuhi standar ketuntasan belajar. Artinya semua bab atau pokok bahasan sudah disampaikan kepada siswa. Namun dengan penghapusan mapel jelang unas, otomatis pelajarannya dipercepat atau bahkan dimampatkan. Fai berharap ketika nilai unas sudah tidak menjadi penentu kelulusan, tak ada lagi praktek penghilangan mapel seperti itu. Dia pun berharap penambahan jam belajar jelang unas, tidak sampai mengorbankan mapel lain. Sekolah bisa menambah jam setelah jam pulang sekolah. Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengungkapkan, praktek mengorbankan mapel tidak penting menjelang unas itu sudah bukan rahasia. ’’Bahkan menurut saya sudah menjadi budaya,’’ kata guru PPKn di SMAN 13 Jakarta itu. Meskipun unas saat ini tidak jadi penentu kelulusan, Retno mengatakan mapel yang diunaskan tetap diagung-agungkan. Sekolah maupun siswa tetap mengejar nilai unas setinggi-tingginya, karena menjadi pertimbangan masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu juga untuk menggapai label sekolah favorit dan tidak favorit. Retno menjelaskan, paling ekstrem penghapusan mapel yang tidak menjadi bagian unas itu, terjadi di semester genap. Jadi selama satu semester penuh, tidak ada lagi mata pelajaran seperti sejarah atau PPKn.    ’’Pimpinan sekolah atau bahkan dinas sudah mengeluarkan instruksi sebelumnya,’’ ungkapnya. Instruksi itu adalah proses pembelajaran mapel yang tidak diunaskan harus dikebut. Dari yang terjadwal selama satu tahun pelajaran, dikebut menjadi satu semester saja. Yaitu di semester ganjil. (wan/ca)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: