(1) Cicak, Kodok, dan Ular, Bisnisnya Warga Kertasura; Awalnya Ada Warga Tionghoa Pesan untuk Obat

(1) Cicak, Kodok, dan Ular, Bisnisnya Warga Kertasura; Awalnya Ada Warga Tionghoa Pesan untuk Obat

Ular, katak, dan cicak. Tiga jenis hewan melata ini cukup populer bagi warga Desa Kertasura, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon. Ratusan warga di desa itu kini aktif menjalani bisnis rumahan tersebut. Ada yang jadi pemburu (pengobor), pekerja borongan, penyamak kulit ular, hingga pemotong hewan.   TAK ada yang tahu persis kapan bisnis hewan melata ini dimulai di Desa Kertasura. Beberapa warga mengatakan bisnis ular dimulai saat ada salah seorang warga di desa tersebut yang memiliki majikan atau bos warga Tionghoa. Suatu waktu, sang majikan membutuhkan ular untuk obat. Dari sana, pesanan ular, katak, hingga cicak itu datang. “Ya awalnya ada beberapa warga yang mengolah ular karena ada yang pesan. Kemudian ada yang pesan cicak dan kodok. Awalnya dalam satu blok desa. Yang beli orang-orang luar. Akhirnya berkembang sampai sekarang,\" ujar Kaur Pemerintahan Desa Kertasura, Kabar, kepada Radar Cirebon. Akhirnya, dari awalnya menjijikkan, bisnis itu pun berkembang menjadi menjanjikan. Ada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang memilih pulang kampung dan menjalani usaha ini. Beberapa kuli bangunan juga kini beralih menjadi pemburu ular, kodok, dan cicak. Pengolahan hewan melata itu bahkan memantik perhatian dunia. Tak heran, Desa Kertasura dikenal sebagai kampung ular. Ular memang menjadi komoditi pertama yang menjadi bagian dari industri rumahan pengolahan hewan melata ini. “Kalau ular dan kodok memang sudah sejak dari dulu. Dari ayah saya, sudah mulai ada. Turun temurun. Nah kalau cicak baru-baru ini, sekitar tahun 2010. Sekarang banyak pengobor yang cari cicak,\" ucap Yono, salah seorang pengepul kodok di Kertasura. Industri rumahan itu mampu menggerakkan roda perekonomian warga. Tengok saja, ada ratusan warga yang terlibat dalam pengolahan ular, kodok, dan cicak. Khusus untuk ular, selain untuk kebutuhan obat, ada juga yang mengambil kulitnya untuk produksi bahan kulit seperti tas dan lainnya. Sementara kodok dan cicak untuk konsumsi sehari-hari (swike) dan juga bahan obat obatan. Yang agak mengejutkan, meski dikenal sebagai kampung ular, tapi ular-ular yang ada justru mengandalkan dari luar daerah. Satu ekor ular yang masih hidup biasanya dihargai sesuai ukuran. Paling besar bisa Rp25 ribu. Dan mayoritas merupakan ular sawah. \"Dulu sih pernah ular phyton dan ular kobra. Sebenarnya bisnis ini sempat dilarang, bahkan sempat vakum. Namun sekarang diperbolehkan lagi, hanya untuk ular-ular sawah saja,\" ucap Jamhari, salah seorang pemilik tempat pengolahan dan penyamakan ular.(jamal suteja/bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: