Bau dan Pemandangan Sampah Berserakan di Batas Gandu-Balida

Bau dan Pemandangan Sampah Berserakan di Batas Gandu-Balida

MAJALENGKA - Membuang sampah sembarangan bagi warga di Kabupaten Majalengka tampaknya sudah biasa. Seperti yang terlhiat di sekitar perbatasan Desa Gandu dan Desa Balida Kecamatan Dawuan. Warga sepertinya terbiasa membuang sampah ke pinggir jalan tidak jauh dari jembatan sungai Cimanuk Desa Gandu. Tepat di batas Desa Balida tumpukan sampah menggunung dan membuat pemandangan tidak sedap serta mengeluarkan bau yang cukup menyengat. Tumpukan sampah di pinggir jalan juga tampak berserakan. Sementara warga seperti tidak merasa terganggu dengan bau busuk sampah di pinggir jalan raya. Tumpukan sampah dan dibiarkan itu sangat mengganggu pemandangan dan kesehatan. Terlebih lokasi sampah berada di pinggir jalan. “Harus ada upaya serius dari pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah sampah ini,” harap Martin, salah satu warga. Ketua Komunitas Pemuda Saung Eurih Eman Kurdiman menyesalkan sikap warga dan pemerintah yang tidak serius mengatasi masalah sampah. Padahal undang-undang sampah telah ada dan ada sanksi hukumnya. Termasuk bagi pemda yang tidak mengelola sampah secara tertutup. Sepengetahuannya, pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Desa Heuleut Kecamatan Kadipaten saja masih menggunakan sistem terbuka. Padahal amanat Undang-undang pengelolaan sampah di TPA harus dengan system tertutup. Dia tidak menyangkal tempat pengolahan dan pengelolaan sampah Kelompok Hanjuang di Kelurahan Cicurug Kecamatan Majalengka terancam bangkrut dan tidak tidak beroperasi lagi. Diakui dia, sejak menderita sakit beberapa waktu lalu aktivitas pengolahan sampah yang dilakukan Kelompok Hanjuang terhenti dan mesin dibiarkan. Tempat pengelolaan sampah yang merupakan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu tidak difungsikan lagi karena berbagai kendala. Di antaranya SDM dan biaya operasional yang tidak ada. “Kami berkomitmen tidak akan menjual mesin di tempat pengelolaan sampah ini, tapi akan membiarkan untuk dijadikan museum saja. Selama ini pemerintah kurang memberikan perhatian dan pembinaan kepada pengelola dan terkesan membiarkan kelompok Hanjuang untuk berjalan sendiri,” keluh mantan Ketua PPI Kabupaten Majalengka ini. Sebelumnya pengelola aktif mengambil sampah ke rumah-rumah warga untuk diolah menjadi kompos dengan menggunakan becak motor. Tapi saat ini pengelolaan sampah di komunitasnya terhenti lantaran kurangnya SDM dan tidak ada dana operasional. (ara)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: