3 Perempuan Terlibat Bom Panci, Masyarakat Harus Peduli Lingkungan

3 Perempuan Terlibat Bom Panci, Masyarakat Harus Peduli Lingkungan

JAKARTA - Perempuan menjadi target rekrutmen jaringan teroris. Hal itu terlihat dari pengungkapan rencana bom panci di Bekasi pekan lalu. Tiga perempuan diduga terlibat dalam rencana aksi teror bom yang menarget Istana Presiden tersebut. Tiga perempuan itu adalah Dian Yulia Novi, Arinda Putri Maharani, dan seorang lagi yang namanya masih dirahasiakan –berinisial TS alias UA. Dian Yulia Novi berperan sebagai calon pengantin atau eksekutor aksi. Sedangkan peran Arinda belum diketahui secara signifikan. Namun, Polri menyatakan, Arinda mengetahui rencana aksi teror tersebut. Sementara itu, TS adalah perempuan yang ditangkap di Tasikmalaya, Jawa Barat. Korps Bhayangkara menyebut TS sebagai penghubung antara Nur Solihin, salah seorang tersangka, dan Dian. Kadivhumas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, memiliki keterbatasan dalam mencegah berkembangnya paham radikal. Terutama yang menyasar perempuan. ”Ini perlu peran dari masyarakat,” ujarnya. Contohnya terjadi pada Dian Yulia Novi. Dia disebut sempat menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Boy menjelaskan, Dian awalnya bukan anggota kelompok jaringan teror. Namun, setelah bersentuhan dengan paham radikal, pola berpikirnya berubah. ”Bahkan, sesuai pemeriksaan terhadap Dian, yang bersangkutan tidak menyadarinya,” ungkap Boy. Dian terpengaruh setelah dikenalkan pada Nur Solihin oleh pelaku yang ditangkap kali terakhir, TS. Kemungkinannya, TS-lah yang mengenalkan paham radikal kepada Dian. ”Diperkuat dengan pertemuannya bersama Nur Solihin,” kata Boy. Modus yang beberapa kali terungkap, biasanya perempuan itu dinikahi terlebih dahulu. Setelah berkeluarga, ada niat di balik semua itu. Kelompok teror kerap memanfaatkan karakter perempuan. Misalnya, sebagian aparat berpikir tidak mungkin perempuan yang melakukan aksi teror. ”Ini bagian dari strategi untuk mengelabui yang menjadi target aksi,” ujarnya. Sebenarnya perempuan tidak terlalu rawan untuk direkrut sebagai anggota kelompok teror. Sebab, umumnya perempuan memiliki sifat kecurigaan yang lebih kuat. Hal tersebut yang membuat mereka memiliki kewaspadaan tinggi. ”Namun, kalau sudah direkrut, menjadi sangat efektif,” ucap Boy. Masyarakat harus lebih peka terhadap kemungkinan adanya perempuan yang direkrut sebagai anggota kelompok teror. Sehingga perlu lebih mengenal lingkungannya. ”Kalau mengenal lingkungan, kalau melihat ada perubahan, tentu bisa diatasi lebih cepat,” tutur mantan Kapolda Banten itu. Bukan kali ini saja ada perempuan yang terlibat aksi teror. Salah satu yang paling dikenal adalah istri Santoso dan istri Ali Kalora. Keduanya mengikuti suaminya dalam melakukan pelarian di hutan Poso, Sulawesi Tengah. Tapi, baru dalam kasus bom panci ada perempuan yang menjadi pelaku utama. (idr/c9/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: