Penanganan Banjir di Cirebon Timur Belum Serius

Penanganan Banjir di Cirebon Timur Belum Serius

Kabupaten Cirebon memiliki banyak daerah aliran sungai. Ada 25 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, 18 di antaranya berada di Kabupaten Cirebon. Sisanya berada di Kabupaten Indramayu. Potensi DAS di Kabupaten Cirebon ini bakal menjadi bencana apabila tidak dikelola dengan baik. SEPERTI yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciberes. Beberapa daerah yang dilewati aliran sungai yang berasal dari Kuningan itu, membanjiri pemukiman warga. DAS Ciberes melintasi Kecamatan Waled, Kecamatan Pabuaran, Kecamatan Babakan, hingga bermuara di Kecamatan Gebang. Ada beberapa pendapat mengenai tipe banjir yang terjadi di Kabupaten Cirebon saat awal tahun 2017 itu. Menurut Sekretaris Komisi Konservasi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air, Deddy Madjmoe, banjir yang terjadi di lima desa di Kecamatan Waled termasuk dalam kategori banjir bandang (flash food). Hal itu karena banjir bandang memiliki ciri air naik secara cepat, dengan membawa material dan sedimentasi sungai. Buktinya saja, lumpur-lumpur yang berlumuran pasca terjadinya banjir. Serta air yang begitu cepat masuk ke rumah-rumah warga. Namun, bisa juga masuk dalam kategori banjir luapan. Hal ini bila melihat dampak kerusakan banjir. Banjir bandang biasanya bersifat destruktif atau merusak dengan dampak yang lebih besar. Sementara yang terjadi kemarin, banjir hanya meluap dan menyisakan lumpur. \"Di Kabupaten Cirebon ini semua tipikal banjir ada, dan punya potensi di wilayahnya,\" ujar Deddy Madjmoe kepada Radar Cirebon, Senin (9/1). Menurutnya, ada perubahan tipikal aliran sungai saat ini. Sebab, kebanyakan sungai di Kabupaten Cirebon merupakan sungai dengan aliran intermitten atau mengalir hanya saat musim hujan. Sementara saat ini, aliran sungai berubah jadi aliran mengalir sepanjang tahun atau parrenial. Dikatakan dia, ada beberapa langkah dalam menangani banjir di Daerah Aliran Sungai. Pertama, pihaknya mengampanyekan Zero Delta Q Polish, yakni kebijakan yang melarang bangunan membuang air ke jalan, saluran dan sungai. Hal ini agar tidak terjadi penambahan debit air. \"Setiap bangunan harus memiliki sumur resapan masing-masing, sehingga air dari rumah itu tidak dibuang ke jalan, saluran dan sungai yang nantinya bisa membuat banjir,\" jelas Deddy. Langkah kedua, perlu pembuatan embung atau waduk kecil. Hal ini dibutuhkan untuk menampung arus sungai yang berlebihan. Sebab saat ini, sudah banyak yang mulai bermasalah. Seperti halnya ketika hujan di Ciledug, maka akan bermasalah di Kecamatan Pabedilan. Maka dari itu, perlu juga adanya pembenahan daerah tangkapan air. Karena selama ini di wilayah hulu, juga mengalami kerusakan oleh adanya pemukiman, pembangunan hingga galian pasir. Deddy Madjmoe menyebutkan, bencana banjir akibat adanya kerusakan daerah tangkapan air, baik di sekitar sungai maupun di daerah aliran sungai. \"Kalau hujan itu faktor alam, banjir sebabnya karena kerusakan daerah tangkapan air di sekitar sungai dan daerah aliran sungai,\" jelasnya. Menurutnya, rusaknya Daerah Aliran Sungai salah satu cirinya adanya dangkal karena sedimen yang terbawa dari hulu. Selain itu juga, karena adanya sampah. Lebih jauh lagi, Daerah Aliran Sungai Ciberes menjadi sempit karena bangunan di sepanjang bantaran sungai yang tidak sesuai dengan kaidah lingkungan. \"Normalisasi tidak hanya pengerukan dasar sungai. Tetapi harus ada ketegasan semua pihak, bahwa bantaran dan sempadan sungai jangan untuk bangunan. Resiko banjir selain yang dilakukan BBWS, bisa dikurangi dengan cara mengarusutamakan PRB ke setiap kebijakan pemkab. Warga sepanjang DAS-pun harus mawas diri, apakah bermukim di daerah bantaran dan sempadan sungai,\" bebernya. Menurutnya, penanganan bencana apapun akan hiruk pikuk dan sporadis selama BPBD belum ada. Maka dari itu, pihaknya meminta pemkab serius melindungi warga dan memberikan rasa aman dari bencana. \"BPBD harus segera diaktifkan, karena tugasnya khusus dan konsentrasi di kebencanaan,\" ungkapnya. Kuwu Desa Gunungsari, Yoyo Sudharyo menyebutkan, perlu adanya penanganan serius agar banjir tidak selalu terjadi setiap musim hujan. Menurutnya, banjir sudah menjadi hal yang biasa dialami warga. Namun penanganan banjir belum juga berdampak. Dia mengusulkan, selain adanya pengerukan Sungai Ciberes yang kerap meluap, juga dibuatkan sodetan agar memecah arus Sungai Ciberes. \"Itu kan di Desa Ambit-nya sudah dibikin senderan tanggul. Jadi, air larinya ke kita (Desa Gunungsari, red) di Desa Ambit-nya sudah mulai berkurang,\" ujarnya. Maka dari itu, pihaknya berharap penanganan banjir dilakukan secara komprehensif. Jangan sampai penanganan banjir parsial. Ditangani satu, muncul masalah di tempat lain. \"Rumah saya saja yang tadinya tidak terkena banjir, air masuk ke rumah sampai 30 sentimeter,\" ucapnya. Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra dalam suatu kesempatan mengatakan, bencana banjir yang terjadi di Kecamatan Gebang memang akibat dari hujan, sehingga air sungai meluap, ditambah dengan air rob dari laut. Sehingga meluber ke rumah-rumah warga. \"Ini faktor alam dan sulit untuk ditanggulangi,\" ucapnya Di samping itu, pihaknya juga sudah membentuk instansi baru Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang saat ini sudah terbentuk sesuai dengan SOTK baru. Hanya saja, BPBD ini, kata Sunjaya, masih belum lengkap, baik personil dan kantornya. Sehingga hal ini harus dilakukan secara bertahap. Begitupun untuk anggaran penanggulangan bencana yang belum dialokasikan dalam APBD murni maupun ABT. \"Karena ini lembaga baru, perlu ada tahapan. Nanti BPBD akan mendata secara menyeluruh wilayah mana saja yang sekiranya mudah terdampak bencana,\" tukasnya. (jamal suteja)      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: