Personel BPBD Selalu Siaga Tangani Korban Bencana Alam

Personel BPBD Selalu Siaga Tangani Korban Bencana Alam

Saat musibah bencana alam datang menimpa masyarakat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bisa disebut sebagai garda terdepan dalam penanggulangan dan penanganan. Tak mempedulikan keluarga, mereka rela menempuh medan terjal untuk memberikan pertolongan. Namun kerja kerja mereka masih sering dipandang miring karena dianggap kurang tanggap. Bagaimana sebenarnya BPBD bekerja menangani para korban bencana? Laporan: Agus Panther, Kuningan SUDAH berhari-hari, Avo Suhartono, Yayat, Sofyan dkk berada di posko utama lapangan penanggulangan bencana banjir yang berada di Balai Desa Cibingbin. Seragam oranye khas BPBD nampak sudah lusuh. Wajahnya juga dipenuhi cambang yang tak berurutan. Matanya terlihat sayu seperti menahan kantuk yang cukup dahsyat. Tangannya menggenggam segelas kopi. Meski begitu, Avo masih tetap ramah kala mendapat pertanyaan dari masyarakat yang datang ke posko utama menanyakan bantuan logistik. “Maaf bu, untuk logistik sudah didistribusikan melalui pemdes masing-masing. Ibu nanti bisa tanya ke pemdes dimana ibu tinggal,” kata Avo ramah kendati matanya sudah terlihat ngantuk, akhir pekan kemarin. Tugas Avo dkk memang cukup berat. Berada di garda terdepan dalam penanggulangan dan penanganan bencana memang memerlukan keikhlasan dan keteguhan hati. Sebab tidak semua tugas yang dilaksanakannya mendapat respons positif, malah ada juga yang memandang negatif. Misalnya tudingan soal bantuan tidak sampai, ada korban yang kelaparan, bantuan yang ditimbun atau lainnya. Tapi itu semua tak menyurutkan personel BPBD dalam upaya mengabdi kepada masyarakat yang sedang mengalami musibah. “Bagi kami tak masalah jika kemudian dituding yang bukan-bukan. Tugas kami yakni menanggulangi, penanganan saat dan pascabencana. Dan kami tak terlalu ambil peduli soal tudingan karena kami tidak melakukannya,” tegas Agus Mauludin, sang komandan BPBD. Sama seperti Avo, Agus juga nyaris menghabiskan waktu dinasnya di lapangan. Untuk berlibur dengan keluarga saja, Agus nyaris tidak bisa. Sebab, musibah bencana alam sulit diduga, dan kapan saja bisa datang. Dia menceritakan sebelum kejadian banjir bandang yang menimpa tujuh desa di Cibingbin. Setengah jam sebelum peristiwa banjir bandang tersebut terjadi, dia sempat kontak-kontakan dengan Kepala Dinas Pertamanan, Permukiman dan Pertanahan (DP3), HM Ridwan Setiawan. Saat itu, Ridwan dan dirinya membahas soal penanganan bencana alam di Cimeong dan kemungkinan terjadi lagi musibah yang sama. Dalam komunikasi melalui sambungan telepon seluler itu, Agus merasa yakin jika kondisi Kabupaten Kuningan baik-baik saja alias tidak akan ada musibah bencana alam. “Sampai pukul 16.00, saya dan Pak Ridwan masih bisa tersenyum dan yakin tidak akan ada bencana alam. Karena hari Minggu, saya juga punya niat untuk istirahat di rumah setelah bolak-balik ke Cimeong menangani korban pergerakan tanah. Ternyata belum juga setengah jam, saya sudah mendapat laporan adanya banjir bandang di Cibingbin. Lantas saya ngontak semua personel untuk segera meluncur ke lokasi,” ceritanya. Sampai dini hari, Agus dan kru BPBD lainnya berada di lokasi bencana banjir. Termasuk juga mendampingi Bupati Acep keliling desa-desa yang terkena bencana. Bahkan dia langsung memerintahkan personel BPBD membangun posko utama untuk penanganan para korban. “Tugas BPBD itu berat karena bersentuhan langsung dengan alam dan masyarakat. Tak peduli siang, malam bahkan dini hari, harus langsung ke lokasi kejadian jika ada peristiwa bencana alam. Karena itu personel BPBD harus tangguh, ikhlas dan memiliki spirit pengabdian. Kadang kami juga mengabaikan keluarga demi menangani masyarakat yang membutuhkan bantuan,” tutur Agus yang kerap memakai kaos biasa kala berada di lapangan. Selama menangani para korban dan juga proses penanganannya, Agus membaur bersama personel BPBD lainnya. Mengecek jumlah bantuan dari berbagai komponen masyarakat, memperhatikan laporan distribusinya, dan juga koordinasi dengan atasannya dalam penanganan selanjutnya. Terkadang, Agus memilih tidur di lokasi bencana ketimbang harus bolak-balik ke rumahnya. “Bagi kami, ini sudah terbiasa. Bekerja keras dan meninggalkan keluarga. Tugas utama kami yakni melakukan penanganan para korban bencana alam. Kami juga selalu mengimbau kepada masyarakat di daerah rawan bencana untuk selalu waspada saat terjadi hujan deras,” paparnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: