Beduk Ditabuh Tiap Ada Upacara Besar

Beduk Ditabuh Tiap Ada Upacara Besar

Kelenteng Kalayanamitra (Sam Poo Kong) dibangun sebagai penghargaan terhadap Cheng Ho yang singgah di Bangkok pada 1407 dan 1409. Meski muslim, dia sangat dihormati umat Buddha. ====================== RATTAPONG Serawat memegang hio. Mulut pemuda 25 tahun itu komat-kamit dan tangannya menggerakkan hio itu naik turun di depan patung Buddha setinggi 7 meter dalam posisi palilai (duduk bersila dengan tangan kanan menjulur santai di lutut). Lalu, dia mengambil satu set benda semacam pensil dari dalam gelas. Dia menggerak-gerakkannya dengan kencang agar satu di antara pensil-pensil kayu itu terjatuh. Begitu pensil terjatuh, dia segera memungutnya dan melihat angka yang tertera di situ. Begitu ketemu, dia langsung mencocokkan dengan keterangan dengan angka tersebut. “Di situ dinyatakan peruntungannya bagus. Makanya, dia tersenyum,” kata Sandy Sai, guide yang mengantarkan kami ke Wat Kalayanamitra atau yang lebih dikenal dengan Kelenteng Kalayanamitra. Kelenteng di kawasan Thonburi, Bangkok, tersebut memang satu di antara dua tempat di Thailand yang diyakini mempunyai keterkaitan dengan Laksamana Cheng Ho. Padahal, kelenteng itu baru dibangun pada 1825. Lantas, apa kaitannya dengan Cheng Ho? Sejarawan Nanjing yang juga keturunan Cheng Ho, Zheng Zhi Hai, mengatakan bahwa keterkaitannya adalah soal nama. Kelenteng Kalayanamitra di Bangkok lebih dikenal dengan nama Sam Poo Kong. “Sebagai penghargaan kepada beliau (Cheng Ho),” kata Zheng. Satu-satunya kelenteng yang mempunyai patung Buddha dalam posisi palilai itu juga selalu menjadi rujukan keluarga besar Cheng Ho untuk memberikan penghormatan, selain Wat Phanan Choeng di Ayuttaya. Sebenarnya ada dualitas makna terkait nama Sam Poo Kong. Bagi umat Buddha, kalimat itu berasal dari kata Mandarin San Bao (baca: San Pao). Artinya, tiga kebijaksanaan utama. Yakni, Sang Buddha (yang tercerahkan), Dharma (ajarannya), dan Sangha (tempat pendidikannya). Di sisi lain, Cheng Ho juga berjuluk San Bao. Bernama asli Ma He, Cheng Ho disebut juga San Bao, sebelum kemudian Kaisar Zhu Di memberinya marga Zheng (dipanggil Zheng He) kepadanya. San Bao itu merujuk pada “Bapak Kasim”. Ditambah dengan Kong, yang berarti “Yang Mulia”. Dengan demikian, artinya menjadi Bapak Kasim yang Mulia. Di situlah kemudian, kultur Thailand (juga Jawa, terkait nama kelenteng Sam Poo Kong di Semarang) membuat istilah itu tercampur. Apalagi, meski muslim, Cheng Ho menunjukkan sikap toleransi yang tinggi terhadap agama lain. Berkuasa, mempunyai bala tentara banyak, tapi tetap menghormati wihara-wihara Buddha di Thailand. Terutama kepada kelenteng di tepi Sungai Chao Praya. “Akhirnya, muncul rujukan bahwa Cheng Ho adalah Sam Poo Kong dan Sam Poo Kong adalah Cheng Ho,” papar Zheng. Ditambah dengan tubuhnya yang tinggi besar dan suara yang mengguntur, Cheng Ho di mata masyarakat Thailand tak ubahnya seperti Dewa Laut. Itulah yang kemudian mendorong mereka membangun kelenteng untuk menghormatinya. Spirit itulah yang kemudian melatarbelakangi pembangunan Kelenteng Kalayanamitra. Menurut sejarawan Thailand Charnvit Kasetsiri, Kelenteng Kalayanamitra dan Kelenteng Phanan Choeng di Ayuttaya adalah bukti hubungan baik antara Kekaisaran Tiongkok dan Kerajaan Siam pada zaman dahulu. “Meski berdiri belakangan, Kelenteng Kalayanamitra merupakan kelanjutan dan reproduksi spirit yang sama dengan Ayuttaya,” tambahnya. Di kelenteng itu juga terdapat beduk. Benda yang sampai kini juga masih banyak dijumpai di masjid-masjid di Jawa. Beduk diyakini merupakan benda yang diperkenalkan Cheng Ho ke wilayah-wilayah yang disinggahinya. Di Jawa, beduk digunakan untuk menandai waktu salat. Di Kelenteng Kalayanamitra, beduk dibunyikan saat ada upacara atau acara-acara besar. Misalnya, Festival Sam Poo Kong yang diselenggarakan setahun sekali. Kelenteng itu sekarang menjadi salah satu destinasi wisata di Bangkok. Apalagi, lokasinya yang berada di tepi Sungai Chao Praya membuatnya makin eksotis. Setelah berdoa, banyak turis yang kemudian menikmati keindahan Sungai Chao Praya. Apalagi, untuk masuk tidak dipungut biaya. Huang Mei, turis asal Malaysia, mengatakan bahwa dirinya minta pelaksana tur liburannya untuk membawanya ke dua kelenteng. Yakni, Phanan Choeng di Ayuttaya dan Kalayanamitra di Bangkok. “Untuk menghormati Sam Poo Kong. Dia orang hebat, wajib didoakan,” ujar perempuan 54 tahun itu. Hal senada disampaikan Pheng Tsi You. Warga Chiang Mai itu selalu menyempatkan bersembahyang ke Phanan Choeng. “Jika ada urusan ke Bangkok, saya pasti akan bersembahyang untuk Sam Poo Kong,” terangnya. Menurut keduanya, mereka mendengar kebaikan Cheng Ho dari orang tua masing-masing. Yang juga mendengar dari cerita orang tua mereka. “Bahwa Cheng Ho selalu melindungi kami (Tionghoa perantauan, red). Jadi, kami harus balas menghormatinya,” terangnya. (*/c10/nw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: