Pedagang dan Pabrik Penggilingan Padi Mogok Kirim Beras ke Cipinang

Pedagang dan Pabrik Penggilingan Padi Mogok Kirim Beras ke Cipinang

INDRAMAYU – Jakarta bakalan kolaps. Orang-orang di sana diperkirakan tak lama lagi kekurangan bahan pangan utama yaitu beras. Hal ini menyusul mulai terhentinya pengiriman beras dari komunitas pedagang maupun pengusaha penggilingan padi di wilayah pantura Kabupaten Indramayu. Mereka kompak menggelar aksi mogok massal. Tak mau lagi kirim beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur sejak sejak Senin (24/7) dan terus berlanjut sampai saat ini (27/7). Aksi mogok ini terjadi buntut dari penolakan atas diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Dalam Permendag itu disebutkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang baru ditetapkan Rp9.000 per kg, sementara harga acuan pembelian di petani sebesar Rp7.300 per kg. HET itu mulai diberlakukan di Pasar Induk Beras Cipinang sejak seminggu lalu. “Dengan harga sebesar itu, kita jelas rugi, rugi besar. Dari pada kejeblos, kami sepakat untuk menghentikan pengiriman beras ke PIB Cipinang,”kata Firman, pedagang beras sekaligus pengusaha penggilingan padi di kawasan sentra industry beras Karangsinom, Desa Karanganyar, Kecamatan Kandanghaur. Dia menyebut, sedikitnya 53 pedagang dan pengusaha penggilian padi ambil bagian dalam aksi mogok missal tersebut. Ramai-ramai menghentikan distribusi beras ke PIB Cipinang yang biasanya mencapai sekitar 1000 ton beras sehari. Perlu diketahui, setiap harinya kiriman dari Kabupaten Indramayu menguasai sekitar 30 persen dari sekitar 3.000 hingga 3.500 ton pasokan beras di PIB Cipinang untuk kebutuhan masyarakat di wilayah Jabodetabek. Selain menghentikan pengiriman, komunitas pedagang dan pengusaha penggilian padi juga tidak mau lagi membeli gabah dari para petani. Pasalnya, harga gabah ditingkat petani justru lebih mahal dari pada HET yang ditetapkan oleh Permendag. “Sesuai HET harga gabah kering panen dan kering giling itu seharusnya Rp3.700/kg dan Rp4.600 sekilo. Tapi fakta di lapangan, harganya lebih dari Rp5.000/kg, bisa sampai Rp5.300 sekilo. Kita beli gabah mahal, belum ditambah biaya produksi, transport, risiko dan sebagainya, setelah jadi beras malah murah,” jelas dia. Menurut Firman, HET yang ditetapkan pemerintah tidak realistis, tanpa sosialisasi serta tidak melibatkan para pelaku usaha untuk dimintai pendapatnya. Apalagi, perdagangan beras tidak bisa berpatokan pada harga yang ditetapkan oleh pemerintah tetapi menyesuaikan dengan kualitas serta harga pasar. “Kami minta Permendag itu secepatnya dikaji ulang atau kami akan terus melakukan aksi mogok entah sampai kapan,” pintanya. Aksi mogok massal pengiriman beras ke Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur berdampak luas. Puluhan pabrik penggilingan padi di kawasan sentra industri beras Karangsinom, Kecamatan Kandanghaur, stop produksi. Terancam gulung tikar, ribuan buruh pabrikpun kecipratan getahnya. Sejak aksi mogok terjadi, mereka menganggur. Lantaran tidak mendapatkan penghasilan, anak dan istri di rumah menjerit. “Utang di warung malah numpuk. Biasanya kalau dapat borongan langsung bayar, sekarang buat uang belanja istri di rumah saja gak dapat,” keluh salah seorang buruh di sebuah warung depan pabrik beras Karangsinom. Normalnya, sebut dia, setiap hari dia bersama puluhan buruh lainnya mendapatkan upah rata-rata sebesar Rp100 ribu per orang. Upah itu didapat dari hasil pekerjaan borongan menjemur, menggiling gabah sampai bongkar angkut muatan. Namun saat aksi mogok terjadi, nyaris tidak ada kerjaan seiring tidak adanya aktivitas di pabrik penggilingan padi. Hanya duduk-duduk saja di warung. Bukan saja ribuan buruh. Komunitas awak armada truk pengangkut beras yang tergabung dalam wadah Persatuan Supir Kandanghaur (Pasukan) ikutan kelabakan. Puluhan supir dan kernet di bawah naungan Asosiasi Pengawal Beras Karangsinom (APBK) ini terpaksa ikutan mogok dengan mengandangkan armadanya digarasi pabrik. “Dampaknya luas, semua kena getahnya,” ucap Abah Adnan salah seorang pedagang yang juga pengurus Pasukan. Menurut dia, keputusan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen itu membunuh nasib ribuan orang yang hidupnya bergantung dari bisnis perdagangan beras. Padahal, berkat keberadaan sebanyak 53 pabrik penggilingan padi di kawasan sentra industry beras Karangsinom, Kabupaten Indramayu mampu memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Warga yang berpendidikan rendah tidak perlu lagi merantau sampai keluar daerah. Tidak menganggur, potensi tindak kejahatanpun dapat dicegah. Menurut Abah Adnan, keluarnya Permendag yang juga menetapkan acuan HET gabah kering panen dan kering giling Rp3.700/kg dan Rp4.600 sekilo ikut membuat ratusan ribu petani sesak nafas. Sebab HET gabah tidak sebanding dengan biaya operasional. Sudah begitu, hasil panen padi mereka sedang anjlok gara-gara serangan klowor dan wereng coklat. “Kita bantu pemerintah membuka lapangan kerja, bantu petani supaya harga gabahnya dihargai tinggi. Tapi kenapa pemerintah justrumemperlakukan kami seperti ini,” ketusnya. (kho)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: