Bulog Didesak Beli Gula Petani, Mae:Dimana Pemerintah?

Bulog Didesak Beli Gula Petani, Mae:Dimana Pemerintah?

CIREBON - Para petani tebu meminta pemerintah turun dan membantu mencarikan solusi atas tidak lakunya gula yang kini menumpuk di gudang. Mereka mendesak pemerintah menunjuk langsung Perum Bulog untuk membeli gula-gula para petani. Pengurus APTRI PG Sindanglaut, Mae Azhar saat dihubungi Radar mengatakan, saat ini dengan jumlah gula yang begitu banyak dan keberadaan kredit petani yang belum dibayar, membuat petani butuh dana segar untuk bisa kembali menanam tebu dan membayar pinjaman musim tanam sebelumnya ke pihak bank. “Kalau tidak segera dicairkan menjadi uang, lalu dengan cara apa petani bertahan? Untuk makan dan menanam tebu butuh modal yang tidak sedikit yang diperoleh dari pinjaman atau kredit bank,” ujarnya. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah segera memerintahkan Perum Bulog untuk membeli gula-gula milik petani. Dijelaskannya, pemerintah tentunya sudah mempunyai hitung-hitungan sendiri mengenai harga yang nantinya akan disepakati dengan petani. “Waktu kemarin menentukan HET (harga eceran tertinggi saja, red) bisa, harusnya juga bisa menentukan berapa harga gula nanti. Terlebih kan sudah ada tim independen yang menghitung HPP gula itu Rp9.100 per kilo,” imbuhnya. Dikatakannya, jika melihat HPP dan harga lelang terakhir harga gula petani, harusnya berada di angka di atas Rp10 ribu. Jika di bawah itu, maka petani akan mengalami kerugian, dimana nantinya akan mempengaruhi psikologi petani untuk kembali menanam tebu. “Kalau kondisinya seperti ini, lalu siapa lagi yang akan menanam tebu? Petani akan kapok, gula tidak laku, rafinasi di mana-mana. Di tengah kondisi morat-marit seperti ini, di mana pemerintah?” paparnya. Campur tangan pemerintah melalui Bulog merupakan satu-satunya solusi yang ada saat ini. Karena untuk menunggu lelang, petani sudah terlalu pesimis melihat lelang-lelang sebelumnya gagal dan tak berhasil. “Sekarang, solusi apalagi yang tersedia. Sekarang ya waktunya Bulog turun, beli gula milik petani dengan harga yang sesuai,” ungkapnya. Sementara itu, Wakil Ketua DPD APTRI Jabar, Agus Safari mengatakan, dugaan maraknya gula rafinasi di pasaran bukanlah isapan jempol.  Salah satu indikator yang paling terasa adalah gula milik petani yang tidak laku. “Pengawasannya harus lebih ketat, ditindak tegas, jangan hanya sanksi administrasi, itu sudah pidana, dan menyengsarakan petani tebu,” pungkasnya. (dri)          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: