Gula Tidak Laku, Petani Utang Miliaran

Gula Tidak Laku, Petani Utang Miliaran

CIREBON - Para petani tebu di wilayah III Cirebon masih kebingungan. Mereka tidak habis pikir ketika dihadapkan pada kondisi gula yang kini menumpuk di gudang-gudang penyimpanan karena tidak laku di pasaran. Bahkan, jika kondisi tersebut masih bertahan sampai dengan selesainya musim giling, hampir bisa dipastikan bahwa produksi gula musim panen selanjutnya menurun drastis akibat efek domino tidak lakunya gula petani. “Sekarang baru masuk periode ke-8. Selesai giling itu biasanya sampai periode ke-20 atau untuk PG Tersana Baru itu total produksinya sekitar 20 ribu ton. Sekarang ada sekitar 8.800 ton gula di PG Tersana Baru, belum di pabrik-pabrik lainnya,” ujar Ketua DPD APTRI Jabar, Dudi Bahrudin saat ditemui Radar, kemarin. Mulanya, para investor atau pengusaha gula menolak membeli gula petani karena persoalan PPN. Namun, hal itu diyakini bukan satu-satunya permasalahan yang membuat gula petani tidak laku di lapangan. “Loh, tahun-tahun kemarin biasa saja, tidak ada yang mengeluh PPN. Tak ada hal yang aneh-aneh. Ini sekarang para pengusaha alasannya karena persoalan PPN, kan sebelum-sebelumnya juga sudah pakai PPN,” imbuh Dudi. Dikatakan Dudi, kondisi tidak lakunya gula sebanarnya tidak terjadi kali ini saja, tetapi terjadi pada tahun 2010. Namun saat itu, tidak separah kondisi sekarang. “Persoalan waktu itu hampir sama. Gula petani tidak laku dan petani tebu menjerit. Anehnya, ini terjadi tidak hanya di Cirebon atau Jawa Barat, tapi juga terjadi di wilayah lainnya, hampir se Indonesia,” imbuhnya. Dampak sistemik dari tidak lakunya gula itu, sangat dirasakan oleh petani. Saat ini, para petani tidak bisa memulai masa tanam dan perawatan lahan karena kredit yang tak kunjung cair dari bank. Distopnya kredit tersebut, karena sampai kini petani belum bisa membayar kredit musim tanam sebelumnya. Hal itupun dipastikan mempengaruhi produktivitas dan kelangsungan petani tebu. Untuk satu hektare saja, pihak bank harus mengucurkan sedikitnya Rp20 juta perhektare lahan, sehingga jika di wilayah PG Tersana Baru Babakan, ada sekitar lima ribu hectare, maka total yang dikeluarkan bank dalam satu musim tanam kurang lebih Rp100 miliar. “Jumlah itu yang kemudian diterima petani. Pihak pabrik hanya memberikan jaminan, langsung dibayar ketika sudah lelang dan petani dapat uang,” tuturnya. Dudi yang saat itu ditemani sejumlah pengurus APTRI beberapa PG yang berada di wilayah kerja PT RNI II, kondisi petani tebu tengah mengalami kondisi mati suri akibat tidak bisa melaksanakan kegiatan perkebunan karena tidak lakunya gula. Solusinya, pemerintah ikut campur dan mengintervensi pengusaha, agar membeli gula petani dan mengatur dengan ketat peredaran gula rafinasi yang membuat gula-gul apetani tidak laku. “Ini Presiden harus turun tangan. Perintahkan menteri dan instansi lainnya untuk mencari tahu akar permasalahannya. Kalau dibiarkan, petani tebu semakin menderita dan pabrik gula pun kondisinya ikut terancam. Ini yang naik, pasar tidak kehilangan gula padahal tidak ada satupun yang beli ke petani. Lalu gula yang beredar di pasar itu gula siapa, ini yang harus dicermati,” paparnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: