Belanja Infrastruktur Butuh Rp5.000 T, APBN Hanya Mencukupi Sekitar 41,25 Persen

Belanja Infrastruktur Butuh Rp5.000 T, APBN Hanya Mencukupi Sekitar 41,25 Persen

SURABAYA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim peningkatan utang pemerintah dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Pertumbuhan perekonomian hasil infrastruktur nanti mampu menutup utang. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Scenaider C.H. Siahaan menjelaskan, infrastruktur yang mumpuni nanti berdampak positif pada penerimaan negara. Dengan demikian, pemerintah akan mampu membayar utang yang jatuh tempo secara bertahap. Untuk penyediaan layanan infrastruktur baru selama lima tahun, sejak 2015 sampai 2019, diperlukan anggaran Rp4.796,2 triliun. “Dari jumlah itu, hanya sekitar 41,25 persen yang bisa dicukupi dari APBN/APBD,” ungkap Scenaider dalam seminar Forum Ekonom Kementerian Keuangan 2017 di Hotel Shangri-La Surabaya kemarin (15/8). Penarikan utang selama lima tahun periode pemerintahan Jokowi-JK dilakukan secara ekspansif sejalan dengan program prioritas, yakni infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. “Pemanfaatan utang untuk pemenuhan anggaran pendidikan dan kesehatan tetap dijaga masing-masing 20 persen dan 5 persen terhadap APBN,” jelas Scenaider. Selain itu, peningkatan utang memungkinkan pemerintah menambah belanja dana alokasi khusus fisik, dana desa, dan jaminan perlindungan sosial. Hingga Juni lalu, posisi utang pemerintah mencapai Rp3.706,52 triliun. Jumlah utang tersebut bertambah Rp1.097,74 triliun jika dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2014 sebesar Rp2.608,78 triliun. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Parjiono menyebutkan, dalam postur APBN 2017, jumlah pendapatan negara diproyeksi mencapai Rp1.750,3 triliun. Sumbernya adalah penerimaan pajak Rp1.489,9 triliun; penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp250 triliun; dan hibah Rp1,4 triliun. Belanja negara diprediksi mencapai Rp2.080 triliun. Anggaran itu dibagi untuk belanja pemerintah pusat, transfer ke daerah, dan dana desa. Artinya, defisit anggaran ditetapkan Rp330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). (car/c14/noe)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: