Angin Kencang, DPRD Minta Stop Sementara Aktivitas Batu Bara 

Angin Kencang, DPRD Minta Stop Sementara Aktivitas Batu Bara 

CIREBON  – DPRD kembali meminta PT Pelindo II Cirebon menghentikan sementara aktivitas bongkar muat batubara. Pasalnya, memasuki musim kemarau dengan angin kumbang sedang berlangsung, debu sulit dikendalikan. “Debu batubara kembali dikeluhkan warga. Ini kan Agustus biasanya angin kumbang jadi debu beterbangan,” ujar Ketua DPRD, Edi Suripno MSi, Kamis (17/8). Ia mengaku sudah bertemu dan menyampaikan kepada persoalan ini kepada Kepala Kantor Syahbandaran dan Operasional Pelabuhan (KSOP) Kelas II Cirebon, Rivolindo SH. Koordinasi dengan Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH juga sudah dilakukan. Bahkan walikota berjanji akan lebih keras menegur Pelindo dan KSOP agar melakukan langkah pencegahan supaya debu batubara tidak beterbangan ke rumah warga. Tidak hanya itu, diharapkan otoritas pelabuhan turun ke lapangan dan berdiskusi bersama warga. Dari dialog ini perlu dikecurutkan dalam bentuk solusi dan tanggung jawab dan kompensasi terbaik kepada masyarakat. “Kalau masih tidak bisa juga, sebaiknya berhenti dulu sementara sampai cuaca memungkinkan,” katanya. Alternatif lainnya, kata dia, mengurangi volume bongkar muat serta memperbanyak siraman air maupun pengawasan lapangan. Dengan demikian, musim kemarau dengan angin kencang tidak menimbulkan persoalan terkait bongkar muat batubara di pelabuhan. Di lain pihak, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Drs H RM Abdullah Syukur MSi mengaku belum melihat dampak signifikan dari debu batu bara. Berdasarkan pantauan lapangan menggunakan alat High Volume Air Sample (HVAS) di Pelabuhan Cirebon pada bulan Mei lalu, unsur yang membahayakan seperti sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida dan oksidan, semuanya masih dibawah ambang batas. Contoh, sulfur dioksida dengan ambang batas 900, di pelabuhan hanya 17. “Paling ada debu dengan partikel biasa yang tidak terlalu berbahaya,” terangnya. Hanya saja, kata pria yang akrab disapa Syukur ini, kandungan berbahaya masih di bawah ambang batas merupakan penilaian dari sisi pencemaran udara. Lain lagi dengan debu pelabuhan mengandung timah hitam dengan kandungan 0,01 yang kebauannya dengan unsur amoniak dan hydrogen sulfide. Untuk polusi lain lebih dominan kebisingan. Tapi, DLH akan kembali melakukan uji petik penilaian kandungan udara pada September nanti. Ia juga tak mau hasil pengetesan udara di bulan Mei itu dijadikan patokan, karena saat itu bertepatan dengan musim hujan. “Rencana Agustus ini. Tetapi bulan Agustus kita punya ciri khas angin kumbang. Pastinya debu terbawa angin,” terangnya. DLH, kata dia, memeriksa kualitas udara setiap semester. Tidak hanya pelabuhan, titik lain dilakukan. Termasuk pusat kota. Pihaknya akan melakukan survei uji kelayakan terhadap konten debu yang ada di area pelabuhan. Karena itu, hingga saat ini DLH belum dapat memastikan debu yang ada berbahaya atau tidak. (ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: