Terkait Penyidik KPK Permintaan Uang ke Komisi III, Polisi Diminta Turun Tangan

Terkait Penyidik KPK Permintaan Uang ke Komisi III, Polisi Diminta Turun Tangan

JAKARTA - Tujuh penyidik KPK yang disebut meminta uang Rp 2 miliar harus dijerat dengan pidana. Persoalan itu tidak cukup diselesaikan komite etik komisi antirasuah. Polisi pun diminta turun tangan. Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, dugaan pertemuan penyidik dengan komisi III dan permintaan uang untuk mengamankan kasus yang sedang ditangani harus segera dibawa ke ranah hukum. \"Tidak cukup di selesaikan di ranah komite etik internal KPK,\" tutur dia kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group), Sabtu (19/8). Sebab, tutur dia, dalam Undang-undang KPK sangat jelas diatur. Jika benar ada penyidik menemui pihak yang sedang berperkara dalam penanganan perkara, maka tindakan tersebut termasuk pidana. Dalam Pasal 36 disebutkan, setiap anggota KPK  yang  melanggar ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun. Pasal 66 juga menjelaskan, bisa dipidana dengan penjara yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65. Yaitu pegawai KPK yang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK tanpa alasan yang sah; menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah, sampai derajat ketiga dengan  pegawai pada KPK yang bersangkutan; menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan,  pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan  lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut. Menurut Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo, masalah itu merupakan persoalan hukum serius. Polri harus segera melakukan penyelidikan dan memeriksa para pihak terkait. \"Apakah itu fakta atau hanya rekayasa yang hanya bertujuan untuk ingin menarget pihak-pihak tertentu,\" ungkap politikus Partai Golkar itu. Anggota Pansus Hak Angket KPK itu menjelaskan, pemeriksaan bisa dimulai dari pemutaran rekaman secara utuh tanpa potongan atau editan. Pengecekan terkait keaslian rekaman bisa dilakukan Labotarium Forensik Mabes Polri. \"Dari situ nanti akan jelas tergambar siapa bicara apa dan dalam nada apa,\" cetusnya. Polri juga bisa melakukan pemeriksaan terhadap Miryam sebagai orang yang menyebut nama anggota Komisi III yang mengaku bertemu 7 penyidik KPK dan meminta uang pengamanan Rp 2 miliar. Selanjutnya, polisi bisa melakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang memeriksa Miryam untuk mengkonfirmasi isi rekaman CCTV tersebut. Sebab, terangnya, banyak kalimat-kalimat tidak jelas dan mutu rekamannya jelek. Apakah nama-nama itu keluar dari mulut Miryam atau keluar dari mulut penyidik. Bamsoet juga meminta Polri segera memanggil dan memeriksa anggota Komisi III yang mengaku bertemu dengan penyidik dan melakukan konfrontir di antara keduanya. Selain itu, polisi harus segera mengumumkan hasil pemeriksaan dan penyelidikan tersebut ke publik. \"Apakah tudingan itu benar atau hanya isapan jempol dan fitnah,\" urainya. Jika tudingan itu tidak benar, Polri harus meningkatkannya ke penyidikan. Baik terhadap Miryam, anggota DPR dan penyidik KPK. Tapi, kalau tudingan itu benar, maka Polri harus meningkatkan status saksi terhadap anggota Komisi III dan penyidik KPK menjadi tersangka dan dilanjutkan proses hukumnya ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku. Namun, kata dia, sebenarnya dia meragukan dugaan adanya penyidik KPK yang menemui anggota komisi III. Karena hal itu hanyalah pengakuan sepihak dengan mengutip ucapan pihak lain dan belum menjadi bukti hukum. Terpisah, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak juga mendesak KPK agar segera melakukan pemeriksaan terhadap pihak internal yang diduga kongkalikong dengan pihak lain yang berperkara atau politisi yang berkepentingan. Pengakuan Miryam menjadi pintu masuk untuk membersihkan oknum-oknum itu. \"Bisa membersihkan \'kuda troya\' perusak KPK dari dalam secara sistematik,\" ujarnya. Pimpinan KPK, kata Dahnil, perlu membuat kebijakan \"radikal\" untuk menjaga komisi antirasuah dari oknum-oknum perusak tersebut. Agar KPK tetap dipercaya publik. Kebijakan itu, misalnya, menginvetarisir pegawai khususnya penyidik KPK dan pejabat struktural yang masih berstatus aktif sebagai aparatur hukum. Seperti polisi dan jaksa. Sistem merekrut aparatur hukum itu harus diubah. Sebab, double loyality akan rentan terjadi. \"Saran saya, mereka (jaksa dan polisi, red) dikembalikan ke institusi awal dan KPK bisa mengakselerasi keberadaan penyidik independen,\" terangnya. (lum/tyo) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: