Indonesia Dibayangi Ancaman Perang Saudara
KUNINGAN - Tahun Baru Islam 1439 Hijriah dirayakan di tengah kondisi kehidupan yang carut marut di berbagai bidang kehidupan. Ternyata, tahun baru Islam kemarin belum bisa dimaknai dengan baik. Kekisruhan, kezaliman, ujaran kebencian, hoax, fitnah, dan lain-lain, masih merejalela. Terlebih, tahun baru Islam sekarang dihadapkan dengan ketakutan-ketakutan sosial yang tidak berdasar, soal isu-isu murahan PKI, Cina, dan lain sejenisnya. Demikian hal itu diungkapkan Ketua PC GP Ansor Kuningan, KH Didin Misbahudin kepada Radar, Kamis (21/9). Dia mengungkapkan, Presiden Joko Widodo saat ini sedang dihadapkan tantangan berat dari rakyatnya sendiri. \"Bersyukurlah kita punya presiden yang begitu tangguh dan adaptif,. Selain rajin blusukan dan membangun, lawatannya ke sejumlah pesantren, lembaga-lembaga, daerah-daerah, dan bahkan luar negeri, menunjukkan bahwa Pak Presiden kita begitu komitmen merajut kebersamaan. Komitmennya dalam membangun insfrastruktur di berbagai daerah patut dibangggakan,\" ungkap Didin. Tahun Baru Islam 1 Muharram 1439 H/2017 M, menurutnya, harus dimaknai dengan baik. Ini momentum agar semua kembali tegak dan bangkit dari ke-jumudan, dari kegelapan menuju cahaya, dari kekisruhan menuju transformasi sosial. Upaya-upaya konstruktif bersama yang mengarah pada kemajuan bangsa, termasuk penegasan tentang mengilhami Islam yang berpandangan jauh ke depan. \"Kita harus waspada agar tidak diadu domba. Isu-isu murahan soal PKI, Cina dan semacamnya disengaja digoreng sedemikian rupa agar emosi dan amuk kemarahan kita terpancing dan lalu terlibat perang saudara. Kita, sesama warga negara, saling menaruh kebencian, saling menjatuhkan, fitnah memfitnah, menyebar berita bohong,\" ujarnya. Bagaimana bisa, kata dia, beberapa teman, tetangga nan jauh di sana, sedang mengais rezeki di perantauan, mereka yang wawasan agamanya awam, tiba-tiba berubah menjadi ‘Islami’ atau mendadak Islam, terlibat aksi demi aksi berbasis kebencian SARA, ikut pengajian-pengajian ideologi radikal dan terprovokasi isu PKI, Cina dan semacamnya. \"Kondisi semacam ini sungguh mengkhawatirkan. Apalagi masih banyak orang-orang dengan mental Saracen yang bergentayangan di media sosial. Mereka para antek Sarecen, baik yang basis kelompok maupun individu, perkembangannya semakin signifikan. Mereka yang tugasnya memprovokasi publik media sosial dengan berita-berita bohong,\" tutur Didin. Tidak ada jalan lain, Didin menyebut, dalam momen tahun baru Islam ini, semua harus mengembalikan makna Islam pada hakikatnya. Islam sebagai agama rahmatan lil’alamiin, agama yang merahmati, bukan membenci. Agama yang merangkul, bukan memukul, agama yang menyayangi bukan memprovokasi, agama yang mempersatukan bukan yang mencerai-beraikan. \"Kita juga harus waspada memilih ulama dan pengajian. Kita memang butuh belajar tentang wawasan keislaman tetapi jangan sampai kehilangan prinsip, agar kita tidak jatuh ke dalam lubang pemahaman keislaman yang radikal. Pekik takbir disalahgunakan, menebar kebencian kepada saudara kita non muslim, meneriakkkan ujaran-ujaran SARA dan lain sebagainya,\" sebutnya. Bangsa kita, kata Didin, harus bisa memetik pelajaran dari bangsa-bangsa lain di Timur-Tengah seperti Suriah, Palestina, Irak, Yaman dan lain sebagainya. Bangsa mereka hancur karena terprovokasi ujaran kebencian dan hoax. Emosi dan kemarahan begitu mudah tersulut, masing-masing merasa paling benar, akhirnya yang menjadi korban adalah warga sipil. \"Musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri,\" pungkasnya. (muh)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: