Melihat Tradisi Cuci Pusaka Bulan Muharram di Keraton Kasepuhan

Melihat Tradisi Cuci Pusaka Bulan Muharram di Keraton Kasepuhan

Cirebon, kota dengan sejuta kisah. Sejarah, kesultanan, dan ritual turun temurun keraton adalah tiga hal yang bersinergi dan tak akan pernah lekang oleh waktu. Salah satu yang tak akan pernah berubah adalah tradisi mencuci pusaka. MIKE DWI SETIAWATI, Lemahwungkuk BULAN Muharram atau yang lebih dikenal Bulan Suro memang memiliki makna mendalam bagi sebagian orang, termasuk warga Cirebon khususnya. Selain bulan lahirnya Kota Cirebon, Muharram juga ada tradisi yang kerapkali dilakukan. Salah satunya memandikan benda-benda pusaka terutama senjata, milik Keraton Kasepuhan. Hingga saat ini masih banyak warga yang percaya, setiap benda pusaka milik keraton memang punya jiwa. Karena itu, benda-benda pusaka harus diperlakukan istimewa layaknya perlakuan terhadap manusia. Tak hanya tradisi, memandikan benda pusaka juga menjadi salah satu upaya manusia untuk melakukan introspeksi terhadap dirinya sendiri. Artinya, memandikan benda pusaka tak sekadar untuk mengawetkan atau mempercantik. Memandikan berarti melakukan ritual membersihkan diri. Orang yang memandikan akan merefleksikan bahwa membuat keris tidak mudah. Dalam hal ini dibutuhkan doa dan spirit yang kuat, kesabaran, ketelitian dan pantang menyerah. \"Nilai-nilai inilah yang akan diilhami oleh orang yang memandikan dan mencucikan benda pusaka itu,\" ujar Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat. Pencucian benda pusaka dimulai tanggal 1 Muharram yang merupakan awal dalam pergantian tahun. Untuk mengawali tahun baru, tentunya segala sesuatunya harus bersih dan suci. Dulu, prosesi pemandian benda pusaka ini relatif terbuka, kalau sekarang tertutup. Karena museum pusakanya baru, penyimpanannya sedikit terkunci. \"Jadi butuh kesabaran dan waktu yang tak sebentar,\" tuturnya. Proses pencucian itu dimulai dengan merendam keris dan benda pusaka ke dalam air kelapa. Pemilihan air kelapa karena bersifat asam lemah dan bermanfaat untuk melepaskan kotoran, kerak, dan mempermudah lepasnya karat yang terbentuk dipermukaan keris. Setelah direndam, benda pusaka itu digosok permukaannya dengan dengan sabun dan irisan jeruk nipis sampai bersih atau putih mengkilap. Proses ini bertujuan untuk membersihkan keris dari karat. Setelah itu, keris dikeringkan dengan dijemur di bawah sinar matahari. Senjata pusaka yang berjumlah sekitar 1.000 itu terdiri dari tombak, keris, kujang, pedang, golok dan lainnya menjadi saksi peradaban Cirebon. Ada beberapa senjata pusaka yang berusia sekitar 600 tahun, tepatnya peninggalan zaman Kerajaan Padjajaran. Untuk itu, senjata pusaka tersebut harus dijaga dan dirawat sebagai benda cagar budaya. Menurut undang-undang cagar budaya itu benda cagar budaya harus disimpan dan jangan rusak. \"Cirebon memiliki sejarah yang panjang. Kalau secara tradisinya, pusaka ini milik leluhur yang harus kita rawat,\" ucapnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: