Karyawan PG Jatitujuh Diintimidasi Oknum LSM, Ngadu ke Pendopo

Karyawan PG Jatitujuh Diintimidasi Oknum LSM, Ngadu ke Pendopo

INDRAMAYU – Ribuan massa yang merupakan karyawan Pabrik Gula (PG) Jatitujuh, Kabupaten Majalengka menggeruduk Pendopo Kabupaten Indramayu, Selasa (26/9). Mereka mengadukan banyaknya intimidasi yang dilakukan oleh massa, yang diduga oknum anggota LSM saat mengelola lahan hak guna usaha (HGU) di Kabupaten Indramayu. Massa datang langsung dari PG Jatitujuh Kabupaten Majalengka dengan membawa berbagai poster dan spanduk yang isinya menolak aksi premanisme dan intimidasi yang mereka alami. Dengan penjagaan ketat aparat kepolisian, massa hanya bisa menggelar aksi di depan pintu gerbang Pendopo Kabupaten Indramayu. “Kami hanya ingin kerja aman di lapangan karena selama ini banyak intimidasi,” kata Humas PG Jatitujuh, Eko Budi Setiawan. Eko menyebutkan, intimidasi yang mereka alami di antaranya berupa pemukulan bahkan ada juga karyawan PG Jatitujuh yang dikalungi celurit oleh massa salah satu oknum LSM. Tak hanya itu, massa LSM juga hampir setiap hari melakukan sweeping terhadap karyawan PG Jatitujuh yang beroperasi di lahan HGU Kabupaten Indramayu. Eko menambahkan, massa LSM juga menduduki lahan HGU PG Jatitujuh di Kabupaten Indramayu seluas kurang lebih 1.300 hektare. Akibatnya, aktivitas PG Jatitujuh menjadi terganggu. “Di daerah (lahan HGU) Jatimunggul, Kecamatan Terisi, bahkan sekarang kita off, tidak mengolah di sana karena khawatir dengan tindak kekerasan yang akan terus berlanjut,” tutur Eko. Eko menyatakan, dengan aksi intimidasi itu, pihaknya berharap agar LSM tersebut dibubarkan. Massa juga meminta agar surat yang dikeluarkan bupati Indramayu terkait rekomendasi peninjauan kembali HGU Nomor 2 dicabut. Pasalnya, saat ini sudah ada keputusan dari Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan tuntutan class action dari kelompok masyarakat tersebut tidak berlaku. Terpisah, Sekretaris Perusahaan PT PG Rajawali II, Ruddy Listiono, menjelaskan, masalah itu bermula sejak 2014 lalu. Saat itu, ada sekelompok masyarakat yang tinggal di sekitar HGU PG Jatitujuh yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, menggugat lahan HGU seluas 6.200 hektare agar dikembalikan kepada peruntukan awal sebagai hutan. “Mereka mengatakan HGU PG Jatitujuh yang dimiliki PT PG Rajawali II cacat hukum,’” kata Ruddy. Di Pengadilan Negeri (PN) Indramayu dan Pengadilan Tinggi Bandung, gugatan dari kelompok masyarakat tersebut dikabulkan sebagian. Hal itu sesuai putusan PN Indramayu No 32/Pdt.G/PN/Imy tanggal 19 Mei 2015 dan dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No 311/Pdt.G/2015/PT.BDG tanggal 18 September 2015). Namun, pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI, gugatan kelompok masyarakat tersebut diputuskan tidak dapat diterima. Hal itu sesuai putusan Mahkamah Agung RI No.200/K/Pdt/2016 tanggal 20 Juni 2016. “Tapi kondisi di lapangan jauh berbeda. Aksi pendudukan oleh sekelompok massa masih berlangsung hingga sangat merugikan dan mengganggu aktivitas produksi pabrik,” tegas Ruddy. Sebagai pemilik sah, Ruddy memastikan PT PG Rajawali II melalui unit PG Jatitujuh akan mengelola lahan sesuai dengan peruntukannya sebagai perkebunan tebu. Dia pun berharap agar aparat penegak hukum mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku penyerobotan lahan perkebunan dan perusakan tanaman tebu. Sementara itu, ditemui di sela aksi unjuk rassa karyawan PG Jatitujuh, Wakil Bupati Indramayu, Supendi menyatakan, pada prinsipnya perusahaan di daerah harus taat pada aturan, baik perda maupun peraturan yang lebih tinggi. Dia menjelaskan, karena PG Jatitujuh menggunakan HGU lahan Perhutani di Kabupaten Indramayu, maka PG Jatitujuh semestinya menyediakan lahan pengganti juga di Kabupaten Indramayu. Supendi juga meminta agar PG Jatitujuh menyelesaikan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), yang menyangkut Kabupaten Indramayu dan Majalengka. Selama ini, izin Amdal baru selesai untuk Kabupaten Majalengka. Supendi menegaskan, PG Jatitujuh pun mesti memiliki kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama masyarakat Desa Amis dan Loyang, Kecamatan Cikedung. Mulai dari sisi perencanaan hingga pelaksanaan, pihak perusahaan harus melibatkan masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaan perusahaan dirasakan manfaatnya. “Saya sangat mendukung (aktivitas PG Jatitujuh) untuk swasembada gula. Tapi mereka harus juga memperhatikan masalah aturan dan masyarakat sekitarnya,” tandas Supendi.(oet/kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: