Warga Jatitujuh Keluhkan Biaya PTSL

Warga Jatitujuh Keluhkan Biaya PTSL

MAJALENGKA-Pemerintah pusat melalui Kantor Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) meluncurkan program PTSL atau Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Program ini akan mengganti program Prona, yaitu program sertifikat gratis dari BPN ke masyarakat. Namun masih ada keluhan warga yang dibebani sejumlah biaya saat mengurusnya. Seperti dialami Carga (43), warga desa Pangkalanpari Kecamatan Jatitujuh. Dia mengaku keberatan dengan hal tersebut. Seperti yang diketahuinya, program tersebut gratis dan kalaupun ada biaya hanya untuk membeli patok dan pemasangan. “Saya dan istri berniat membuat sertifikat tanah seluas 50 bata. Ketika mengurus di desa, ternyata dikenakan biaya Rp300 ribu tanpa balik nama. Untuk balik nama dikenakan biaya Rp500 ribu,” kata Carga kepada Radar. Padahal menurutnya, di desa lain seperti Wanasalam, Ampel, dan Sumber Wetan hanya dikenakan biaya Rp150 ribu. Dia mengeluh sekaligus protes kepada aparat desa setempat perihal besaran biaya yang tidak sesuai atau tidak sama dengan desa lainnya. Kepala ATR/BPN Majalengka melalui Kasi Pengadaan Tanah Hedi Setiawan mengatakan, program PTSL bertujuan untuk mengakselerasi kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas tanah. Sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Objek program ini adalah seluruh bidang tanah yang belum terdaftar dalam satu wilayah kelurahan atau desa, mulai dari tanah HGB, milik adat, hingga tanah negara,” terang Hedi. Dia mengakui saat ini ada beberapa kendala, seperti ada pihak-pihak yang tidak mau mengikuti program tersebut. Padahal Kementerian ATR/BPN sudah menerjunkan tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli). Menurut Hedi, tidak semua komponen dibiayai APBN salah satunya patok. Untuk penentuan batas tanah, diperlukan paling sedikit empat patok. Secara teknis tidak dibiayai, sebab bisa dibayangkan jika ada 5 juta patok untuk 5 juta sertifikat berarti paling sedikit dibutuhkan dua puluh juta patok. Namun menurutnya harga patok tidak mahal. “Intinya harus ada musyawarah antara warga dengan perangkat desa. Apa yang dibutuhkan dan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli patok dan pemasangan,” ujarnya. Bagi yang belum mendaftarkan tanahnya, ada persyaratan yang harus dipenuhi guna membuat sertifikat tanah yakni mengisi formulir permohonan, foto copy pemohon dan atau surat kuasa bermaterai (apabila diurus pihak ketiga) disertai foto copy KTP penerima kuasa. Selanjutnya bukti girik, segel, dan lainnya yang dibuat sebelum tahun 1960, kuitansi, SPPT PBB tahun berjalan. Kemudian surat keterangan dari kelurahan atau desa yang diketahui oleh dua orang saksi, disertai foto copy KTP para saksi tentang status kepemilikan tanah. Syarat lainnya yakni surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah bermaterai dari pemohon, yang dibenarkan atau dikuatkan oleh dua orang saksi disertai foto copy KTP para saksi. Lalu, surat pernyataan dari pemohon bermaterai tentang tanah milik adat yang disaksikan Ketua RW dan Ketua RT. Akta PPAT (Bukti Perolehan Tanah). Bukti setor Pajak Penghasilan (PPH) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)/Surat Pernyataan BPHTB. Sementara Camat Jatitujuh Djunaedi ketika dikonfirmasi mengaku belum mengetahui aduan warga terkait keberatan biaya pengurusan itu. Namun pihaknya akan mengecek kebenarannya langsung ke desa yang bersangkutan. “Bisa saja ini hanya misskomunikasi saja,  mudah-mudahan begitu,” ucapnya. (gus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: