Waspada! Bukan Banjir yang Terakhir, BMKG: Puncak Musim Hujan di Februari

Waspada! Bukan Banjir yang Terakhir, BMKG: Puncak Musim Hujan di Februari

  CIREBON- Banjir di sejumlah desa di Wilayah Timur Cirebon (WTC) Rabu malam (24/1) diyakini bukan yang terakhir terjadi tahun ini. Apalagi musim hujan masih berlansung hingga Februari. Perangkat Desa Japura Bakti, Solihin mengatakan banjir kemarin masih belum seberapa jika dibandingkan tahun lalu. “Kemarin hujan biasa, malah itu hujan kecil. Saya yakin masih akan ada banjir. Pada tahun kemarin saja ketinggian air bisa sampai seukuran dada orang dewasa,” ujar Solihin, kemarin. Senada dikatakan Forecaster BMKG Stasiun Jatiwangi, Ahmad Faa Izyn. Dia menyebutkan pada bulan Januari ini curah hujan sebenarnya di bawah normal, yakni 300 mm/bulan. Padahal riwayat curah hujan pada Januari normalnya di atas 300 mm/bulan. Fais mengatakan potensi curah hujan disebut akan lebih besar pada bulan Februari. Sebab diprediksi akan terjadi puncak musim hujan. Saat puncak musim hujan itu, intensitas hujan bisa di atas 300 mm/bulan. Untuk titik potensi hujan, di bulan Januari masih berada di wilayah Kuningan, dan Majalengka. Terutama di daerah dataran tinggi. Banjir yang melanda WTC juga terjadi lantaran aliran sungai yang meluap karena terjadi hujan yang lebat di daerah hulu sungai. \"Curah hujan akan naik pada bulan Februrai. Perhitungan prediksi puncak musim hujan terjadi di bulan Februari,\" katanya saat dihubungi Radar, kemarin. Dalam mengungkur intensitas curah hujan sendiri, BMKG mengkategorikan hujan mulai dari hujan sangat ringan hingga sangat lebat. Hujan sangat ringan memiliki kurang dari 0,1 milimeter per jam atau kurang dari 5 mm per hari. Hujan ringan 0,1-0,5 mm per jam atau 5-20 mm per hari. Hujan sedang atau normal, 5-10 mm per jam atau 20-50 mm per hari. Hujan lebat 10-20 mm per jam atau 20-100 mm per hari. Hujan sangat lebat lebih dari 20 mm per jam atau lebih dari 100 mm per hari. \"Saat puncak musim hujan intensitasnya bisa di atas 20-100 mm per hari,\" sebutnya. Potensi curah hujan yang tinggi ini bisa dilihat dari masih banyaknya awan konvektif atau awan comulonimbus yang terbentuk di wilayah Cirebon dan sekitranya, khususnya di daerah dataran tinggi. Namun tak menutup kemungkinan awan-awan konvektif atau cumulonimbus yang terbentuk di daerah dataran rendah. Awan cumulonimbus dalam kategori awan rendah lantaran adanya faktor dorongan ke bawah yang berasal dari dalam awan. Dorongan itu disebut downdraft. Sehingga awan tersebut berada di daerah dataran rendah. “Awan comulunimbus yang dekat dengan dataran yang lapang sangat besar berpotensi puting beliung. Jadi tetap waspada,\" pesan Fais. Sementara dari pantuan Radar, aktivitas warga pasca terjadinya banjir mulai normal. Beberapa di antaranya nampak sibuk membersihkan lumpur dan sampah yang masuk kedalam rumah. Hanya SDN I Japura Bakti yang terpaksa meliburkan aktivitas belajar mengajar karena seluruh ruangan kelas terendam air dan penuh lumpur serta sampah. “Bukan libur, tapi anak-anak belajar di rumah. Kondisinya tidak memungkinkan. Hari ini (kemarin, red) kita bersih-bersih. Ada guru-guru juga yang bersih-bersih,” ujar salah satu staf sekolah, H Lukman. Dikatakannya, banjir yang datang kali ini tidak lebih besar dari banjir yang datang tahun lalu. Ia menceritakan pada tahun lalu hampir seluruh koleksi buka-buku yang ada di perpustakaan terendam banjir dan tidak bisa digunakan kembali. “Tahun ini tidak ada kerugian, karena air tidak sampai ke tempat penyimpanan buku-buku. Lemari-lemari buku sengaja ditinggikan tempatnya,” katanya kepada Radar. Sementara Camat Lemahabang Edi Prayitno mengatakan banjir yang melanda sejumlah desa di Kecamatan Lemahabang hampir bisa dipastikan karena banjir kiriman dan kondisi sungai yang tidak mampu menampung debit air. “Karena meluapnya Sungai Singaraja dan Singaratu. Kita sudah koordinasi dengan BBWS untuk penanganannya. Banjir sekarang cenderung kecil karena hanya tiga desa di Lemahabang. Kita ingin segera ada penanganan kondisi sungai sehingga banjir tak terjadi lagi,” harap Edi Prayitno. (dri/jml)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: