Tak Sesuai Aturan, Demiz Kurang Sreg Plt Gubernur dari Polisi Aktif

Tak Sesuai Aturan, Demiz Kurang Sreg Plt Gubernur dari Polisi Aktif

CIMAHI – Rencana penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) dari jenderal aktif Polri mengundang pertanyaan berbagi pihak. Termasuk Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar. Menurut Deddy, rencana pengangkatan Irjen Pol M. Iriawan menjadi Plt Gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Irjen Pol Martuani Sormin menjadi Plt Gubernur Sumatera Utara perlu dipertanyakan. Sebab, bila mengacu kepada Undang-Undang nomor 10 tahun 2016, jelas tertera jika Plt harus dijabat oleh setingkat pejabat madya. ”Seharusnya itu dari Kementerian Dalam Negeri. Kenapa tiba-tiba dari kepolisian,” ujar Deddy seperti dilansir JabarEkspres.com (radarcirebon.com grup), belum lama ini. Deddy mengatakan, kepolisian merupakan suatu institusi lain yang bukan di bawah kemendagri. Sehingga penunjukkan Plt tersebut dianggap tidak sesuai dengan undang-undang. ”Sekarang tiba-tiba dari kepolisian yang belum memadai kesetaraan dengan pejabat tingkat madya tadi. Atau jangan-jangan ada undang-undang lain. Tapi saya kira tidak, karena yang terbaru ya Undang-undang nomor 10 tahun 2016,” tandasnya. Tidak hanya itu, bagaimana kompetensi dari mereka yang akan ditunjuk sebagai Plt dalam mengelola pemerintahan daerah khususnya di provinsi juga harus dipertanyakan. ”Apakah sudah tidak ada orang dari Kemendagri dan provinsi yang setingkat? Kecuali darurat dan memang tidak ada. Tapi ini kan masih ada,” bebernya. Pria yang akrab disapa Demiz itu mengaku heran dengan apa yang direncanakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Sebab, kebijakn tersebut terkesan terlihat telah mengenyampingkan Undang-undang nomor 10 tahun 2016. ”Sejauh mana undang-undang ini bisa mentolerir rencana ini. Kalau gak bisa ya tolak saja,” ucapnya. Ada kekhawtiran dari Deddy terkait apa yang direncanakan Mendagri ini, kedepan akan ada keberpihakan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan datang. ”Saya khawatir nanti ada keberpihakan dengan pilkada itu sendiri. Kemungkinan kemungkinan selalu tetap ada. Indikator bagaimana memperngaruhi pilkada oleh Plt-nya,” sebutnya. Dia menjelaskan, pada 13 Juni 2018 Plt sudah mulai bekerja, sementara Pilkada dilaksanakan pada 27 Juni 2018. Dan tiba-tiba pejabat yang ditunjuk sebagai Plt dari kepolisian. Sedangkan, kontestan Pilkada ada yang dari polisi. ”Nah daripada mengundang pertanyaan yang tidak jelas yang bikin jadi tidak menentu, mendingan untuk Jawa Barat dan Sumut apa yang diwacanakan oleh pak menteri lebih baik dipikirkan kembali. Bila perlu diganti. Itu menurut pendapat pribadi saya,” tandasnya. Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkap alasan mengapa memilih perwira tinggi Polri sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur pada Pilkada Serentak 2018. Menurut Tjahjo, penunjukkan dua jenderal asal Polri sebagai Plt gubernur karena terbatasnya eselon satu di lingkungan Kemendagri. Menurut dia, tidak mungkin semua eselon satu di Kemendagri dilepas semua untuk menjadi Plt. Sedangkan, terdapat 17 provinsi yang menyelenggarakan pilkada. ”Kan nggak mungkin,” kata Tjahjo, di Jakarta, belum lama ini. (ziz/gwn/JPC/rie)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: