ISNU Cirebon Ajak Calon Bupati Lakukan Pendidikan Politik

ISNU Cirebon Ajak Calon Bupati Lakukan Pendidikan Politik

CIREBON - Dalam momen pesta demokrasi Pilkada Serentak 2018, Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Cirebon mengajak para pasangan calon bupati dan wakil bupati untuk melakukan pendidikan politik. Hal itu terkait kasus dua pemuda yang menyebarkan selebaran ujaran kebencian terhadap paslon di Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Senin (28/5) lalu. “Jangan sampai hal serupa terjadi kembali, maka saya mengajak para paslon bupati dan wakil bupati Cirebon untuk melakukan pendidikan politik yang baik terhadap timses, kader, dan para relawannya,” ungkap Ketua PC ISNU Kabupaten Cirebon, Abdul Muiz Syaerozi, dalam rilisnya kepada radarcirebon.com. Muiz menuturkan bahwa kampanye dengan menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, persorangan  atau kelompok masyarakat dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. “Politik yang tidak baik menyebabkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat,” jelas Muiz. Maka solusi yang terbaik untuk para paslon bupati dan wakil bupati Cirebon adalah melakukan pendidikan politik. Menciptakan kader militan yang mampu mengentaskan masalah yang terjadi di kabupaten Cirebon. “PC ISNU Kabupaten Cirebon mengajak para paslon melakukan pendidikan politik kepada kadernya,” pungkasnya. Adapun peranturan dan pelanggarannya sudah tertera di UU No 10 tahun 2016, UU No. 1 tahun 2015 pasal 187 ayat 2, PKPU No 4 tahun 2017 pasal 68 point C dan E, PKPU No 4 th 2017 larangan kampanye. Dalam pelaksanaan kampanye yang menghasut dan mengadu domba perseorangan atau masyarakat. Dengn sanksi jerat penjara paling lama dua tahun dan denda maksimal Rp 24.000.000 yang diatur dalam Pasal 299 UU legislatif. UU No. 1 tahun 2015 pasal 187 ayat 2: Setiap orang yg dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam pasal 69. huruf a, huruf b huruf c, huruf d, huruf e , dan huruf f, dipidana penjara paling sedikit 3 bulan , paling lama 18  bulan. Dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 , atau paling banyak Rp 6.000.000. (rls/ikfal)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: