Tarif Retribusi Sampah di Kota Cirebon Kedaluwarsa
CIREBON - Retribusi pelayanan sampah atau kebersihan punya andil dalam memberikan kontribusi kepada pendapatan asli daerah (PAD) Kota Cirebon. Bahkan setiap tahun mengalami kenaikan. Tahun lalu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang kini mengelola sampah mendapat retribusi Rp 2,1 miliar dari target Rp 1,5 miliar. Sekretaris DLH, Tata Kurniasasmita menjelaskan, pungutan retribusi sampah sendiri dilakukan dengan tiga cara. Yakni pembayaran kerjasama melalui Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Tirta Giri Nata, dipungut petugas dan warga membayar sendiri. Sejauh ini, untuk pungutan langsung oleh petugas sudah dihentikan. Sebab, antara hasil pungutan dan pemberian intensif kepada petugas pungutan retribusi tidak sebanding. \"Tahun ini kita coba memaksimalkan retribusi dengan MoU pihak swasta,” ujar Tata, kepada Radar Cirebon, Jumat (20/70). Tata merinci, toko, restauran, supermarket atau mall dan juga hotel yang memproduksi sampah, menjadi sasaran dari nota kesepahaman ini. Sayangnya, masih ada ganjalan dalam pelaksanaannya. Retribusi sampah masih mengacu pada Perda 3/2002 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. Dalam perda itu diatur besaran retribusi sampah per kelompok hingga besaran retribusi sampah di kantor pemerintahan, pasar, terminal, restoran, dan pusat perbelanjaan dan lainnya. Perda yang dikeluarkan 16 tahun lalu tentu sudah tidak relevan. Penentuan besaran tarif retribusinya perlu diperbaiki. Misalnya kelompok sosial hanya dikenakan Rp 1 ribu-Rp 3 ribu. Kantor instansi pemerintahan Rp 30 ribu. Ada pula untuk kelompok perumahan, niaga dan industri. Termasuk juga retribusi sampah di PKL dan warung/kios. Dalam perda itu, juga diatur mengenai warga yang membuang sampah langsung ke TPA, seharusnya dikenakan retribusi Rp 10 ribu per kubik atau sekali buang. Sementara untuk retribusi sampah di pasar dikenakan Rp 25 ribu untuk satu kali angkut kontainer besar dan Rp 20 ribu untuk kontainer kecil. Tarif retribusi juga sama berlaku pengangkutan sampah di terminal. Termasuk juga di pertokokan atau mal, yang dikenakan retribusi lebih besar. Untuk satu kali pengangkutan sampah di mal atau pusat perbelanjaan Rp 75 ribu satu kali angkut kontainer besar. Sedangkan untuk kontainer kecil Rp 40 ribu. Adanya revisi perda ini, diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pengguna jasa angkutan sampah. Sebab, biaya pengangkutan cukup besar. Termasuk memberdayakan tempat pembuangan akhir (TPA) Kopi Luhur. \"Kota Cirebon ini produksi sampahnya tinggi. Konsekuensinya harus menambah armada dan SDM,\" ucapnya. Sementara itu, Kepala DLH, Abdullah Syukur menambahkan, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA memang menjadi salah satu tupoksinya. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, DLH berupaya agar di tingkat TPS sudah mulai ada pemilihan sampah. Sementara di tingkat TPA, sudah ada pengolahan sampah. DLH juga akan mengaktifkan pabrik kompos dan bank sampah. \"Target kita 2019 pengolahan sampah di TPA sudah berjalan. Nah kita coba juga, ada alih profesi bagi pemulung di TPA kita jadikan pemilah sampah,\" terangnya. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: