Minta Diskusi dengan Wali Kota
KESAMBI - Kasus meninggalnya dua pasien SKTM di RSUD Gunung Jati dalam sepekan berturut-turut, membuat anggota DPRD Sumardi gerah. Senin (4/3), politisi PAN itu mendatangi RSUD Gunung Jati untuk meminta klarifikasi pada pihak rumah sakit. Namun, Direktur RSUD Gunung Jati drg Heru Purwanto MARS tidak ada di tempat, karena sedang keluar kota. Begitu juga Wakil Direktur Pelayanan dr Bunadi, yang sedang mengikuti rapat di Bappeda Kota Cirebon. Kedatangan Sumardi diterima Ketua Komite Medik RSUD Gunung Jati dr Wizhar Syamsuri SpPD, Kepala Bidang Pelayanan Medis dr Siska dan Bagian Humas Yayat Supriyatna SE. Ketua Komite Medik RSUD Gunug Jati dr Wizhar Syamsuri SpPd mengungkapkan, karyawan RSUD Gunung Jati menghendaki ada diskusi dengan wali kota. Maksudnya untuk bersama-sama mengkoreksi diri dan melakukan pembenahan pelayanan rumah sakit. Diakui Wizhar, belum lama ini secara tertulis pihaknya sudah mengirimkan surat ke Wali kota Cirebon Subardi SPd untuk bisa datang ke RSUD Gunung Jati dan melakukan diskusi dengan karyawan. Namun sayangnya, surat tersebut belum direspons hingga sekarang. “Kami berharap, ya mari Pak Wali bersama dengan DPRD atau mungkin jajarannya ke sini, bersama-sama. Berdiskusi dengan karyawan. Agar tahu kondisi riil seperti apa dan solusi bagaimana,” ujarnya. Terkait meninggalnya dua warga Kota Cirebon dengan fasilitas SKTM belum lama ini, Wizhar enggan memberikan penjelasan. Berdasarkan komitmen antara pihak manajemen dan fungsional, wewenang klarifikasi di tingkat media ada di tangan humas. Bagian Humas RSUD Gunung Jati Yayat Supriyatna SE mengatakan, selama ini pihak rumah sakit tidak pernah membedakan pelayanan pada pasien yang menggunakan SKTM atau tidak. Semua pasien diakui Yayat, diperlakukan sama. Kebetulan dalam kasus Abdullah Mahmud, warga Petireman itu, kondisi ICU sedang penuh. “Semua diperlakukan sama, hanya waktu itu kondisi ICU penuh. Bukan berarti ditelantarkan, kami berusaha untuk memberikan yang terbaik,” ujarnya. Permintaan maaf pun terlontar dari Yayat bila pelayanan yang ada selama ini dirasa kurang maksimal. “Kami mohon maaf bila pelayanan masih belum maksimal, tapi kami berkomitmen akan terus berusaha meningkatkan pelayanan,” katanya. Kabid Pelayanan Medis dr Siska juga melakukan klarifikasi. Terkait masalah Anton, pasien asal Kesunean, pihak RSUD Gunung Jati sudah mengantarkan yang bersangkutan hingga masuk ke ruang ICU RS Ciremai. “Kami antar hingga diterima di ruang ICU sana. Jadi tidak ada istilah ditolak. Kami juga tidak lepas tangan begitu saja,” bebernya. Terkait lamanya pelayanan ambulans, dijelaskan Siska, kala itu, ambulans yang ada sedang mengantarkan pasien bayi ke Rumah Sakit Putera Bahagia lantaran kondisinya kritis. Menjadi permasalahan, lanjut dia, sopir hari itu hanya satu. “Waktu itu kita mengantar pasien bayi dulu ke Putra Bahagia. Kami juga kan tidak hanya sebatas mengantar saja, tapi juga mengurus secara administrasi hingga pasien diterima di rumah sakit tujuan,” terangnya. Diakui Siska, RSUD Gunung Jati memang terbatas sarana dan SDM. Ambulans saja, RSUD Gunung Jati hanya memiliki tiga mobil dan dua sopir. Namun yang harus dicatat, sambung Siska, dalam kasus kedua pasien SKTM tersebut pihak rumah sakit sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan nyawa pasien. Anggota Komisi C DPRD Kota Cirebon H Sumardi mengatakan, kedatangannya ke RSUD Gunung Jati untuk mencari tahu kebenaran atas meninggalnya dua pasien SKTM secara berturut-turut. Mendengar penjelasan pihak rumah sakit, Sumardi menegaskan, Wali kota Subardi bertanggung jawab atas perbaikan RSUD Gunung Jati Kota Cirebon. “Setiap rapat, ya direktur (drg Heru Purwanto MARS, red) selalu bilang kalau rumah sakit sudah baik, dan kelihatannya sudah hebat, tapi kita lihat sendiri masih muncul sorotan soal pelayanan. Dan ini juga menjadi tanggung jawab wali kota,” kritiknya. Kenapa menjadi tanggung jawab wali kota? Sumardi menjelaskan, selain wali kota merupakan kepala daerah dan pengambil kebijakan, di sisi lain sejumlah kebijakan wali kota juga berdampak pada pelayanan RSUD Gunung Jati. Misalnya, kebijakan mutasi. Disebutkan Sumardi, ada salah satu pejabat RSUD Gunung Jati yang memang mumpuni, namun ternyata dipindahtugaskan ke DPUPESDM. Tidak hanya itu, tenaga-tenaga krusial lainnya pun ada yang ditarik menjadi pejabat di tingkat kelurahan dan tenaga fungsional ditarik ke struktural. Sumardi menuturkan, bila keterbatasan sarana dan SDM menjadi suatu kendala, maka pihak manajemen harus cermat dalam mengambil setiap tindakan. Maksudnya, karena kondisi RSUD Gunung Jati sudah kekurangan perawat, maka yang difokuskan jangan pada penambahan jumlah kamar tidur atau ruangan pasien, tetapi juga perawat. “Karena saat jumlah kamar tidur bertambah sementara jumlah perawat tetap, itu berarti beban perawat yang ada bertambah. Sementara sekarang saja sudah kurang,” ujarnya. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: