Oknum Sekwan Pasang Tarif

Oknum Sekwan Pasang Tarif

Rp5 Juta untuk DP Jadi Sukwan KEJAKSAN– Setelah Anggota Komisi A DPRD, Cecep Suhardiman mengaku punya bukti mengenai uang pelicin agar diteriam menjadi tenaga honorer, wartawan koran ini berhasil mendapat bukti otentik berupa pesan singkat yang dikirimkan pelamar tenaga sukwan di Sekretariat DPRD. Dalam sms yang ditunjukan kepada wartawan koran ini, pelamar tenaga sukwan tersebut dimintai down payment (DP) Rp5 juta oleh oknum pegawai Sekretariat DPRD. “DP dulu Rp5 juta. Tapi eke mau bayar kalo ketemu sama orang sekwannya,” tulisnya dalam pesan singkat. Terkait temuan sms ini, Cecep mengungkapkan, banyak pihak yang telah menyampaikan langsung maupun tidak langsung, mengenai praktik jual beli kursi tenaga honorer. Ada sebagian yang melaporkan dipungut Rp7,5 juta, adapula yang mengaku diminta Rp10 juta. “Ini sesuatu yang sangat berbahaya di kemudian hari. Karena berbicara hononer sudah ada aturannya, yakni honorer K-1 dan K-2. Selain itu tidak boleh,” ucapnya. Cecep menambahkan, seperti disebutkan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Latihan (BK-Diklat), dari sekitar seribu honorer yang tidak terdata, yang terbanyak ada di Dinas Pendidikan. Sedangkan, penanganan seribu honorer itu tidak ada formula apa pun untuk mengakomodirnya. Karena itu, perlu adanya kesadaran kolektif setiap orang yang bekerja dan pemberi kerja, memiliki tanggung jawab dan tunduk pada aturan UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan. Politisi Partai Demokrat ini mengimbau kepada masyarakat dan seluruh elemen, agar jangan terbuai dengan janji akan diangkat sebagai PNS. Kemudian, mereka sampai mengabaikan kesempatan bekerja di tempat lain yang lebih baik. “Belum ada pengangkatan PNS. Jangan sampai bekerja sebagai honorer puluhan tahun, tapi tidak jelas. Ini preseden buruk,” sebutnya. Hal senada disampaikan Anggota Komisi A DPRD, Djoko Poerwanto. Djoko mengkritik pemkot dan organisasi perangkat daerah yang selalu mengeluh kekurangan pegawai. Padahal, banyak PNS yang memiliki latar belakang berbeda dengan pekerjaannya. Karena itu, perlu ada pola pembaharuan ke depan. Contoh, untuk tenaga keuangan jangan memakai sarjana teknik. Pasalnya, bila rekrutmen tidak sesuai kebutuhan dan kemampuan, sampai kapan pun kebutuhan PNS tidak akan terpenuhi. Solusinya, segera selesaikan analisis beban kerja dan analisis jabatan. “Setelah kelihatan kebutuhan, baru dipikirkan buka tes CPNS,” usulnya. Dikonfirmasi terkait membengkaknya jumlah tenaga honorer di Dinas Pendidikan, Sekretaris Dinas Pendidikan, Casir Edy Supriyadi MPd berkilah, di lingkungan sekolah yang berada di bawah koordinasi disdik, ada informasi kekurangan tenaga pengajar. Karena itu, sekolah merekrut guru honorer yang diproyeksikan untuk mengajar beberapa mata pelajaran tertentu. Seperti, guru Bahasa Inggris, guru muatan lokal (mulok) dan mata pelajaran lainnya. “Itu informasi yang kami himpun,” ucapnya. Meskipun demikian, kata Casir, disdik tidak berkaitan langsung dengan adanya guru honorer itu. Sebab, untuk perekrutan tenaga pengajar honorer, sudah bisa diselesaikan dalam tingkat kebijakan kepala sekolah masing-masing. Perekrutan guru honorer bukan tanpa kebutuhan. Pasalnya, bila sekolah merekrut guru honorer tanpa melihat kebutuhan, kinerja mereka tidak akan efektif. Selain diberikan gaji sesuai kemampuan sekolah, guru honorer tersebut membuat surat perjanjian kesepakatan, di mana mereka tidak boleh menuntut menjadi PNS selanjutnya. “Jadi, kalau ada tes CPNS, silahkan mereka ikut agar menjadi PNS. Sekolah tidak memberikan harapan atau menjanjikan guru honorer akan menjadi PNS,” tukasnya. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Drs Andi Armawan mengungkapkan, saat ini Satpol PP hanya memiliki 80 pegawai. Untuk kebutuhan di Kota Cirebon, berdasarkan kajian yang dilakukan, idealnya minimal 150 sampai 200 pegawai. Karena itu, instansi tersebut kekurangan setidaknya 70 sampai 80 pegawai tambahan. Meskipun kurang, Andi tetap mengoptimalkan yang ada. Diakuinya selama ini kegiatan Satpol PP menjadi kurang maksimal akibat kurangnya personel tersebut. Selama ini, alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu enggan menambah pegawai dengan merekrut honorer atau sukwan. Pasalnya, Andi mengetahui persis hal itu dilarang dan jika dipaksakan akan melanggar aturan yang berlaku. “Saya nunggu gerbong PNS berikutnya. Saat ini kami maksimalkan SDM yang ada,” ucapnya. (ysf)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: