Hanya 1 TPI yang Berfungsi
LEMAHWUNGKUK - Pengajuan rancangan peraturan daerah (raperda) retribusi tempat pelelangan ikan (TPI), diprediksi tetap tidak akan maksimal selama keberadaan TPI di Kota Cirebon masih mati suri. Terungkap, dari tiga TPI yang berada di kawasan nelayan, hanya satu saja berfungsi, sedangkan sisanya sudah tidak digunakan lagi. Hal ini diakui Sekretaris Dinas Kelautan, Perikanan, Peternakan dan Perkebunan (DKP3), Ir Djuhana. “Ya, memang sekarang cuma satu yang masih berfungsi. Yang lainnya sudah ditinggal nelayan,” ujar dia kepada Radar, Rabu (22/9). Menurut Djuhana, sebelumnya pemkot sudah pernah membangun empat TPI yaitu di kawasan Cangkol, Kesenden, Kejawanan dan Samadikun. Tapi, dari empat TPI tersebut hanya satu yang berfungsi, yaitu TPI yang berada di dalam lokasi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan. Sedangkan tiga TPI lainnya sudah lama ditinggalkan nelayan dan tidak beroperasi, karena tidak satu pun nelayan bersedia untuk melelang ikannya di TPI pemerintah. Nelayan, kata dia, lebih memilih melelang ikan hasil tangkapannya kepada tengkulak, karena terikat hutang ataupun pinjaman dana untuk operasional melaut. “Nelayan itu kan tidak punya modal, mereka pinjam dulu untuk pergi melaut. Perjanjiannya, setelah pulang membawa hasil tangkapan, ya harus diserahkan kepada pemberi modal atau pemilik perahu. Yang kaya ya cukong-cukongnya itu, nelayannya sih ya tetap miskin,” beber dia, saat ditemui di ruang kerjanya. Dikatakan, DKP3 tidak bisa berbuat apa-apa terhadap persoalan ini. Sebab, DKP3 tidak bisa memberi bantuan untuk biaya operasional melaut. Tetapi, dia berharap, dengan dikelolanya retribusi TPI oleh pemkot, maka dananya bisa digunakan untuk pembinaan-pembinaan terhadap nelayan dan asuransi kecelakaan kerja. Raperda Retribusi TPI Terkait pengajuan raperda retribusi TPI yang naskah akademiknya disoal 7 fraksi di DPRD, Djuhana mengakui, bahwa penyusunan naskah akademik tersebut memang masih belum sempurna. Namun, Djuhana enggan membeberkan bagian mana saja di raperda tersebut yang disebutnya belum sempurna. Namun menurut dia, dalam pengajuan raperda retribusi TPI, DKP3 kapasitasnya hanya menyusun draf yang kemudian diserahkan kepada bagian hukum untuk selanjutnya diserahkan ke DPRD. Djuhana berharap, dengan pengajuan raperda tersebut, retribusi TPI bisa sesegera mungkin dikelola pemkot, sebab setelah tidak berlakunya Perda Provinsi Jabar nomor 5 tahun 2005 soal retribusi TPI, maka pemkot harus segera menyusun perda untuk penggantinya. Djuhana mengakui, potensi dari dana retribusi tersebut bakal menjadi sumbangan ke pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup signifikan. Retribusi selama 8 bulan terakhir mencapai Rp78 juta yang harus disetorkan ke pemerintah provinsi. Dan dari dana tersebut kemungkinan hanya Rp33 juta yang dikembalikan ke pemkot sebagai dana perimbangan. “Saya yakin, kalau pengelolaannya oleh kita sendiri, manfaatnya bisa lebih besar untuk nelayan. Mudah-mudahan saja,” katanya. Terpisah, Wakil Walikota, H Sunaryo HW SIP MM, menganggap ditolaknya raperda retribusi TPI sebagai sebuah kewajaran. “Hal yang wajar dan sangat biasa,” ucap dia, saat ditemui usai halal bil halal di RSUD Gunung Jati. Dia pun meminta agar organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, segera melakukan revisi pada naskah akademik yang menyebabkan raperda tersebut ditolak dibahas oleh DPRD. “Ya harus diperbaiki lah secepatnya,” katanya. Terkait tidak berfungsinya tiga TPI di Kota Cirebon, Wawali berpendapat, dimungkinkan saat proses pembangunannya ketiga TPI tersebut tidak melalui kajian yang matang. Sehingga pada akhirnya, TPI tersebut justru tidak bisa dimanfaatkan oleh nelayan dan berakibat terbengkalai. Dia berharap, dengan adanya perda retribusi TPI, TPI yang berada di wilayah Kota Cirebon bisa dioptimalkan fungsinya. Sehingga nelayan akan mendapatkan penghasilan yang lebih baik, ketimbang menjual ikan hasil tangkapannya kepada para tengkulak. (yud)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: